Chapter 33. He Left Me Alone

4.1K 445 94
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Saat ini, Karina baru saja terbangun dari tidurnya yang tidak lelap. Ia mengerjap sesaat, setelah mendengar pergerakan yang ada di dalam kamar.

Karinapun segera bangkit. Ia mengerjap melihat seorang laki-laki yang duduk di tepi kasur dan membelakanginya. Laki-laki itu terlihat memegang sesuatu di tangannya, sepertinya segelas kopi.

"Evan??"

Karina memanggil nama suaminya, sembari memperhatikannya dari belakang.

Evan menyahuti, namun hanya dengan gumaman. Ia tidak menengok ataupun berusaha melihat Karina.

"Semalem kemana?" tanya Karina.

Evan terdiam sesaat. Ia meletakkan gelas kopinya di atas nakas, kemudian berdiri.

"Ada urusan," jawab Evan, sembari berjalan ke arah lemari pakaian.

"Evan-"

"Ini masih pagi, Karina, aku belum pengen ngobrol sama kamu."

Tak sempat Karina berucap, Evan sudah keburu menghentikannya. Laki-laki itu mengambil handuk dari lemari, kemudian berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka.

Karina di atas kasur hanya bisa terdiam sambil memperhatikan Evan. Evan sudah masuk ke dalam kamar mandi dan tak lagi terlihat di pandangannya.

Kaina menelan ludah. Apa ini? Karina tahu Evan masih marah padanya, namun apakah dirinya pantas diperlakukan seperti ini sekarang? apakah Karina harus terus-terusan memohon dan menurunkan egonya sekarang?

Karina berdecak kesal. "Bangs*t," umpatnya pelan. Ia merasa dirinya sudah cukup sabar dan bahkan rela mengalah. Ia sudah minta maaf pada Evan ketika mereka berdebat kemarin, namun Evan malah semakin bersikap acuh padanya.

"Ck." Kalau begini ceritanya, lebih baik tak usah ia pedulikan laki-laki itu, batinnya.

Kini karina turun dari kasur dan langsung mengambil bathrobe nya. Ia akan ke dapur dan membuat teh terlebih dahulu sebelum memulai aktivitasnya hari ini.

***

Setelah sarapan selesai, Karina dan Evan berjalan keluar dari rumah. Sedari tadi belum ada obrolan diantara mereka berdua.

Karina masuk setelah supir membukakan pintu mobil untuknya. Ia menghela nafas pelan dan menunggu suaminya duduk di sampingnya.

Setelah itu, mobil mulai melaju menuju ke kantor. Karina melipat kedua tangannya di depan. Ini semua benar-benar menyebalkan.

Jika Evan memang memilih untuk tak berbicara dengannya, maka Karina juga bisa melakukannya. Ia tidak membutuhkan Evan untuk menjalani aktivitasnya. Jika Evan memiliki keinginan untuk berbaikan dengannya, maka ia hanya akan menunggu laki-laki itu memulai pergerakan.

Ting!

Ponsel Karina berbunyi. Ia melihat nama seseorang yang sejak pagi tadi sudah ia kirimi pesan.

Orang itu adalah Mery. Karina sudah janjian akan makan siang bersama Mery ketika jam istirahat nanti. Ia butuh seseorang untuk meluapkan keluh kesahnya.

***

"It's f*cking annoying."

Saat ini, Karina sudah berada di sebuah restoran bersama sahabatnya, Mery. Keduanya duduk berhadapan.

"Gua ngomel-ngomel karena gua peduli sama dia, sama karir dia, mungkin gua salah karena bawa-bawa Yohanes, tapi kan gua ngomong gitu karena gua mau dia lebih hebat dari kakaknya, gua mau yang terbaik buat dia Mer!"

Mery yang sedari tadi mendengarkan kini mengangguk-angguk. Ia meminum lemon tea nya dan tersenyum kecil.

"Ngerti, sebenernya kalo menurutku, kalian berdua cuma lagi emosi aja sih, jadi gak bisa ngobrol baik-baik," tuturnya.

mysaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang