43 | bawa pulang

620 51 6
                                    

New York adalah kota impian untuk beberapa orang yang tidak tinggal di Amerika Serikat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


New York adalah kota impian untuk beberapa orang yang tidak tinggal di Amerika Serikat. Nyatanya, New York bukan sepenuhnya surga. Karena itulah El sempat ragu untuk membiarkan adik sematawayangnya menimba ilmu di sini. Tapi jika uang berbicara, tentu siapapun bisa mendapatkan lingkungan dan fasilitas hidup yang mewah.

Buktinya, banyak apartemen mewah di New York. Kalau memiliki uang cukup banyak untuk mendapatkan akomodasi terbaik, New York yang kotor di banyak sudut ini justru bisa membuat adiknya mendapatkan beberapa memori indah di masa menuju dewasanya.

Tak disangka, ternyata New York yang awalnya El hindari ini menjadi tempat yang mempertemukannya lagi dengan Searis Amaya.

Dadanya bersorak-sorai. Akhirnya takdir berpihak padanya. Di sisi lain, ternyata Aris masih membencinya. Itu membuat hatinya terbeban. Dia bingung harus bagaimana mendapatkan lagi kepercayaan Aris. Harus bagaimana membuat perempuan itu mau memberi satu kesempatan lagi?

"Kak, nggak apa-apa?" terdengar suara adiknya menyapa.

El berkedip, terbuyar dari pergumulan batinnya. "Ya."

Rynka memasang senyum meyakinkan. "Jangan khawatir, Kak. Pelan-pelan aja. Pasti Kak Aris akan luluh juga kalau Kakak gigih."

Ucapan Rynka membuat El merasa geli. Tahu apa adiknya itu tentang memperjuangkan cinta?

"Jangan sok tau kamu. Udah, nggak usah ikut musingin urusan Kakak. Kamu siapin mental aja untuk sekolah di sini. Inget, belajar yang serius, jangan maen-maen apalagi kebanyakan party-party nggak jelas," El menasihati halus. "Sesekali boleh, tapi jangan dijadikan gaya hidup terus-menerus."

"Iya, Ryn minat belajar serius kok di sini. Ryn pengen pinter supaya bisa bantu Kakak jalanin Tanucorp. Ryn kan mau jadi anak berguna." Rynka pura-pura merengut. "Tapi ... gimana Ryn nggak ikut musingin Kakak sama Kak Aris. Ryn kan pengen kalian bersatu."

El tersenyum samar. "Berharap dia bisa maafin Kakak itu sah-sah aja. Bahkan Kakak senang kamu bisa suka sama dia juga. Tapi Kakak nggak mau pikiran kamu jadi dipenuhi sama calon kakak ipar kamu dan bukannya studi kamu. Inget, Oma dan Opa udah tua. Bukannya mau ngasih beban, tapi akan lebih baik kalau kamu bisa wisuda selama Oma dan Opa masih ada di dunia."

Rynka menghela napas. "Kakak nih ... emangnya Ryn bakalan se-lalai apa sih sama kuliah? Ryn nggak obsesi ke Kak Aris kok. Cuma ... apa ya? Ngefans dan berharap bisa lebih deket sama dia aja."

"Kakak tau. Kamu udah bahas itu berkali-kali. Rasa bersalah kamu sekaligus rasa terimakasih kamu ke dia nggak akan begitu aja dia maafkan atau terima. Saran Kakak, lain kali kalau kamu kebetulan papasan sama dia di kampus, jangan terlalu menekan dia, jangan maksain interaksi. Cukup sapa dan senyum aja supaya dia tau kalau calon adik iparnya itu anaknya sopan. Jangan lewatin batas. Kalian di sini sama-sama untuk membangun masa depan, prioritaskan itu ya Ryn."

Rynka berdecak pelan lalu tersenyum malas. Kemudian dia menatap ke luar jendela mobil. New York sore ini tidak terlalu macet. Bangunan-bangunan tampak indah dengan warna-warnanya yang kalem dan estetik. Mobil sewaan yang dikendarai oleh sopir sewaan ini beberapa kali melewati titik-titik yang didiami oleh para tunawisma, membuat Rynka meringis dalam hati.

Cake & CakeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang