Bagian I : 10

1.2K 186 6
                                    


***

Seratus prajurit di kumpulkan di depan hutan yang terlihat cukup rimbun. Tidak ada jalan manusia di hutan itu, rumput-rumput di atas tanahnya, tumbuh tinggi karena memang dirawat untuk tumbuh. Pepohonannya rimbun, membuat hutan itu kelihatan gelap juga lembab. Cukup menakutkan, terlebih ketika Lisa bilang ada banyak ranjau darat dan jebakan di dalam sana.

Untuk latihan kali ini, semua prajurit diminta untuk masuk ke dalam hutan itu. Mereka disuruh mencari Letnan Lee Joon di pos jaga, di dalam hutan itu. Nantinya, dua orang pertama yang berhasil menemukan Lee Joon akan diberi hadiah masing-masing dua hari libur tambahan.

"Syarat dalam latihan kali ini, hidup. Hanya orang hidup yang bisa dapat hadiah," tegas Letnan Kim. "Lalu, regu yang berhasil kembali dalam keadaan lengkap, juga akan diberi hadiah," ucapnya kemudian.

"Bagaimana kami tahu, kami masih hidup atau sudah mati?" tanya seorang prajurit, setelah Lisa memberi ruang pada mereka untuk bertanya.

"Kau akan tahu saat merasakannya," santai Lisa. "Ah! Dan kalian tidak bisa kembali kalau belum bertemu Letnan Lee," susulnya kemudian.

Latihan itu di mulai dan baru beberapa meter para prajurit memasuki hutan, suara ledakan sudah mulai terdengar. Suaranya keras, sangat keras bak ledakan bom sungguhan. Itu adalah ranjau darat, yang sudah dimodifikasi. Tidak lagi berisi bahan peledak, namun diisi cat merah layaknya permainan paintball. Di beberapa titik juga ada jebakan beruang, jebakan yang akan menjepit kaki jika terinjak, namun tidak lagi berbahaya. Lalu ada lubang-lubang yang sudah ditutupi rumput, lubang-lubang kamuflase yang akan mengurung prajurit jika tidak berhati-hati.

Kwon Jiyong sangat menginginkan hadiah itu-libur tambahan. Ia luar biasa menginginkannya, sama seperti prajurit-prajurit lainnya. Sementara di bibir hutan Letnan Kim asyik mencari kelinci, di dalam hutan itu Kwon Jiyong berusaha keras menemukan Letnan Lee Joon yang ada di dalam sana.

Lewat handie talkie-nya, Lalisa berkata, "Letnan Lee, sudah ada yang menemukanmu?" tanyanya, sembari memperhatikan Yoon Doojoon dan Yang Yoseob menangkap seekor kelinci. Ada banyak kelinci di sana, tidak benar-benar dipelihara namun jika sempat, Lalisa dan beberapa tentara lain biasa meninggalkan sekotak wortel di sana, di beberapa titik hutan, dekat lubang kelincinya.

"Belum," jawab pria yang Lisa ajak bicara. "Belum ada satupun prajurit yang mendekat ke sini," susulnya.

"Kalau kelinci? Ada kelinci di dekatmu?"

"Kau hamil ya? Kenapa sangat ingin kelinci hari ini?"

"Jangan menyebar rumor, aku mana mungkin hamil. Tidak seorang pria pun berani mendekatiku," keluh Lisa lewat handie talkie-nya. Berbeda dengan walkie talkie, handie talkie butuh izin untuk penggunaannya, dengan jangkauan frekuensi yang jauh lebih luas, cocok untuk latihan mereka hari ini.

"Mana ada yang berani kalau kau menendang mereka?" balas Lee Joon. "Memelototi mereka lalu menghukum mereka?" balas Letnan Lee, namun sebuah suara lain muncul dalam frekuensi itu.

"Berhenti mengobrol. G Dragon terluka, dia ada di... Uhm... Titik berapa ini? Dia masuk lubang... Uhm... Lubang tiga? Atau empat?" ucap Kim Jisoo, seorang dokter militer yang bekerja di divisi kesehatan. Wanita itu ada di dalam tenda, memperhatikan setiap sudut hutan lewat rekaman dari kamera hutan yang dipasang pada beberapa pohon.

"Lubang tiga atau empat? Jarak mereka dua kilometer," tanya Lisa, akhirnya melangkah masuk ke dalam tenda untuk melihat sendiri rekamannya. "Oh... Lubang tiga," katanya, yang kemudian melihat keluar, akan menyuruh seseorang untuk menjemput G Dragon namun tidak ada seorang pun yang senggang di sana. Para sersan sudah bersiap untuk berperang, akan menembaki prajurit di dalam sana dengan peluru warna.

"Pelda Yoon, lupakan kelinci- oh! Dapat satu! Yeay!" serunya, yang kemudian buru-buru memeluk kelinci itu, berkata padanya untuk menunggu sebentar sampai ia kembali bersama prajuritnya nanti. "Masukan ke dalam kandang, lalu pimpin pasukan perangnya. Sersan Yong, ikut aku menjemput pasien," susulnya, yang kemudian meninggalkan Kim Jisoo di tenda untuk pergi menjemput G Dragon.

"Tunggu! Lisa!" Kim Jisoo berteriak dari dalam tenda, membuat Lisa berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya. "Prajurit lain sudah menyelamatkannya," kata Jisoo. "Sepertinya G Dragon tidak di rundung," susulnya.

"Memang siapa yang bilang dia di rundung?" balas Lisa, melangkah kembali masuk ke dalam tenda, untuk melihat keadaan teman dari kakaknya itu, untuk melihat keadaan pria yang disukainya itu. "Mereka berhasil keluar dari lubang? Tidak buruk. Awasi terus, prajurit lainnya juga," susulnya, sembari memijat bahu Jisoo. Jisoo tidak sendirian, mana mungkin matanya bisa memperhatikan seratus orang sekaligus. Tenda itu berisi penuh dengan orang-orang yang memperhatikan rekaman kamera hutan, memperhatikan para prajurit yang dilepas di sana.

"Aku suka sekali melihat mereka ketakutan," kata Jisoo, dengan tangan Lisa yang masih ada di bahunya.

"Lucu, iya kan? Menggemaskan," komentar Lisa, ikut menonton. Melihat pria yang ia sukai berhasil keluar dari lubang lalu melangkah bersama teman-teman satu regunya dengan kaki pincang. Lisa tahu kaki Jiyong sempat cidera dan sepertinya cidera itu makin parah sekarang. "Setelah latihan ini, luangkan waktumu untukku, okay?" pinta Lisa yang selanjutnya keluar dari tenda, kembali melihat-lihat rekan kerjanya di luar.

Di tengah hutan, Kwon Jiyong berteriak karena terkejut. Beberapa kali terdengar ledakan dari ranjau darat, lalu sekarang, suara peluru dari senapan juga terdengar. Beberapa prajurit berteriak kaget, sama seperti yang G Dragon lakukan. Mereka terkejut, mereka panik, sebab para senior membuat suasananya persis bak di medan perang. Serangan datang bertubi-tubi, tanpa peringatan. Mau tidak mau, mereka pun kini mengangkat senjatanya.

"Lupakan saja hadiah utamanya," kata Im Siwan yang kali ini memimpin regunya, regu delapan. "Kita incar saja hadiah kelompoknya," susulnya, memaksa kesembilan anggota regunya untuk tetap bersama. Berada dalam situasi siaga, menghindari ranjau darat dan jebakan lainnya.

"Sepertinya aku tahu dimana pos jaganya," ucap Jiyong. "Ada kamera di sini," katanya, menunjuk beberapa kamera yang merekam mereka. Bekerja sebagai publik figur membuatnya terbiasa dengan kamera, membuatnya sadar akan keberadaan kamera-kamera itu. "Tidak ada jalan di sini, tidak ada petunjuk juga, kamerannya pasti mengarah ke pos jaga," ide pria itu, mengatakan kalau mereka harus berjalan ke arah kamera-kamera itu. Mengikuti kamera-kamera itu untuk memandu mereka ke pos jaga.

Mereka berhasil tiba di sana, meski bukan yang pertama. Di pos jaga, setidaknya ada empat puluh orang sudah berbaris. Berdiri berdasarkan regu masing-masing, namun tidak satu pun regu datang bersepuluh. Begitu tiba, seorang sersan meminta mereka berbaris, tentu sembari berteriak. Lalu sampai Letnan Lee berdiri di depan Im Siwan.

"Oh, ini regu pertama yang datang bersama-sama," kata Lee Joon, sedang seorang Pembantu Letnannya melangkah ke sebelah Siwan, berjalan kebelakang, memperhatikan satu persatu tubuh prajuritnya.

"Dua orang tertembak di bahu, tiga orang menginjak jebakan, sepuluh orang berhasil menghindari ranjau darat, sepuluh orang hidup," lapor si Pembantu Letnan, di susul Letnan Lee yang bertepuk tangan. Regu delapan adalah regu pertama yang seluruh anggotanya selamat dalam misi itu. Meski tidak satupun dari mereka mendapat hadiah tambahan hari libur, setidaknya mereka berhasil hidup dalam misi hari ini.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang