Alex berhenti di jembatan dan langsung turun dari motor. Dengan santai alex mengambil ponsel aiden dan melihat nya untuk beberapa detik.
"Nggak akan ada yang bisa buktiin kalau gue bersalah"
Kata alex, kemudian membuang ponsel milik aiden ke sungai yang air nya mengalir deras.
"GUE BEBAS..."
Alex tertawa puas setelah membuang ponsel milik aiden dari atas jembatan, tapi seketika tawanya berubah panik saat ingat sesuatu.
"Pisau nya?" alex memejamkan mata nya untuk mengingat dimana pisau yang dia gunakan untuk menusuk aiden.
"Argh...sialan, pisau nya ketinggalan di sana" kesal alex saat sudah mengingatnya.
Dengan buru buru alex naik ke motor untuk mengambil pisau nya, tapi setelah sampai sana alex melihat ada angga, deva dan bams yang terlihat emosi dan menangis.
"Sial, udah rame aja"
ALex bersembunyi di balik pohon, kemudian menuju tempat kejadian setelah mereka semua pergi mengikuti ambulan yang membawa aiden. Alex melihat pisau yang tergeletak untuk beberapa saat.
"Gue nggak mungkin ambil pisau ini, pasti mereka udah tau" kata alex sambil berkacak pinggang.
Sambil berfikir, alex melihat ke segala arah dan malah melihat Cctv yang terpasang di tiang.
"Tuhan emang baik sama gue" kata alex dan langsung buru buru mencari batu.
Prang
"Selesai" kata alex yang berhasil merusak cctv dengan melempar batu ke arah kamera sampai pecah dan jatuh.
.
.
.
.
"Puas kamu? Udah puas kamu bunuh anak saya?" kata bram, membuat deva perlahan melihat bram dengan mata sembab.
"Apa salah anak saya sampe kamu tega membunuh nya? Aiden udah anggap kamu adik, dia sayang sama kamu seperti Saudara sendiri, TAPI KENAPA KAMU TEGA MEMBUNUH NYA?"
plak
Deva hanya diam dengan air mata yang mengalir begitu saja, saat bram menampar nya.
"Lo emang pinter lex, lo yang berbuat orang lain yang bertanggung jawab" kata alex di sela tawa nya.
.
.
.
.
.
Kantor Polisi.
Deva hanya diam saat di interograsi, setiap pertanyaan tidak ada yang dia jawab. Dia hanya diam dengan tatapan kosong, membuat nya di masukan ke dalam sel. Di dalam sel deva juga hanya diam, duduk dengan memeluk lutut, sesekali dia menghapus air mata yang mengalir dengan lengan baju nya.
"Bunda, deva takut" kata deva dan menenggelamkan wajahnya di atas lutut.
Tangan yang tadi nya memeluk lutut, kini pindah ke perut dan juga pinggang nya. Dia merasa sesak dan mual,sakit di pinggang juga semakin menyiksa nya, tapi dia hanya diam dan merasakan sakit nya sendirian.
.
.
.
Nugraha yang mendapat telfon dari kantor polisi langsung pulang dari surabaya, dia tidak pulang ke rumah, melainkan langsung menuju kantor polisi dimana deva di tahan. Dengan perasaan yang tidak bisa di jelaskan, nuga menunggu di ruang tunggu untuk bertemu dengan deva.
Tak lama menunggu, deva keluar bersama polisi yang tadi nuga temui. Air mata nuga langsung jatuh melihat deva yang memakai baju tahanan, sambil menangis nuga langsung memeluk deva.
"Maafin deva ya yah" kata deva, membuat nuga melepas pelukan nya.
"Jangan minta maaf, kamu nggak salah. Ayah yang salah karena nggak bisa jagain kamu" sahut nuga, kemudian mengajak deva duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano Anggara ✅
Teen FictionDevano anggara adalah adik kakak yang sama-sama memiliki sifat keras kepala dan bertindak sesuka hati yang berujung sebuah penyesalan.
