Bagian III : 42

760 138 5
                                        

***

Kwon Jiyong akan mengantar kekasihnya pulang setelah beberapa jam gadis itu tidur di studionya. Hari sudah hampir siang sekarang, namun di tempat parkir, Lisa tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia sandarkan dirinya ke pintu mobil yang akan Jiyong buka untuknya, lantas menatap pria yang sekarang menaikan alisnya.

"Oppa," katanya sembari menatap lawan bicaranya. "Aku canggung kalau oppa terus membukakan pintu untukku, boleh oppa berhenti melakukannya? Mungkin kalau aku sedang membawa banyak barang, oppa bisa melakukannya, aku akan memintamu melakukannya, tapi tanganku kosong sekarang," senyumnya.

"Aku tidak boleh melakukan apa yang ingin aku lakukan?" Jiyong membalasnya dengan sebuah pertanyaan. "Kau mungkin tidak tahu, karena tidak pernah berkencan," pria itu melanjutkan ucapannya sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Mendengar ucapannya, mata Lisa membulat dan alisnya terangkat. Gadis itu sedikit terkejut dengan ucapan Jiyong barusan. "Aku harus melakukannya, membukakan pintu untukmu, mengambilkanmu minum, melayanimu," susulnya, masih belum cukup mudah untuk bisa Lisa pahami.

"Kenapa?"

"Agar kau tidak menyesal sudah memakai bertahun-tahun waktumu untuk menyukaiku," kata Jiyong. "Terima saja, kebaikanku," susulnya, yang menyentuh ujung hidung gadis di depannya kemudian menggeser sedikit bahunya agar ia bisa membukakan pintu mobil untuknya.

Lisa mendengus, namun tetap melangkah masuk ke dalam mobil itu. Tetap juga berterima kasih karena dibukakan pintu. Namun ketika Jiyong akan menutup pintunya, dengan ujung sepatunya, Lisa menahan pintu itu agar tetap terbuka. "Oppa tidak ingin memakaikan seat belt-ku juga? Sekalian," katanya, justru membuat Jiyong terkekeh, lantas melakukannya, memakaikan seat belt-nya.

Perjalanan tidak berlangsung lama, begitu tiba di gedung apartemen Soohyuk, Lisa melangkah turun. "Hari ini aku akan naik taksi ke rumah ayahku," kata Lisa sebelum menutup pintu mobil Jiyong, sedang kekasihnya tetap duduk di kursi kemudi. Tidak turun dan membukakan Lisa pintu, sebab begitu yang Lisa inginkan.

"Maaf, aku tidak bisa mengantarmu, aku benar-benar sibuk," kata Jiyong dan Lisa mengangguk.

"Oppa sudah sering meluangkan waktu untukku akhir-akhir ini. Aku sampai bergantung padamu belakangan ini," angguk Lisa. "Kali ini aku ingin naik taksi ke rumah ayahku. Nanti setelah aku sampai, aku akan meneleponmu," susulnya. "Meskipun aku menangis saat meneleponmu, jangan datang. Tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku. Aku hanya sakit dan aku akan sembuh," pesan gadis itu, yang terdengar sedikit mengganggu bagi Jiyong.

"Kenapa aku tidak boleh datang? Padahal kekasihku menangis?"

"Karena jaraknya jauh. Kalau oppa memaksa datang, saat oppa sampai, aku pasti sudah selesai menangis, sudah lelah dan tidur, jadi percuma saja oppa menyetir sejauh itu," santai Lisa. "Hatiku bergetar setiap kali oppa menyebutku kekasihmu, aku jadi gugup," katanya kemudian.

"Lalu, kapan aku boleh menyetir ke sana?"

"Saat oppa tidak sibuk dan kebetulan merindukanku, datang lah, kapan pun," jawab Lisa.

Sebentar mereka berbincang di depan lobby gedung apartemen itu. Lantas Lisa melambai ketika mobil Jiyong melaju pergi, dan baru setelah mobil itu tidak lagi terlihat, ia menghela nafasnya. Senyumnya lenyap sekarang. Ia tahu akan ada keributan besar di rumah kakaknya nanti.

Lisa datang untuk mengemasi barang-barangnya, lalu berencana pergi dari sana. Sudah ia putuskan, dirinya akan kembali tinggal dengan ayahnya. "Kalau aku tidak mencobanya, aku tidak tahu aku bisa tinggal di sana atau tidak," yakinnya, sembari menunggu lift membawanya ke rumah Soohyuk. "Yang pasti aku tidak bisa tinggal di sini, aku harus keluar dari sini," terus ia yakinkan dirinya sendiri.

Sampai ia tiba di rumah kakaknya, hanya ada Soohyuk di ruang tengah, duduk di sofa seolah sedang menunggunya. Seolah tahu kalau ia akan pulang. Lisa tidak mengatakan apapun ketika melihat Soohyuk duduk di sana, tidak ia tanya dimana ibunya sekarang, tidak juga ia sapa kakaknya itu.

Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar tidurnya, ke dalam kamar tamu yang dipakainya. Akan ia kemasi barang-barangnya. Lisa sudah memegang ranselnya, akan memasukan pakaiannya ke dalam sana, ketika Soohyuk masuk dan menutup pintu kamarnya. Soohyuk masuk, untuk menyuruh Lisa meminta maaf pada ibu mereka dan tentu saja Lisa menolaknya.

"Kau akan terus begini?" ketus Soohyuk, akan memarahi adiknya. "Kau bukan lagi anak-anak! Tidak bisakah kau bersikap seperti orang dewasa?!" katanya.

"Kalian pernah menganggapku dewasa?" balas Lisa, balas menatap kakaknya meski ia harus mendongak untuk melakukannya. "Ingat apa yang eomma dan oppa katakan ketika eomma dan appa bercerai? Kami sudah lama memikirkannya dan kami rasa ini yang terbaik untuk keluarga kita, eomma dan appa akan bercerai-"

"Saat itu kau memang masih kecil! Saat itu kau juga tahu betapa buruknya hubungan eomma dan appa! Kenapa kau masih merengek karena perceraian itu?! Dewasalah!" potong Soohyuk.

"Aku tidak tahu! Aku tidak pernah tahu betapa buruknya hubungan mereka! Apa ada dari kalian yang memberitahuku?! Kalian semua, tidak satupun dari kalian semua yang memberitahuku! Kalian hanya menyuruhku duduk lalu menerima keputusan kalian!" Lisa balas berteriak. "Bahkan kemarin, oppa tidak bertanya padaku kemana aku akan pergi. Begitu datang, kau menyuruhku tinggal di sini. Eomma merindukanmu dan appa sudah mengizinkannya, untuk sementara kau tinggal di rumahku—itu yang oppa katakan! Eomma ingin aku tinggal disini dan appa mengizinkannya lalu aku harus tinggal di sini? Bagaimana dengan keinginanku? Bagaimana dengan pendapatku? Oppa tidak peduli, oppa tidak pernah peduli," Lisa yang kesal memukul dada bidang kakaknya, melampiaskan emosinya yang selama bertahun-tahun tertahan. Emosi yang sebelumnya tidak pernah keluar dari mulutnya.

Sama seperti Lisa, Soohyuk pun kesal siang ini. Ia harusnya pergi bekerja namun tidak bisa melakukan apapun karena ibu dan adiknya. Sama seperti Lisa yang punya banyak luka dihatinya, Soohyuk pun memilikinya. Mereka semua terluka, mereka semua kesakitan. Hubungan yang menyakitkan itu, sayangnya tidak bisa diputus begitu saja.

"Bagaimana bisa kau berkata begitu?" sinis Soohyuk, saking marahnya, tidak lagi bisa ia tinggikan suaranya. Ia tidak lagi bisa berteriak, membentak adiknya sekarang. "Aku tidak peduli padamu? Lalu, apa kau peduli padaku? Selain memikirkan dirimu sendiri, apa kau pernah memikirkan keluargamu? Apa kau pikir hanya dirimu yang terluka karena perceraian itu? Aku, ibumu, ayahmu, kita semua terluka karenanya! Kau tidak tahu?!" wajahnya sekarang merah padam. Ketika para penggemarnya bilang ia mempesona saat marah, mereka tidak akan bilang begitu ketika melihat Soohyuk benar-benar marah seperti sekarang. Jangankan menikmati pesonanya, melihatnya pun mungkin mereka enggan, sama seperti Lisa yang sekarang memalingkan wajahnya. Menghindari tatapan kakaknya.

"Kami semua terluka tapi hanya kau yang merengek kesakitan dan melampiaskan emosimu seperti sekarang, kau tidak tahu itu?!" marah Soohyuk belum berhenti. "Pergilah kalau kau ingin pergi, aku tidak akan lagi menahanmu," susulnya. "Aku tidak akan lagi memintamu melakukan ini dan itu, pergilah. Lakukan semua yang kau mau, sekarang tidak akan ada lagi yang melarangmu, apapun yang kau lakukan, aku tidak peduli lagi," ketus pria itu, lantas meninggalkan Lisa sendirian di dalam kamar tamu itu, membiarkan adiknya mengemasi barang-barangnya dan pergi dari sana.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang