Chapter 31. My Power as Wife

4.5K 503 77
                                    

Setelah hampir lima belas menit berada di dalam, seorang perempuan akhirnya keluar dari ruangan HRD.

Wajah perempuan itu kini sembab, kedua matanya terlihat merah. Semua itu disebabkan karena ia baru saja meluapkan kesedihannya, atas penurunan jabatan yang ia alami dengan begitu tiba-tiba.

Dian mulai melangkah, hendak kembali ke arah ruangan kerjanya. Ia masih akan tetap bekerja di tempat yang sama, hanya saja kini sebagai staf biasa, dan bukan sebagai sekretaris dari atasannya.

Sambil berjalan, Dian menggigit bibirnya kencang, tidak menyangka semua perjuangannya untuk bisa menjadi sekretaris Evan kini terbuang sia-sia karena kelancangannya sendiri, kelancangan untuk mencampuri urusan personal bosnya tersebut.

Dian seharusnya berpikir dua kali sebelum melakukannya. Ia tidak seharusnya ceroboh seperti ini dalam hidupnya.

Ketika melewati pintu ruangan pantry, Dian seketika berhenti. Ia melihat pintu tersebut yang terbuka, dan memunculkan seorang perempuan dari balik sana.

Jantung Dian seketika berdebar kencang. Kedua matanya bertemu dengan kedua mata Mia, rekan kerjanya yang sudah membuat Dian mengalami semua ini sekarang.

"Lo harusnya berterima kasih sama gua, Dian, gua udah ngasih lo keringanan," ucap Mia, sambil berjalan mendekati Dian.

Perempuan itu melipat kedua tangannya di depan. "Kalo gua jahat, gua pasti gak cuma bikin lo kehilangan jabatan, tapi juga kehilangan pekerjaan."

Mia mendekatkan wajahnya dan berucap dengan pelan sambil mengangkat alisnya.

"Bilang apa?" tanya Mia.

Dian seketika menelan ludah. Ia sudah tidak punya keinginan untuk melawan perempuan ini. Mia jelas-jelas jauh lebih berkuasa dibanding dirinya yang hanya merupakan karyawan biasa di kantor ini.

"M-makasih, Mia," ucap Dian akhirnya.

Senyuman puas langsung tersungging di bibir Mia. Ia berjalan pergi menuju ke ruang kerjanya. Hari ini mungkin adalah hari terbaik baginya, sebab ia bisa merasakan kepuasan menjadi kekasih dari seseorang yang memiliki kekuasaan.

Sementara perempuan yang ia tinggalkan kini hanya bisa terdiam. Dian tak tahu lagi harus bagaimana. Ia takut salah lagi mengambil tindakan dan membuat kondisinya semakin parah.

Maka dari itu, Dian akan menuruti saja mulai sekarang. Ia akan membiarkan Mia melakukan apapun padanya asalkan dirinya masih bisa bekerja di kantor ini.

***

"Good morning!"

Di ruang kerja, Dian yang sudah kembali di meja kerjanya, mendengar suara Shella yang baru datang dan masuk ke dalam.

Ruangan divisi ini sudah dipenuhi hampir semua karyawan, dan kini sudah lengkap setelah Shella datang.

"Udah siang Shel," celetuk salah satu karyawan pada Shella.

"Hehe, masa si? perasaan gua tadi berangkat masih gelap."

Shella berucap sambil duduk di kursi kerjanya. Ia melihat ke arah Dian, teman kerjanya tersebut sedang fokus ke layar komputer dan tak menatapnya.

Apakah Dian sedang bad mood? batinnya.

Tak lama, ada seorang karyawan yang membuka pintu ruang divisi. "Tim intinya pak Evan udah dateng semua?"

Shella menengok, begitupula dengan Mia.

"Udah lengkap," jawab Shella.

"Ke ruangannya pak Evan sekarang ya, ditunggu."

mysaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang