24 | banana cake

772 49 2
                                    

Melakukan kegiatan dapur dengan Aris biasanya adalah sesuatu yang sangat menantang-sulit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Melakukan kegiatan dapur dengan Aris biasanya adalah sesuatu yang sangat menantang-sulit. Tapi kali ini berbeda, El malah kuatir melihat Aris lebih banyak diam dan melamun, tidak berisik, tidak banyak tingkah.

Kue pisang sudah matang-masih panas-loyangnya baru dikeluarkan dari oven. Aris yang biasanya langsung bersorak girang dan mencuil kue sebelum penyajiannya rampung sekarang malah tampak tak tertarik. Padahal dapur itu telah dipenuhi aroma manis yang paling Aris sukai.

Meninggalkan pekerjaan setengah-setengah adalah hal yang tak El sukai, jadi dia memutuskan untuk menyelesaikan semua sebelum bertanya apa-apa. Dia mengambil satu mangkuk dan mencampur cream cheese, mentega, bubuk espresso, dan garam. Setelah semua tercampur rata, El memasukkan gula halus perlahan-lahan, mengocok adonan dengan sabar. Kemudian permukaan mangkuk itu dibungkus dengan wrapping plastic dan dia menyisihkannya. Sekitar dua jam dari sekarang, kue akan beradaptasi dengan suhu ruang dan Aris akan bisa menikmati mocha banana cake-resep kue yang pertama kali dia kreasikan sendiri setelah lulus SMA.

Apronnya telah kotor dengan tepung, jadi El menanggalkannya. Kemudian dia membereskan meja lalu mencuci tangan. Dia menghembuskan nafas kecil melihat Aris masih saja melamun.

"Ada yang mau kamu ceritain?" tanya El akhirnya.

Terbuyar dari lamunannya, Aris memberi senyum setengah hati. "Nggak."

"Bener?"

Raut wajah El membuat Aris menimbang-nimbang. "Gue dapet pesan semalem."

"Dari siapa, cowok gila itu?" Suasana hati El langsung berubah, wajahnya mengeras.

"Bukan ih," jawab Aris sewot. "Heran, pikirannya selalu langsung ke Sean aja. Naksir ya?"

Ledekan itu tak El tanggapi. "Jadi, pesan dari siapa?"

Mereka berhadapan, dengan Aris yang duduk di kursi tinggi dengan dua tangan di kitchen island, sedangkan El berdiri di seberangnya dengan dua tangan memegang kitchen island tapi tubuhnya tak menempel di sana.

"Dari Sierra," jawab Aris hampir berbisik, pandangannya turun. "Dia nanya 'yakin lo nggak pulang?' Gitu doang sih. Tapi nggak gue bales. Gue yakin sebenernya dia nggak mau gue pulang juga, cuma basa-basi aja tuh." Aris mengamati wajah El, saat El belum mengatakan apa-apa, Aris melanjutkan, "Gue nggak pengen pulang tapi kadang gue kepikiran ... apa kepergian gue nggak sepenuhnya bener? Gimana pun juga, Sierra adik gue dan dia masih kecil, sebagai kakak seharusnya gue selalu ada di sampingnya, apalagi mumpung dia masih di Indonesia. Nggak lama lagi kan dia harus ke U.S untuk mulai kuliah."

Tak langsung menyahut, El menilik mata Aris seolah mencari sesuatu. "Kamu mau pulang?" Terlihat Aris bergulat dengan rasa ragu sebelum memberi satu gelengan. "Yakin? Gakpapa kalo mau pulang, saya tau, pasti kamu kangen rumah." Bagaimanapun juga, ini pertama kalinya Aris benar-benar meninggalkan rumah dan jauh dari siapapun yang akrab dengannya sebelum ini.

Cake & CakeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang