11

423 73 7
                                    

Angga berjalan menuju ruang jenazah dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata. Langkah kakinya lambat karena tak percaya kalau ibunya ada di dalam sana. Namun, petugas kamar zenasah itu menuntun langkahnya sampai ke brankar berisikan seseorang yang sudah tak bernyawa dengan kain berwarna putih yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Nggak, nggak mungkin ini bunda" sangkalnya yang masih tidak percaya." Mas, ini bukan ibu saya, kan?" Tanyanya dengan harapan jawaban yang menenangkan hati.

"Mas nya bisa lihat dan pastikan sendiri" petugas membuka kain yang menutupi wajah jenazah tersebut.

Hati Angga tak berhenti berdetak cepat, ia berharap kalau jenazah itu bukanlah ibunya.

"Bunda" gumamnya bersamaan air mata yang jatuh. Ia perlahan menyentuh wajah sang ibu. " bunda, kenapa tidur di sini?" Ucapnya dengan air mata yang tak henti mengalir.

Petugas kamar jenazah meninggalkan angga dan memberinya waktu untuk bersama orang yang di sayang untuk selamanya.

"Bunda, bunda, BUNDAAA" Angga langsung memeluk ibunya dan menangis dengan tubuh bergetar. Teriakan dan tangisan sambil terus memanggil sang ibu terus ia lakukan.

"Bunda bangun bunda, bunda jangan tinggalin angga bundaaa. bunda bangun bundaaa" Ia melepas pelukannya dan melihat wajah ibunya yang pasi.

"Bunda jangan diem aja dong bunda, bunda marahin angga aja kayak biasanya. bunda jewer atau bunda pukul angga juga nggak apa-apa, tapi angga mohon bangun bunda, angga mohon jangan tinggalin angga.

"Jangan tinggalin angga sama adek, bunda. Tolong jangan buat dunia angga hancur bunda, angga nggak tau harus gimana kalau nggak ada bunda. angga sayang sama bunda" ucapnya seraya menangis.

"Maafin bunda ya kalau bunda sering nyalahin kamu. terkadang kata-kata itu spontan aja keluar dari mulut bunda, tapi bunda janji nggak akan nyalahin kamu lagi."

"Janji?" angga mengangkat jari kelingking nya.

"Janji" jawab shinta dan menakutkan jari kelingking nya ke jari kelingking angga.

"Bunda marahin aja angga bunda. bunda boleh salahin angga sesuka hati bunda. Angga janji nggak akan marah atau kesel sama bunda, tapi angga mohon jangan tinggalin angga bundaaa" Angga menangkup wajah ibunya dan menatapnya dengan terisak.

"Bunda...bangun..." angga memejamkan mata nya saat teringat kenangan nya bersama ibu nya.

"Bunda mau ngapain?" tanya angga saat shinta merentangkan tangan nya.

"Peluk abang, lah" jawab shinta

"Jangan bunda, malu ah" tolak angga, membuat shinta langsung memasang ekspresi sedih.

"Kenapa sih nggak mau di peluk? mentang mentang udah gede nggak mau di peluk bunda" kata shinta dan menunduk lesu.

Angga menghela nafas dan melihat shinta dengan perasaan bersalah.

"Ya udah boleh peluk, tapi jangan lama lama" kata angga dan merentangkan tangannya.

Shinta tersenyum dan memeluk angga dengan erat.

"Bunda sayang banget sama abang" kata shinta dan angga mengangguk.

"Angga juga sayang bunda, sekarang udahan ya bunda meluk nya? geli bunda, udah gede masih di peluk peluk aja" kata angga, tapi shinta menggeleng.

"Nggak mau, bunda mau peluk abang sampe puas, kan jarang bunda meluk anak bujang bunda kayak gini" tolak shinta dan angga hanya berdecak mendengarnya.

Devano Anggara ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang