24

337 63 5
                                    

Deva membuka mata dan mengernyit saat merasakan sakit di perutnya.

"Dimana ini?" Gumamnya dan merubah posisi menjadi duduk sambil memegang perut.

"Bangun juga lo" kata aiden yang duduk di kursi sambil bermain ponsel.

Deva melihat aiden dan berusaha turun dari ranjang. Namun, ia merasakan sakit pada pinggangnya sampai ia mengerang dan di susul dengan desisan.

"Duduk aja dulu kalau masih sakit" kata aiden membuat deva menatapnya kesal.

"Dimana ini?" tanya deva.

"Rumah gue" jawab aiden, kemudian melihat deva dengan tangan menyilang di depan dada.

"Kok gue bisa ada di rumah lo?" deva menyipitkan matanya ke arah aiden.

"Lo nyulik gue, ya?" Ucapnya curiga.

"Bener banget. gue mau jual lo ke tante - tante, lumayan kan bisa service mobil" Jawab aiden membuat deva langsung merengut kesal.

"Heh, sembarangan aja lo mau jual gue. Lo kira ada yang mampu beli orang ganteng kayak gue?" Protesnya.

Aiden merapatkan bibirnya menahan tawa dan semakin ingin mengerjai deva.

"Ganteng? Kata siapa?"

"Kata ayah sama bunda gue lah. kata mereka gue itu ganteng kayak artis korea" jawab deva dengan serius, tapi terlihat lucu.

"Artis korea kalau di lihat dari sedotan" ejek aiden membuat deva semakin merengut kesal.

"Buka baju lo!" titah aiden tiba-tiba.

"Buka baju? Ngapain? Waaah jangan -jangan lo mau grepe-grepe gue, ya? Jangan mimpi lo bisa lakuin itu ke gue!

"Lo kira gue cowok gocengan pinggir jalan yang bebas di grepe-grepe, hah!" Oceh deva sambil menutup bagian dadanya dengan posisi tangan menyilang.

"Heh, tengil! lo kira gue nggak normal? Hah! Cewek banyak kali di luar sana" protes aiden.

"Kalau lo normal kenapa nyuruh gue buka baju?" Deva menyipitkan mata karena curiga.

"Gue mau olesin salep di badan lo" jawabnya sambil menunjukan salep.

"Gue oles sendiri aja" deva mengambil salepnya dari tangan aiden. " gue nggak mau di bantu sama orang yang udah jadi penyebab gue sama nyokap gue kecelakaan" lanjutnya sinis.

Aiden berdecak."  Gue udah bilang kalau gue nggak ngerasa bikin orang celaka. Lagian kalau emang gue penyebabnya, emang lo punya bukti? Hah!" sahut aiden dengan tegas.

"Motor lo itu buktinya" jawab deva.

"Lo hafal sama nomor platnya?"

"Enggak" jawab deva dan aiden tertawa remeh.

"Kalau lo nggak punya bukti jangan asal nuduh! Fitnah itu namanya" kata aiden dengan tegas.

"Kalau gue nggak liat sendiri juga gue nggak bakal seyakin ini. gue nggak fitnah, tapi cuma nggak punya bukti" jawab deva tak kalah tegas.

"Terserah lo" kata aiden dan mengambil obat dari atas meja.

"Nih obat yang harus lo minum" kata aiden dan memberikan obatnya pada deva.

"Racun ya?" celetuk deva.

"Lo lama-lama gue buang ya ke kali malang. ngeselin banget lo" oceh adien, tapi deva tidak peduli. "Ambil obatnya! bokap gue bilang minum tiga kali sehari" imbuhnya.

Deva mengambil obatnya, kemudian memasukan ke dalam saku.

"Bokap lo dokter?" tanya deva

"Iya, dokter hewan" jawab aiden asal.

"Serius lo? Terus yang tadi lo kasih ke gue obat apaan? Jangan-jangan buat sapi lagi" tebak deva membuat aiden menghela napas panjang.

"Sabar - sabar - sabar, orang sabar di sayang Tuhan" gumam aiden sambil mengelus dadanya.

"Gue bilang abang lo dulu kalau lo ada di sini" kata aiden, tapi deva langsung menggeleng keras.

"Please jangan kasih tau abang gue" pintanya.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa, gue males aja. cuma masalah kayak gini abang gue sampe tau" jawab deva dan aiden mengangguk.

"Ya udah kalau gitu" kata aiden dan kembali meletakan ponselnya ke meja. "Mending lo makan dulu! Setelah itu minum obat. Motor lo masih di bengkel, jadi lo pulang naek taksi aja" Lanjutnya.

"Gue nggak mau makan di rumah lo" tolak deva.

"Terus lo maunya apa?"

"Gue mau makan nasi padang" jawab deva, membuat aiden lagi lagi menghela napas panjang.

"Terserah lo" ucap aiden pasrah.

"Ya emang terserah gue" jawab deva, laku kembali turun dari tempat tidur untuk pergi." Makasih udah nolongin gue" lanjutnya dan pergi dengan langkah tertatih.

Aiden berdecak melihat keras kepala deva.

"Gue anterin aja!" Tawar aiden dan menarik tangan deva untuk mengikutinya.

"Mau kemana?" tanya deva

"Nasi padang" jawab aiden tanpa menghentikan langkahnya.

               ____________________

Deva melihat aiden tidak percaya. Dia tidak menyangka kalau aiden benar - benar membawanya ke rumah makan padang.

"Pesen aja yang lo mau!" titah aiden, kemudian jalan lebih dulu.

"Si bogel itu sebenernya baik apa enggak, sih? Tapi dia yang udah bikin gue celaka" deva melihat aiden yang berjalan masuk ke rumah makan padang.

"Bodo amatlah, gue laper" ia masuk ke rumah makan dan duduk di meja yang berbeda dengan aiden.

"Heh tengil, ngapain lo duduk di situ? Gue udah pilih tempat duduk di sini" Tegur aiden karena deva malah duduk di belakangnya.

"Suka suka gue lah" jawab deva dengan santai.

Aiden beranjak dari duduk dan duduk di meja yang sama dengan deva.

"Heh, bogel. lo ngapain duduk di sini? Sana jauh-jauh dari gue!" Usir deva.

Aiden yang kesal dipanggil bogel padahal tingginya tidak terlalu jauh dengan deva menjitak pelan kepalanya.

"Enak aja lo ngatain gue bogel! Dasar tengil, lo. nyari ribut mulu kerjaannya." omel aiden

"Emang faktanya lo itu bogel.  Buktinya lo lebih pendek dari gue" Sahut deva.

"Gue nggak pendek, cuma kurang tinggi aja. dasar tengil, lo" protes aiden.

"Enak aja lo ngatain gue tengil, gue itu orang lnya pendiem, ya" sangkal deva.

"Pendiem kalau lagi boker" kata aiden dan tertawa setelahnya.

"Lo tuh" deva menghentikan ucapannya karena ada yang melempar tisu ke arahnya.

"Kalau mau ribut mending di luar aja deh! Ganggu tau nggak?" Omel seorang laki-laki yang duduk di samping bangku deva.

"Heh, kalau lo nggak suka ya pergi sana! Nggak usah manja nyuruh kita diem. Lo kira ini rumah bapak lo, nyuruh orang diem segala." Bukan deva, tapi aiden yang menjawab.

"Sekali lagi lo lempar tisu, gue lempar batu kepala lo!" ancam aiden dan melihat orang itu dengan tatapan tajam.

"Dasar nggak punya etika" gerutu orang tersebut dan pergi setelahnya.

"Mulut lo nggak bisa di filter apa kalau ngomong? Tuh orang sampe pergi kayak gitu" tegur deva

"Biarin aja, orang kayak gitu jangan di diemin. nanti ngelunjak. Ngatain orang nggak punya etika, dia sendiri ngelempar tisu kayak gitu.

"Udah tua, tapi nggak tau cara negur yang bener. Ngeselin" oceh aiden dan deva hanya mengangguk menanggapi perkataan aiden.

Setelah pesanan datang, mereka berdua menikmati makanannya dengan lahap karena memang mereka belum makan.


BERSAMBUNG





Devano Anggara ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang