Bagian II : 27

791 143 3
                                    

***

Enam hari sudah Lalisa Kim tinggal di rumahnya. Namun jadwal yang padat membuat Jiyong tidak bisa terlalu sering mengunjunginya. Gadis itu pun tidak menghubunginya, sekali pun. Entah ia sudah membeli sebuah handphone baru atau belum. Jiyong khawatir, tentu ia penasaran apa yang sedang Lisa lakukan di rumahnya. Namun sayang, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghubungi gadis itu. Membatalkan jadwal padatnya untuk pulang sekalipun rasanya hampir mustahil.

Namun, begitu ada kesempatan, ia bergegas pergi ke Galleria Foret. "Aku belum selesai di sini, tunggu lah lima belas menit-" di agensi, managernya berkata begitu. Tepat setelah mereka menyelesaikan pertemuan tentang musik baru yang akan dirilis.

"Aku akan pulang naik taksi, santai saja," ucapnya, sembari bergegas mengemas barang-barangnya.

"Untuk apa naik taksi? Bawa saja mobilnya," komentar sang manager, lantas mengoper kunci mobil Jiyong yang sedari pagi ia bawa.

"Ah! Aku lupa, aku pikir aku datang dengan scooter tadi," kata Jiyong kemudian. "Thank you, sampai bertemu besok," susulnya yang kemudian bergegas pergi.

Pria itu melangkah ke tempat parkir. Tempat mobilnya biasa diparkir. Dalam langkahnya, ia membuat jadwalnya sendiri. Ia harus mulai bekerja lagi besok siang, hingga ia punya waktu setidaknya dua puluh jam di Galleria Foret—jika tidak ada sesuatu yang mengganggunya.

Baru saja Jiyong selesai mengira-ngira jadwalnya, ketika sebuah suara menegurnya, itu Soohyuk, yang baru saja tiba di agensi. "Hei, mau makan malam bersama-"

"Tidak," geleng Jiyong. "Aku punya janji lain malam ini. Pergilah dengan yang lainnya, tanpaku, bye!" serunya, sengaja menepuk bahu Soohyuk lantas melarikan diri dari sana.

"Apa dia sedang menghindariku? Atau dia punya pacar?" heran Soohyuk, menatap punggung temannya yang sekarang menghilang dari balik pintu utama. Kwon Jiyong terlihat terburu-buru.

Tiba di unit apartemennya, Jiyong melihat Lisa baru saja tiba di sana. Dari mobilnya, ia lihat Lisa melangkah ke lobby, membawa dua kantong belanja dengan sebelah tangannya. Sedang sebelah lainnya sibuk menatap layar handphone. Gadis itu sedang melakukan panggilan video, ketika mobil Jiyong lewat dibelakangnya, akan pergi ke tempat parkir.

Jiyong pikir, Lisa tidak menyadari kehadirannya, namun nyatanya gadis itu menoleh ke arah mobilnya, sedikit melambai sebelum kemudian fokus lagi pada panggilan videonya. "Temanku yang memberiku tempat tinggal," ucap Lisa, pada seorang dalam teleponnya. Melapor pada siapa ia melambai.

"G Dragon?" pria yang Lisa ajak bicara lewat telepon bertanya dan gadis itu menganggukan kepalanya.

"Saat pertama kali tiba di sini, aku tidak punya pilihan lain selain menghubunginya dan sekarang aku menyesal karena minta bantuannya," cerita Lisa, masih sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift.

"Kenapa?"

"Dia tidak melihatku sebagai wanita lagi sekarang," katanya. "Dia melihatku dalam situasi yang paling buruk. Paling rendah. Lalu dia bilang, ayolah tidak perlu bersikap malu begitu, aku oppamu—augh! Sial sekali. Dia tidak memberiku kesempatan, untuk muncul sebagai seorang wanita di depannya. Dia tidak akan menyukaiku," keluhnya.

"Kalau kau tahu begitu, sudahi perasaanmu," jawab santai pria dalam panggilan video itu.

"Kalau itu mudah, aku tidak akan menyukainya hampir seumur hidupku," balas Lisa. "Aku pasti sudah berkencan dengan banyak pria dan tidak akan hamil-"

"Kau hamil?" suara G Dragon terdengar, membuat Lisa terkejut lantas menjatuhkan handphonenya. Buru-buru menginjak handphone itu hingga layarnya pecah lalu mati.

Lisa menatap lurus ke depan, menatap pada G Dragon yang ada di depan lift. Akan melangkah masuk namun terkejut dengan kata-kata yang tidak sengaja ia dengar. Lisa tidak menduga, Kwon Jiyong akan muncul secepat itu. Seberapa cepat pria itu memarkir mobilnya? Lisa keheranan namun tidak ada waktu untuk memikirkannya.

Di dalam rumah, Lisa diminta untuk duduk di sofa, sedang yang memintanya duduk berdiri di tengah-tengah ruang tengah. Kwon Jiyong terus melangkah, membuat Lisa harus menoleh ke kanan dan kiri untuk mengikuti langkah pria itu dengan matanya. Tangannya berkacak pinggang, sesekali menatap kesal pada Lisa. Berkali-kali pria itu bertanya—apa Lisa sungguhan hamil?—namun dirinya tidak sampai hati mendengar jawaban gadis itu. Jiyong tidak ingin mendengar jawabannya. Sebab kalau Lisa bilang iya, hatinya mungkin akan hancur.

"Kenapa diam saja?! Kau dipulangkan karena hamil?!" bentak Jiyong, membuat Lisa harus meremas sisi-sisi celananya sendiri.

Keringat keluar dari dahinya, telapak tangannya pun basah karena keringat, namun Jiyong seolah tidak menyadarinya. Pria itu pun terkejut, juga marah. "Dengar dulu-"

"Kau bilang kau menyukaiku tapi hamil dengan pria lain? Apa menurutmu itu lucu?! Itu masuk akal?!" heran pria itu, membuat nafas Lisa jadi semakin sulit untuk ditarik. Suara Jiyong hampir jadi terlalu keras untuk bisa Lisa atasi. "Siapa pria itu? Tidak. Tidak perlu memberitahuku siapa pria itu, tapi apa kau gila?! Apa yang kau lakukan di sana hanya- tidak, apa kau tidak bisa setidaknya membeli kondom?! Apa saja yang kau lakukan di sana sampai hamil?! Sekarang bagaimana kalau orangtuamu tahu?! Bagaimana kalau Soohyuk tahu?! Kenapa kau melibatkanku-"

"Ya! Pria jahat! Sialan! Tidak bisa kah kau diam?!" potong Lisa, akhirnya meledak. Suaranya yang keluar dari mulut Lisa, kini bukan lah suara gadis kecil yang Jiyong kenal. Melainkan suara Letnan Kim yang mengingatnya pada masa-masa wajib militernya. Letnan kejam yang membuatnya dan prajurit lain berlari sampai hampir mati di ladang ranjau darat.

Jiyong membeku di tempatnya, sedang Lisa menatap kesal padanya. Sebentar mereka berdua sama-sama diam, bertukar tatap dan tanpa sadar Kwon Jiyong terintimidasi oleh gadis yang duduk di depannya. Tatapannya terlalu marah, untuk bisa Jiyong atasi.

"Dengarkan ceritaku dulu," suara Lisa akhirnya kembali melemah, layaknya gadis kecil yang Jiyong kenal sedari lama. "Aku memang hamil, aku pernah hamil, tapi sekarang tidak lagi," susul gadis itu sementara pria di depannya tetap berdiri, mengigit bibirnya sendiri agar tidak berkomentar.

"Kau mengugurkannya? Ayah bayi itu memaksamu melakukannya? Ya!" tanya Jiyong dan pria itu berteriak karena Lisa melemparnya dengan bantal sofa, tepat mengenai kepalanya.

"Oppa! Tolong, jangan berlebihan! Jangan membayangkan apapun dan dengarkan saja ceritaku! Aku tidak akan bicara kalau kau tidak berhenti bicara!" amuk Lisa, kesal karena pria di depannya tidak juga memberinya banyak kesempatan untuk menjelaskan.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang