Bagian III : 49

633 128 7
                                    

***

Ia begitu antusias hari ini. Meski dirinya tidak akan jadi pusat perhatian, meski orang-orang hanya akan melihatnya sebagai seorang anak dari keluarga berada yang kebetulan berhasil membeli undangan premiere filmnya, Lisa tetap bersemangat untuk datang ke acara itu. Ingin ia lihat Margot Robbie dari dekat, ingin juga ia tonton film tentang karakter favoritnya saat kecil. Entah sudah berapa tahun Lisa tidak pergi ke bioskop, tidak ia ingat kapan terakhir kali dirinya menonton film dilayar besar itu.

Saking antusiasnya, ia datang lebih dulu dari orang-orang lain. Ia datang hampir dua jam sebelum acaranya di mulai, ketika orang-orang masih bersiap untuk acara itu. Ia sedikit gugup, khawatir traumanya akan kambuh hari ini. "Tidak, aku tidak akan kambuh, ini Barbie, bukan film tentang perang, bukan film action, aku akan baik-baik saja," sembari menggenggam kuat-kuat obatnya, ia meyakinkan dirinya sendiri.

Semuanya baik, sampai ia bertemu dengan ibunya, dengan Soohyuk juga dengan Naeun. Sampai mereka berbincang sebentar sebelum film di putar. Sampai Soohyuk mengenalkan Lisa pada Margot, semuanya lancar. Lisa menikmatinya, sangat menikmatinya sampai ia lupa tentang keadaannya. Namun setelah semua lampu dimatikan dan film diputar, rasa takut tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan.

Alih-alih menikmati filmnya, Lisa justru merasa terancam. Ia jadi awas pada sekelilingnya. Merasa seolah ada bahaya yang mengingainya dalam kegelapan itu. Biasanya Lisa tidak takut pada kegelapan. Bahkan di rumah barunya, ia baik-baik saja meski tidak menyalakan lampu. Namun berada di ruangan besar yang penuh manusia, dalam keadaan gelap, membuatnya mengingat bagaimana suasana di pengungsian ketika malam.

Debar jantungnya tidak beraturan, dan jadi semakin kencang dari biasanya. Ia mulai gugup, dirinya mulai merasa sesak. Ibunya duduk di deret yang sama dengannya, meski berjarak beberapa kursi di sebelahnya. Kini, Lisa tidak bisa menikmati lagi filmnya. Ia rogoh tas kecilnya. Sengaja ia bawa tas kecil itu hari ini, agar semisal situasinya mulai tidak terkendali seperti sekarang, ia bisa dengan mudah meraih obatnya.

Seperti dalam trailer filmnya, yang sebenarnya sudah Lisa tonton sebelumnya. Barbie mengatakan kalau kakinya tidak lagi berjinjit dan para Barbie lainnya berteriak. "Flat feet!" seorang Barbie berkata, lalu Barbie-Barbie lainnya menjerit. Adegan itu tidak menakutkan, suaranya bahkan tidak sekeras dalam film action, tapi suara itu membuat Lisa menjatuhkan obatnya. Suara itu membuat Lisa tidak bisa menahan dirinya. Ia ketakutan, luar biasa takut hingga tidak bisa bernafas.

Buru-buru, karena takut ketahuan, gadis itu berlari meninggalkan kursinya. Ia sudah berusaha untuk tidak mengganggu penonton lainnya, namun ketakutan membuatnya hampir tidak bisa mengendalikan diri. Di tangga menuju pintu keluar, ia tersandung. Ia jatuh berlutut, berdiri lagi, terjatuh lagi, berdiri lagi dan akhirnya berhasil keluar dari teater itu. Di luar, sembari berpegangan pada dinding, ia melarikan diri.

Sekali lagi ia terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Seorang petugas bioskop melihatnya, akan membantunya, namun tidak bisa ia terima bantuan itu. Ketika tangan si petugas terulur padanya, ia lihat tangan kosong itu membawa senjata. Delusi membuatnya semakin panik, semakin ketakutan. Pada pria yang tidak ia kenal itu, ia memohon untuk dilepaskan, memohon agar tidak disakiti, memohon agar dibiarkan hidup.

Petugas bioskop tadi melangkah mundur, kebingungan karena reaksi Lisa yang berlebihan. Sembari menyeret kakinya, menyeret juga tasnya, Lisa berlari masuk ke dalam toilet. Masuk ke dalam biliknya dan mulai muntah begitu melihat closet-nya. Terus ia keluarkan makanannya hari ini dengan tubuh yang bergetar hebat. Sampai ia dengar suara khawatir ibunya.

Ovkin menoleh ketika Lisa melarikan diri dari teater tadi, melihat putrinya pergi dengan gerakan tidak normal, lantas mengikutinya sampai ke toilet. Langsung merangkulnya, bertanya apa yang terjadi pada Lisa, menepuk-nepuk punggungnya. Lisa menangis semakin hebat, "jangan bunuh aku! Tolong! Aku mohon, biarkan aku hidup!" dengan wajahnya yang pucat pasi, ia ketakutan, terus memohon pada Ovkin yang sekarang mematung. Sang ibu berusaha memeluk putrinya, ikut menangis karena khawatir, ikut ketakutan karena cemas. Lama Ovkin berusaha, menahan Lisa yang memberontak dalam pelukannya, terus mengatakan kalau semuanya baik-baik saja. Butuh waktu lama, sampai akhirnya Lisa lelah dan menyerah, tersedu lantas membalas pelukan ibunya.

Tidak bisa ia katakan apapun sekarang. Tidak ada penjelasan yang bisa Lisa katakan, gadis itu hanya bisa menangis. Duduk di lantai toilet, sembari tersedu-sedu dalam pelukan ibunya. "Tidak apa-apa Lisa, eomma di sini, tidak apa-apa sayang, kau akan baik-baik saja, eomma di sini," hanya itu yang bisa Ovkin katakan untuk menenangkan putrinya, sampai Naeun berlari masuk dan melihat mereka berdua di lantai toilet.

Meski sempat bingung, dan hampir panik, Naeun menelepon managernya, memintanya menyiapkan mobil di pintu terdekat. Ia juga menyuruh kekasihnya yang menunggu di depan toilet untuk segera masuk. Di punggungnya, Soohyuk menggendong adiknya yang hampir pingsan. Sang ibu berjalan di sebelah mereka, memegangi tangan putrinya. Sedang Naeun memimpin, menunjukan jalan menuju mobil. Hari itu juga, Lisa dibawa ke rumah sakit.

"Telepon ayahmu, suruh dia ke sini sekarang," Ovkin memberi perintah, setelah putrinya dibaringkan di ranjang, diperiksa dan ditangani.

Dokter sudah memberitahu apa yang terjadi ketika itu, mengatakan kalau Lisa perlu diobservasi lebih lama karena menunjukkan gejala serangan panik. Gadis itu juga diberi obat penenang, lantas dibiarkan berbaring sampai infusnya habis.

Butuh empat jam sampai Teo tiba di sana. Ia berada jauh di luar kota, meski dirinya langsung mengemudi pulang ketika mendengar keadaan putrinya, Teo tidak punya pintu kemana saja. Ia tetap butuh waktu untuk sampai ke rumah Soohyuk.

Lisa diizinkan untuk pulang setelah sadar, namun Ovkin bersikeras membawa gadis yang masih lesu itu ke rumahnya. Efek obat penenang membuat Lisa tidak bisa menolak. Tiba di rumah, Lisa dibiarkan kembali tidur. Dengan begitu cemas, Ovkin menemani putrinya. Terus memegangi tangan putrinya, khawatir Lisa akan ketakutan lagi kalau ia tinggalkan.

Begitu Teo datang, pertengkaran hebat terjadi. Sementara Lisa dibiarkan tidur, Ovkin memaki mantan suaminya, menyalahkan Teo atas apa yang terjadi pada putri mereka. Karena tidak ingin terlibat dalam pertengkaran itu, Soohyuk menyelinap masuk ke dalam kamar ibunya-tempat Lisa dibiarkan tidur.

Lisa sudah duduk di ranjang ketika Soohyuk masuk. "Mau aku minta mereka untuk melakukannya di tempat lain? Agar kau bisa kembali tidur?" tanya Soohyuk, karena Lisa sudah terlihat lebih baik sekarang, tidak lagi sepucat sebelumnya.

Gadis itu menggeleng, lantas merentangkan tangannya meminta Soohyuk memeluknya. Sang kakak menurut, ia hampiri adiknya kemudian memeluknya. Mengusap-usap rambutnya sembari mendengar bagaimana kacaunya Ovkin berteriak di luar. Bagaimana ibu mereka memaki sang ayah.

"Kau harusnya beristirahat, tapi apa ini? Mereka berisik sekali, iya kan?" komentar Soohyuk, setelah ia melepaskan pelukannya, lantas menutup telinga adiknya dengan kedua tangannya.

"Tidak apa-apa, aku sudah merasa lebih baik sekarang," kata Lisa, melepaskan tangan Soohyuk dari telinganya. "Dimana handphoneku? Aku ingin pulang," susulnya, meski tahu kalau keinginannya itu akan sulit dikabulkan. "Kalau begitu, katakan pada mereka aku ingin bicara berdua dengan appa," pinta Lisa, sebab Soohyuk menyuruhnya untuk menginap, melarangnya untuk pulang bahkan mengambil handphonenya. Soohyuk pikir, Lisa akan menelepon taksi untuk pulang kalau ia memberikan handphonenya. Sahabatnya Kwon Jiyong sama sekali tidak terlintas di pikiran Soohyuk sekarang.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang