33

337 66 21
                                    

Aiden keluar dari ruangan ayahnya sambil menggerutu. Ia merasa ayahnya tidak menjelaskan keadaan deva dengan benar.

"Papa ngeselin banget, sih. Bukannya ngasih tau yang bener, malah ketawa mulu. Padahal nggak ada yang lucu, tapi ketawa terus" Ia berdecak sambil menendang lantai saat ingat bagaimana ayahnya menertawainya.

"Ginjalnya deva robek? Kok bisa, pa? Kan, ginjal nggak kelihatan? Emang nggak bisa di jahit aja gitu pake benang layangan yang kuat?" aiden melihat ayahnya dengan serius, tetapi ayahnya hanya tertawa sampe mengeluarkan air mata.

"Terus itu deva anemia karena pengaruh dari makanan yang nggak sehat, kan? Berarti deva itu kurang gizi kan, pa?" tanya aiden lagi dan bram semakin tertawa mendengarnya.

"Kenapa ya  papa ketawa? Emang ada Yang lucu apa?" Pikirnya dan membuka pintu kamar rawat deva.

"Kalian masih di sini?" tanya aiden seraya berjalan ke arah ranjang deva.

"Sebentar lagi pulang" sahut rion dan aiden mengangguk.

"Bokap lo bilang apa tentang sakit  deva?" tanya aron.

"Iya, sakit apa sih deva? sampe di transfusi gitu" sambung evan.

"Kurang gizi" jawab aiden dan duduk di kursi yang masih kosong.

"Kurang gizi? Maksudnya?" Tanya aron.

"Kata bokap gue karena makannya nggak bener, makanya dia kurang asupan vitamin dan menyebabkan anemia. Makanya di transfusi" jelas aiden.

"Perasaan makannya banyak nih anak, masa kurang gizi, sih?" evan melihat deva yang belum sadar.

"Pokoknya begitulah, gue juga nggak ngerti yang di jelasin bokap gue" kata aiden, membuat aron, rion dan evan menggelengkan kepala.

"Bisa-bisanya nggak ngerti" Evan menggeleng disertai decakan.

"Oh ya, angga di kasih tau nggak, ya?" tanya rion.

"Nggak usahlah, dia juga nggak perduli sama adeknya" sahut evan.

"Di kasih tau aja, biar gimanapun juga deva itu adeknya, kan?" kata aiden sambil melihat aron, rion dan evan.

"Nggak usah" Suara lemah deva membuat aiden dan yang lain melihat ke arahnya. "Jangan kasih tau abang gue" lanjutnya.

"Tapi dev--" ucapan evan tak berlanjut karena deva memotongnya.

"Gue mohon" sela deva dengan  melihat teman- temannya bergantian.

"Terserah lo aja, deh" kata rion dan deva mengangguk.

"Oh ya dev, kita nggak bisa lama-lama, nih. Udah malem, kita harus pulang" kata aron

"Nggak apa-apa kan dev, kita balik?" tanya evan.

"Iya, santai aja" jawab deva, membuat mereka lega mendengarnya.

"Ya udah kalau gitu, kita balik ya" pamit evan mewakili yang lain.

"Hati-hati, ya" kata deva dan mereka mengangguk.

"Cepat sehat, lo" kata evan dan pergi setelahnya di ikuti aron dan rion di belakangnya.

Deva melihat aiden yang masih duduk di samping ranjang. "Lo nggak pulang?"

"Enggak" jawab aiden singkat.

"Kenapa?" tanya deva

"Sebagai abang yang baik, gue harus jaga adeknya yang lagi sakit" jawab aiden dan deva tertawa kecil.

"Sekarang jam berapa?" tanya deva.

"Jam satu" jawab aiden setelah melihat jam tangannya.

Deva mengangguk, kemudian melihat aiden saat teringat angga.

Devano Anggara ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang