41 | momen ini

714 60 10
                                    

Kalau ditanya sudah berapa kali dia memimpikan momen ini, mungkin jawabannya adalah puluhan juta kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalau ditanya sudah berapa kali dia memimpikan momen ini, mungkin jawabannya adalah puluhan juta kali. Tiga tahun ini El menghabiskan begitu banyak waktunya untuk memikirkan Aris. Entah saat baru bangun tidur, saat sarapan, di mobil dalam perjalanan menuju kantor, di tengah rapat penting atau saat dia tengah menandatangani dokumen penting, bahkan tepat sebelum dia tidur ... dia sering mencuri sepersekian detik untuk mengingat Aris.

Dari semua belahan dunia, El tak menyangka pertemuan ini akan terjadi di sini, saat ini, ketika dia sedang mengantar adiknya untuk memulai hidup baru di Amerika Serikat.

Masih seperti dulu, Aris mempesonanya. Sempat membuatnya mematung beberapa lama karena kecantikannya yang memukau. Rambut pendeknya membuatnya terlihat lebih segar. Pakaiannya terdiri dari kemeja yang mencapai paha, blazer berwarna coklat, serta celana jins pendek yang tersembunyi di balik kemeja.

Wanita itu terlihat sehat. Terlihat bahagia. Terlihat ... baik-baik saja.

"Bisa kita bicara berdua?" tanyanya memohon. Sekilas dia memperhatikan tas-tas yang ditenteng oleh lelaki di sebelah Aris.

"No.," sahut Elliot tegas.

"I wasn't talking to you," respons El.

Huh, situasi ini sangat tidak mengenakkan.

"El." Aris membelakangi El untuk menatap Elliot sepenuhnya. "Nggak apa-apa. Sebentar aja kok. Setelah itu, aku langsung samperin kamu lagi ya. Kamu duduk aja di sana sambil liatin. Dia teman lama," jelas Aris halus. Kemudian dia menunjuk ke salah satu kursi beton yang terletak di pinggir jalan umum itu. "Aku juga nggak mau lama-lama di sini, jadi aku akan beresin secepat mungkin, ya?"

El membeku mendengar panggilan itu Aris gunakan untuk lelaki asing itu. Apa-apaan?...

Awalnya terdapat penolakan di tatapan Elliot, tapi setelah mengamati ekspresi memohon Aris, akhirnya dia melunak. "Oke. Tapi nggak lama-lama ya?" katanya sambil melirik sinis pada El.

"Nggak akan lama kok," Aris meyakinkan untuk terakhir kali. Setelah itu, Elliot melenggang pergi menuju kursi yang Aris tunjuk tadi. Tentunya sesudah mengirim sorot sengit pada El yang menatapnya datar.

"Siapa dia?" pertanyaan El datang ketika Elliot sudah tampak duduk. Nada El terdengar ketus.

Aris menghempas cekalan El. "Bukan urusan lo."

El menaikkan satu alis. "Gaya bicara kamu sama dia nggak kayak gitu."

Decakan malas disuarakan oleh Aris. "Terus? Lo kan bukan dia. Cara gue ngomong sama lo dan dia pasti akan beda lah."

Pertanyaan lebih besar muncul dalam dada El. Siapa lelaki itu sampai-sampai Aris memberi pengecualian sebesar ini? Apalagi melihat kelembutan Aris pada pria itu—begitu pula kelembutan pria itu pada wanitanya. Tapi dia harus menyimpan beribu pertanyaan ini untuk lain kali. Jangan sampai pertemuan pertama mereka malah menjadi pertengkaran, apalagi di depan umum begini.

Cake & CakeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang