***
Mengendap-endap, Lalisa masuk ke rumah dinas ayahnya. Rumah itu berada di atas tanah milik kemiliteran, namun bangunannya tersudut, jauh dari bangunan lainnya. Berjarak beberapa kilometer dari markas besar, kantor tempat sang ayah bekerja. Penjaga banyak berjaga di pintu depan, namun siapa yang berani melarang putri sang jendral itu masuk?
Dengan hati-hati, sembari membawa semua barang belanjaannya, Lisa masuk ke dalam rumah dinas itu. Akan menyelinap masuk ke dalam kamarnya lalu berpura-pura sudah berada di sana sejak lama. Namun baru dua langkah ia menyelinap melewati pintu depan, kaki sang ayah muncul, berdiri di depan putrinya, memotong jalan sang putri dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya.
"Hehe..." sadar kalau ia tertangkap basah, Lisa terkekeh. "Selamat malam, ayahku sayang," senyumnya mengembang, sembari menunjukan barang bawaannya. "Tokonya ternyata lebih jauh dari perkiraanku, jadi aku terlambat," susulnya, membuat-buat alasan.
"Aku belum mengatakan apapun," kata Teo, mengomentari alasan-alasan konyol yang diucapkan putrinya. "Darimana kau hari ini? Aku dengar kau diajak makan malam seorang pria? Kau pergi dengan pakaian seperti itu?" tanyanya, yang kemudian mengulurkan tangannya, meraih belanjaan yang dibawa putrinya, bermaksud untuk membantu Lisa membawa barang-barang itu ke kamarnya di lantai dua.
"Ah... Tidak," geleng Lisa, mengoper belanjaannya lantas berjalan masuk ke dalam rumah. "Aku pergi menemui Soohyuk oppa dan temannya. Teman Soohyuk oppa baru dapat panggilan wamilnya, dan dia panik, sampai menangis," ceritanya.
"Lalu kau berhasil menenangkannya?" tanya Teo dan putrinya menggeleng.
"Aku tidak menenangkannya, aku mencoba reverse psychology padanya," kata Lisa, naik ke lantai dua dan membiarkan ayahnya mengekor. "Aku menyuruhnya pindah kewarganegaraan saja, kalau tidak mau pergi wamil," ocehnya. Ia buka pintu kamarnya, mempersilahkan ayahnya untuk masuk ke sana, menaruh belanjaannya di sana. "Oh... Dan tadi aku ingin pulang ke barak, tapi tidak punya baju bersih," susulnya. "Aku harus mencuci besok pagi, sebelum berangkat," keluhnya.
"Mau aku bantu mencuci?"
"Sungguh? Appa mau membantuku?"
Teo terkekeh melihat sikap putrinya itu. Ia meletakan barang belanjaan Lisa di lantai kamarnya, mengusap rambutnya lantas bertanya bagaimana kabar putra sulungnya pada si bungsu. "Oppa baik, makin terkenal dan menyebalkan. Tadi... Ada perempuan memarahiku, katanya aku melecehkan Soohyuk oppa. Katanya, meski aku fansnya, aku tidak boleh merangkul dan memeluknya seperti itu. Dan yang lebih parahnya lagi, Soohyuk oppa hanya terkekeh melihatku diperlakukan begitu. Memang akhirnya dia memberitahu perempuan itu kalau aku adiknya, tapi dia tertawa lebih dulu! Dia tertawa dulu, dan setelah puas, baru dia membelaku. Kakak macam apa itu," cerita Lisa, yang duduk di atas karpetnya, sembari melepaskan kaus kakinya.
Hampir satu jam, sang ayah berdiri di ambang pintu kamar putrinya, dengan tangan di dalam saku, mendengarkan Lisa mengoceh sembari membersihkan wajahnya. Berbincang, membicarakan Soohyuk juga ibunya. Teo penasaran, bagaimana kabar mantan istrinya, yang sampai hari ini menghindar darinya. Selain masalah putra dan putri mereka, Teo juga mantan istrinya tidak lagi bicara. Perang yang pernah Teo ikuti, rasa-rasanya kalah sengit jika dibandingkan dengan perang dingin antara dirinya dengan mantan istrinya itu.
Sedang itu, di tempat lain. Soohyuk tiba di rumah sebelum tengah malam. Ibunya ada di sana, duduk di meja makan sembari membaca sesuatu di tabletnya. Mendengar kedatangan Soohyuk, wanita itu menoleh. "Bagaimana dengan Lisa?" tanyanya, sedang sang putra menghampirinya ke meja makan. Menunduk untuk memeluk bahunya.
"Dia baik," jawab Soohyuk. "Tapi tidak bisa mampir karena besok pagi harus bekerja," susulnya. Meski sang ibu tahu, alasan sebenarnya Lisa menolak untuk mampir.
Soohyuk dan ibunya kini tinggal di sebuah apartemen. Tempatnya luas, jelas mewah. Selain Soohyuk yang menghasilkan banyak uang, ibunya pun sama. Wanita itu kini bekerja sebagai seorang penulis naskah drama. "Mau melihat fotonya?" tawar Soohyuk dan pria itu duduk di sebelah ibunya, menunjukan beberapa foto yang mereka ambil tadi. "Eomma, kau merindukannya, iya kan?" susul Soohyuk, sedang sang ibu masih memegangi handphonenya, masih melihat-lihat foto putrinya di sana.
"Kenapa dia memakai pakaian seperti ini?" tanya sang ibu heran. "Ayahnya tidak membelikannya pakaian? Belikan adikmu pakaian, kenapa dia jauh-jauh datang ke sini dengan pakaian seperti ini?" komentarnya.
"Itu pakaianku, dia tidak sempat mengganti seragamnya tadi. Dia datang dengan seragamnya jadi aku meminjamkan pakaianku. Pakaian itu harusnya untuk syuting," katanya. "Lagi pula, appa memanjakannya. Appa masih memberinya uang saku, banyak uang saku," tambah Soohyuk.
"Tentu saja dia harus begitu. Gaji tentara tidak seberapa besar. Adikmu pasti kesulitan kalau hanya mengandalkan gajinya," balas sang ibu, terus membicarakan Lisa sampai malam jadi semakin larut dan kantuk pun datang. "Saat adikmu datang lagi, belikan dia pakaian. Nanti akan eomma ganti uangnya, belikan saja dulu," pesan sang ibu, yang selanjutnya berkata kalau ia akan pergi tidur sekarang.
Lalu, beberapa hari setelahnya, Soohyuk berkendara. Pergi bersama seorang wanita, mengunjungi adiknya di kamp militernya. Ia menelepon begitu tiba, bersama kekasihnya menunggu di tepi jalan, di dalam mobilnya. "Sudah lama aku tidak bertemu adikmu," gadis yang duduk di sebelah Soohyuk, membuka mulutnya. "Saat dia datang beberapa hari lalu, kenapa oppa tidak memberitahuku?" tanyanya kemudian.
"Aku pun tidak tahu dia datang. Jiyong yang memintanya datang," kata Soohyuk, yang hari ini datang untuk mengantar beberapa pakaian baru. Pakaian yang ibunya belikan untuk si bungsu, juga beberapa produk riasan.
Tidak lama mereka menunggu, terlihat seorang seragam berlari kecil menghampiri mobil. Lalisa berlari, melambaikan tangannya, datang pada kakaknya yang kemudian keluar dari sana. "Hai eonni, lama tidak bertemu," sapa gadis itu, sengaja memeluk kekasih Soohyuk yang datang dengan jaket juga topinya. Mereka bertukar sapa di trotoar itu, Lisa ingin mengajak keduanya masuk namun keduanya menolak. Soohyuk enggan masuk ke markas militer, sebab itu membuatnya ingat pada bulan-bulan pertama wajib militernya.
"Sungguh tidak mau menyapa appa? Dia sedang marah di dalam. Kalau oppa datang, dia mungkin akan berhenti marah. Setidaknya menunda emosinya?" tawar Lisa.
"Aku tidak bisa menemui ayahmu dengan pakaian seperti ini. Dia tidak akan menyukainya," geleng Naeun dan Lisa memperhatikannya, dari atas sampai bawah.
"Appa akan menerimanya, siapapun yang Soohyuk oppa suka, appa akan menerimanya, sungguh," bujuknya. "Bahkan kalau Soohyuk oppa mengajak pria sekali pun. Oh! Mengajak Jiyong oppa lalu bilang mereka berkencan, aku rasa appa tidak akan terkejut. Kemarin aku pergi dengan mereka berdua dan... Augh! Eonni, jangan pergi dengan mereka berdua, kau hanya akan ditinggalkan sendirian. Mereka suka membicarakan sesuatu yang hanya mereka berdua yang paham, orang lain tidak bisa terlibat, menyebalkan," adu Lisa, tetap berdiri di sebelah mobil kakaknya, mengoceh sementara Soohyuk mengeluarkan beberapa tas belanja yang kemarin ibunya bawa ke rumah.
Meski membujuk, Soohyuk tetap menolak untuk mampir. Ia akan langsung pergi bersama kekasihnya setelah meninggalkan barang-barang belanjaan itu. Meninggalkan Lisa dengan banyak tas belanjanya, lantas berpamitan untuk langsung pergi. Soohyuk buat adiknya kebingungan, dengan semua barang belanjaan yang kini harus ia bawa masuk ke dalam. Kalau tahu barang belanjaannya akan sebanyak itu, Lisa tidak akan berjalan ke gerbang depannya.
"Letnan Kim!" seorang dari pos penjagaan menghampiri Lisa, memberi hormat selayaknya anak buah pada umumnya. "Anda butuh bantuan untuk membawa semuanya masuk?" tawarnya kemudian, setelah Lisa membalas hormat si prajurit.
"Bisa membantuku membawanya ke mobil tanpa ketahuan yang lainnya?" tanya Lisa, yang jelas disanggupi oleh prajurit itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Post It
Fanfiction"Apa G Dragon single?" Kwon Jiyong berkata, mengulang pertanyaan dari Eric Nam yang memandu acara talk show hari ini. Ia mengigit bibirnya, dengan alis bertaut. Bukan karena gugup, bukan karena takut, tidak juga sedang mencari-cari alasan untuk meng...