47 | boleh ya, sayang?

1.6K 54 24
                                    

Setelah malam tiga tahun lalu itu, tak ada hal lain yang kerap terputar di pikiran El selain ekspresi kecewa Aris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah malam tiga tahun lalu itu, tak ada hal lain yang kerap terputar di pikiran El selain ekspresi kecewa Aris.

Alam bawah sadarnya seakan ingin menghukumnya karena telah menjauhkan satu-satunya wanita yang bisa membuatnya paling bahagia. Wanita yang tulus dan rela mencicip satu ketidaknyamanan ke ketidaknyamanan lain, semua hanya demi dirinya bisa bersama El.

El tidak hidup dalam delusi. Dia juga tahu mendapatkan maaf dari Aris tidak akan jadi sesuatu yang mudah. Tapi setelah bertemu kembali, bertatapan, lalu mendengar sendiri bahwa Aris tidak keberatan menjalani cinta satu malam ... mental El jadi lebih jatuh. Tampaknya Aris sudah begitu nyaman dengan kesendiriannya. Tampaknya Aris sama sekali tak sudi memulai lagi cerita lama mereka dari awal.

Tapi dia tak bisa menyerah. Dia tak boleh menyerah. Ya kan? Kalau bukan Aris, siapa lagi? Dia tak menginginkan siapapun. Hanya Aris. Harus Aris.

Mata bulat nan hitam itu menatapnya sendu. Membuat ulu hatinya terasa diiris-iris.

"Gue nggak punya energi untuk berdebat," mulai Aris pelan. Suaranya lemah tapi penuh keyakinan. Senyumnya getir tapi matanya tegas. "Sama kayak lo yang udah pasti nggak punya waktu banyak untuk dibuang sia-sia. Jangan buang-buang waktu lo untuk nyariin gue, untuk ngobrol sama gue, apalagi untuk mencoba memulai hubungan lagi. Kita udah bertumbuh. We grew apart, and it made us grew as people. Lo punya nama keluarga lo untuk dihidupi, perusahaan raksasa untuk dijalankan. Dan gue punya masa depan untuk gue perbaiki."

"Saya nggak sedang buang-buang waktu. Bicara sama kamu bukan waktu yang terbuang sia-sia. Kamu tau nggak? Justru ngobrol sama kamu kayak gini, bahkan mandangin kamu dari jauh saja ... itu adalah waktu yang saya habiskan dengan tepat; adalah waktu kesukaan saya." Terpancar kesungguhan hati di kedua manik El. "We grew apart, then I fixed the things that were wrong with me. Saya berani menunjukkan batang hidung ke kamu gini karena sudah yakin kalau kali ini saya bisa jadi pria yang pantas untuk kamu."

"Stop—"

"Kamu yang stop. Saya belum selesai," El menyela. "Terakhir, saya bisa menjalankan perusahaan di samping kamu yang menata masa depan. Semua akan lebih baik kalau kita berdampingan. Kamu tau itu kan? Saya akan melakukan apapun untuk bikin kamu bahagia, dan kamu akan membuat dunia ini jadi lebih cerah untuk saya."

"..."

"Satu dan dua hal membuat kita sama-sama harus menjalani kehidupan baru. Ya kan? Kamu yang harus jauh-jauh ke sini, beribu kilometer dari Indonesia sekaligus dari ketenaran yang dulu jadi sumber kebahagiaanmu. Lalu saya yang harus menghapus semua pengetahuan saya tentang kopi dan kue demi menenggelamkan diri ke dunia bisnis tiada ampun. Kita adalah korban waktu yang diam-diam menyembunyikan bom dahsyat. Bukankah akan lebih baik kalau kita bersama? Bergandengan, saling memeluk ... baik di saat suka atau duka."

Aris termenung sejenak, menata kalimat yang akan dilontarkannya. "Gue nggak tau gimana baiknya. Gue nggak tau apakah titik kehidupan gue ini bisa lebih baik dengan bersama lo, atau justru malah bakalan memburuk. Gue nggak mau gambling. Percuma kemakan janji tapi dalam hati lo nggak ada kesungguhan—"

Cake & CakeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang