Bagian II : 38

762 130 4
                                    

***

Kim Ovkin yang membukakan pintu ketika Jiyong berkunjung pagi ini. Seperti biasanya, keduanya bertukar sapa dan Jiyong mengulurkan sebuah tas bekal pada wanita itu. Berkata kalau ibunya yang memintanya memberikan beberapa lauk itu pada keluarga Soohyuk.

Lepas berterima kasih, Jiyong dipersilahkan untuk masuk. Sebentar mereka berbasa-basi, sampai Soohyuk keluar dari kamarnya setelah ia membanting lagi pintu kamar mandinya. "Oh? Kau ke sini?" kata Soohyuk setelah ia melihat Jiyong. "Lisa pergi ke rumahmu, tapi kalau kau ke sini-"

"Lisa pergi kemana?" Jiyong menyela ucapan Soohyuk.

"Adikmu pergi ke rumah Jiyong?" ibunya ikut bertanya dan Soohyuk menganggukan kepalanya.

"Kalian belum bertemu?" tanya Soohyuk, sebab Jiyong kelihatan bingung sekarang. Pria itu sengaja datang karena ingin menemui Lisa, namun gadis itu justru sudah lebih dulu pergi. "Ada barangnya yang tertinggal di mobil Jiyong, dia ingin mengambilnya dulu sebelum menemui temannya," kata Soohyuk, sedikit berbohong pada ibunya setelah Jiyong berpamitan. Rasanya masih sulit mengatakan kalau adiknya menyukai sahabatnya, terlebih setelah semalam ia bilang kalau Lisa menangis karena ditolak.

Sedang di tempat lain, dalam laju mobilnya menuju ke rumah, Jiyong menelepon Lisa. Mereka tidak boleh berselisih jalan lagi sekarang. "Dimana kau sekarang?" tanya Jiyong tepat setelah Lisa menjawab panggilannya.

"Halte dekat rumahmu," kata Lisa. "Dari sini, bagaimana aku bisa ke rumahmu? Berjalan kaki?" tanyanya kemudian.

"Jangan ke rumahku," kata Jiyong. "Cari cafe yang sudah buka di dekat sana, aku akan ke sana," susulnya kemudian.

Dua puluh menit Lisa menunggu di minimarket, satu-satunya tempat yang sudah beroperasi pagi ini. Ia duduk sembari menikmati segelas minuman dinginnya. Menatap ke dinding kaca besar di depan matanya. Menunggu mobil Jiyong berhenti di sana, di tepi jalannya.

Begitu dilihatnya mobil pria itu menepi, Lisa keluar dari minimarketnya. Ia langkahkan kakinya, lalu masuk ke dalam mobil itu. Memperhatikan Jiyong yang duduk di kursi pengemudi. "Oppa tidak seperti seorang yang baru bangun tidur," kata Lisa, sembari melirik jam di pergelangannya.

"Siapa yang bilang aku baru bangun tidur?" balas Jiyong, juga balas memperhatikan gadis yang baru saja masuk itu. "Aku dari rumahmu, tapi kau sudah pergi," katanya kemudian.

"Ah... Aku tidak tahu," kata Lisa, yang kemudian mengulurkan minumannya tadi. "Mau? Atau perlu aku belikan yang baru? Aku jadi sungkan karena oppa sudah ke sana. Aku belikan yang baru saja, tunggu sebentar," tambahnya, akan keluar, kembali ke minimarket namun Jiyong menahannya.

Jiyong pegang pergelangan tangan Lisa, menahan gadis itu agar tidak pergi, memandangi wajahnya, melihat dari ujung rambut sampai ujung kakinya, juga mendorong lengan pakaian Lisa, ingin melihat pergelangan tangannya. "Kenapa? Ada apa?" Lisa bertanya, karena Jiyong terlihat seolah sedang mencari sesuatu di tubuhnya. Sedang menyelidikinya.

"Kenapa kau tidak menjawab teleponku semalam? Soohyuk bilang kau menangis semalam, terjadi sesuatu semalam?" tanya Jiyong, setelah tidak ia temukan apa yang dikhawatirkannya. Lisa terlihat baik-baik saja pagi ini.

"Ahh... Aku sudah tidur saat oppa meneleponku," jawab Lisa. "Semalam ada suara benturan yang keras sekali. Aku terkejut sampai menangis, tapi setelah itu aku minum obat dan tidur. Memang jadwalnya minum obat, setelah makan malam. Selain itu, aku baik-baik saja," katanya, lantas melepaskan pegangan Jiyong dari tangannya. Menepuk-nepuk punggung tangan pria itu untuk meyakinkannya.

Jiyong mendengus, berkata kalau Lisa harusnya langsung meneleponnya saat bangun. Mengeluh karena ia luar biasa khawatir sepanjang malam. "Whoa... Oppa mengkhawatirkanku?" kata Lisa setelah mendengar keluhan-keluhan itu. "Tidak bisa dibiarkan, oppa harus menikahiku, jadi aku akan terus ada di sisimu
dan tidak membuatmu khawatir lagi," santainya.

Mata Jiyong membulat mendengarnya. Selanjutnya, ia tatap gadis di sebelahnya dengan tatapan kesalnya. Mendapatkan reaksi itu, Lisa hanya tersenyum. Terkekeh lalu mengaku kalau dirinya hanya bercanda. Maka setelah itu, Jiyong hanya mampu menghela nafasnya.

Handphone Jiyong bergetar di saat itu. Ia raih handphonenya, melihat sebuah panggilan masuk dari managernya di sana. Managernya menelepon, mengingatkan Jiyong kalau pukul sembilan nanti pria itu harus mulai bersiap untuk pertemuannya. Lepas menelepon, ia menoleh pada gadis di sebelahnya, bertanya, "aku ada urusan sebentar lagi, kau ingin aku antar pulang dulu?" katanya.

Sebentar Lisa terdiam, lalu pelan-pelan ia gelengkan kepalanya. Rumah Soohyuk tidak terasa nyaman baginya. Karena itu ia keluar begitu pagi sekarang, beralasan akan menemui Jiyong tepat setelah ia bangun. "Aku akan melakukan sesuatu di sekitar sini saja, oppa pergilah," katanya, namun pria di sebelahnya tidak membiarkannya pergi begitu saja.

"Kemana kau akan pergi? Apa yang akan kau lakukan di sekitar sini?" tanyanya, tanpa bermaksud mengekang gadis itu. Hanya penasaran, sebab rasanya ia akan terus khawatir sepanjang hari kalau membiarkan Lisa pergi begitu saja.

"Uhm... Belum tahu, tapi aku-"

"Selain rumah oppamu, kau ingin pergi ke suatu tempat? Aku akan mengantarmu," potong Jiyong.

Lisa sempat berfikir, namun tidak ada tempat yang ingin dikunjunginya. "Aku jadi merindukan Galleria Foret sekarang," gumamnya pelan. "Tidak ada tempat yang bisa aku kunjungi. Sebelum pergi bertugas, apa yang biasanya aku lakukan?" susulnya. Tidak punya rumah dan tidak juga punya kesibukan benar-benar jadi perpaduan yang sulit untuk dilalui.

"Kalau begitu, ikut saja bersamaku," kata Jiyong, yang tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya langsung mengemudikan mobilnya kembali ke jalanan.

"Kemana?" gadis itu bertanya.

"Bekerja," santai Jiyong. "Kalau kau lelah, kau bisa pulang naik taksi atau tidur di mobil. Daripada duduk sendirian di minimarket, lebih baik ikut denganku," katanya.

Lisa tidak menolaknya. Namun tidak juga terlihat bersemangat. Ia memakai seat belt-nya, duduk tenang di tempatnya sembari melihat keluar mobil. "Hari ini aku langsung pergi ke rumahmu begitu bangun," cerita Lisa sementara Jiyong masih mengemudikan mobilnya. "Ibuku dan Soohyuk oppa memperlakukanku dengan baik di rumah, tapi rasanya canggung sekali. Aku juga tidak ingin terlihat sakit di depan mereka. Rasanya jadi menyesakkan. Aku ingin pulang ke rumahku, rumah ayahku, sepertinya di sana lebih nyaman. Tapi dia tinggal di rumah dinas. Aku belum ingin melihat tentara, aku jadi merasa harus bekerja kalau melihatnya. Tapi oppa pun tahu, aku belum bisa bekerja sekarang," katanya.

Tanpa sempat ia sadari, Jiyong mengulurkan tangannya. Mengusap rambut gadis di sebelahnya. "Untuk hari ini, ikut saja denganku, aku tidak punya rencana bertemu oppamu hari ini, kau tidak perlu berpura-pura baik," katanya, yang tanpa sadar telah membuat jantung lawan bicaranya meledak diam-diam.

"Aku belum keramas," pelan Lisa.

"Ya!" Kwon Jiyong menarik tangannya, ingin sekali ia memukul gadis yang sekarang terkekeh di sebelahnya.

"Aku bercanda, aku sudah keramas, oppa tidak bisa merasakannya? Coba usap lagi. Aku sudah keramas, tadi pagi, sungguh... Coba usap lagi," katanya, menarik tangan Jiyong untuk kembali mengusap rambutnya. "Halus kan? Aku sudah keramas, sebelum ke rumahmu tadi. Tapi, kenapa oppa ke rumah Soohyuk oppa hari ini?" tanyanya kemudian, kali ini sembari menahan tangan Jiyong agar tetap menyentuh puncak kepalanya.

"Minta maaf."

"Kenapa? Pada siapa?"

"Padamu," kata Jiyong. "Maaf kemarin aku menyebalkan," susulnya. "Semua yang terjadi kemarin membuat suasana hatiku berantakan, dan aku melampiaskannya padamu. Maaf," akhirnya.

"Hanya itu?"

"Ada hal lain yang ingin kau dengar?"

"Oppa tidak sekalian mengajakku berkencan?" tanya Lisa namun Jiyong terdiam. Tidak langsung menjawabnya. "Aku masih harus menunggu? Baiklah, aku tidak akan mendesakmu. Pakai waktu sebanyak yang oppa butuhkan," susulnya karena tetap diabaikan.

"Aku pikir kita sudah melakukannya kemarin," balas Jiyong setelah beberapa menit Lisa menutup mulutnya.

"Aku boleh menganggapnya begitu?" sekarang, Lisa yang dibuat kebingungan.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang