Bagian II : 24

879 149 25
                                    

***

Ketika membuka matanya, Lalisa menemukan mata Kwon Jiyong, sedang memandanginya. Selama beberapa detik mereka berbalas tatap, sampai gadis itu. "Kenapa oppa terus melihatku? Oppa menyukaiku?" tanya gadis itu, dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur.

Jiyong ada di sebelah ranjang ketika ia bangun. Pakaian pria itu berbeda dari sebelumnya. Ia mengenakan kaus berlengan pendek, dengan celana pendek sebatas lutut. Hampir tanpa aksesoris, selain dua cincin di jemarinya dan sebuah jam tangan karet di pergelangannya. Kacamata tersampir di atas kepalanya, di sela rambutnya. Sedang tangannya menggenggam handphone.

"Tsk..." Jiyong berdecak. "Mana mungkin," katanya, yang selanjutnya berpaling, menyuruh Lisa untuk bangun dan makan malam.

"Lagi?" tanya Lisa, perlahan ia bergerak bangun. Duduk di ranjang sembari menahan sakit luar biasa di punggungnya. Ia baru saja kembali dari medan perang, dengan bom yang menyambut kepergiannya, ditambah beberapa hari terombang-ambing dalam kapal kotor menjijikkan.

"Lagi? Memangnya hari ini kau sudah makan?"

"Tadi? Bersamamu."

"Itu kemarin."

"Kemarin? Memang aku tidur berapa lama?"

"Hm... Sejak kemarin... Baru sekitar 20 jam," santai Jiyong, yang kemudian melangkah keluar. "Makan dulu, dan kau bisa tidur lagi," susulnya, sembari membiarkan pintu kamarnya tetap terbuka.

Jiyong sudah duduk di sofa, ketika Lisa keluar dari sana. Berbeda dari kemarin, malam ini ada selimut di sofa ruang tengah. TV-nya menyala dengan suara rendah. Tirai di jendela besar yang mengarah pada pemandangan hutan kota malam ini disibak terbuka. Setumpuk pakaian wanita lengkap dengan bra dan celana dalam ada di sofa, sebagian sudah dilipat dan sebagian lainnya masih berantakan di sebelahnya. Beberapa bungkus choco pie dan kotak rokok pun ada di meja, beberapa puntungnya sudah pendek, sedikit tertekuk karena ditekan ke asbak. Kaleng kopi juga botol air mineral pun ada di sana, menenuhi meja namun tidak sampai pada kategori berantakan.

"Makan malammu ada di meja makan," kata Jiyong, sembari menunjuk ke belakang punggungnya, tempat dimana meja makannya berada.

"Apa yang oppa lakukan?" tanya gadis itu, masih berdiri di depan pintu kamar utama, menatap pada Jiyong yang sedang melipat pakaian, sembari menonton TV. Menonton film yang berhasil ia temukan di sana.

"Melipat pakaian?" jawab Jiyong. Ia menoleh pada Lisa, menatap gadis itu dari atas sampai bawah, lantas mengulurkan bra yang harusnya ia lipat.

Lisa bergerak mundur. Selangkah ke belakang. Gadis itu membuang pandangannya, menatap ke arah lain. Menghindar dari bra yang Jiyong ulurkan. "Apa yang kau lakukan?" heran Jiyong. "Pakai ini. Kau tidak memakai bra, 'kan? Lalu makan," suruhnya kemudian, mendesak Lisa agar segera mengambil bra dari tangannya.

Seketika Lisa memeluk tubuhnya sendiri. Menutupi dadanya. Ia buat Kwon Jiyong menaikan alisnya, menatap heran. "Bagaimana oppa-" gadis itu panik. Ingin melarikan diri dari sana. Tentu, ia luar biasa malu sekarang. Sangat malu hingga rasanya dirinya akan meledak di sana. Hancur jadi pita-pita kecil warna-warni.

"Terlihat," potong Jiyong. "Sejak kemarin, semuanya terlihat. Cepat pakai," susulnya, sekali lagi menggerakan tangannya agar Lisa segera mengambil bra yang ia ulurkan.

Nafas Lisa memburu, namun tangan Jiyong tetep bergerak, berusaha menyodorkan bra itu. Warnanya hitam, dan Jiyong sekali lagi berucap, "cepat ambil tanganku lelah," pria itu mengeluh.

"Jatuhkan," kata Lisa, tetap berusaha menutupi dadanya. Memastikan putingnya tidak terlihat, meski Jiyong sudah melihatnya sejak kemarin-sejak gadis itu selesai mandi, mengenakan pakaiannya tanpa bra.

Jiyong menurutinya. Ia lepaskan bra itu, lalu membiarkannya jatuh ke lantai. Lisa meraihnya, dengan terburu-buru. Lantas ia berbalik untuk masuk ke dalam kamar utama. "Kau tidak butuh celana dalam?" tanya Jiyong, membuat gadis itu lantas menghentikan gerakannya. Membeku dan jadi semakin malu.

"Lempar," ketus gadis itu, tanpa berbalik sebab ia luar biasa malu sekarang. Terlampau malu hingga tidak bisa lagi menatap lawan bicaranya. Tuhan, tenggelamkan aku sekarang-pintanya.

"Warna apa? Hitam ju-"

"Oppa!" jeritnya, membuat Jiyong terkekeh namun tetap melempar panties hingga mengenai kepala Lisa.

Selanjutnya pintu kamar di tutup. Lama gadis itu berada di dalam sana, tidak juga kembali. Tidak juga keluar. Jiyong melihat ke arah jam tangannya, sudah tiga puluh menit Lisa ada di dalam sana. "Apa yang dia lakukan di sana? Jangan-jangan dia pingsan?" herannya kemudian.

Lantas, Jiyong melangkah ke arah kamar utama. Ia ketuk pintunya namun Lisa justru menyuruhnya pergi. "Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!" seru gadis itu dari dalam kamar.

Dahi Jiyong berkerut, heran dengan apa yang mereka lakukan sekarang. Bukankah mereka sudah dewasa? Masih pantas kah mereka bersikap begini? Terlebih setelah hampir tiga tahun lamanya mereka tidak bertemu, hampir tidak bertukar kabar juga. Padahal semalam Lisa bersikap biasa, aneh rasanya melihat gadis itu tiba-tiba berbuah jadi kenakan seperti ini selepas bangun tidur.

"Oh ayolah... Aku oppamu, kau adikku, untuk apa malu begitu?" heran Jiyong dari luar, setelah ia mengetuk pintunya namun tetap di suruh pergi. "Bertahun-tahun lalu aku pernah melihatmu telanjang di pekarangan. Untuk apa malu sekarang?Cepat keluar," ocehnya, berusaha untuk tidak berteriak karena khawatir Lisa akan ketakutan seperti sebelumnya.

Pintu terbuka, dan Lisa menatap pria itu. "Oppa hanya menganggapku sebagai adikmu?" tanyanya.

"Tentu saja," angguk pria itu. "Kalau tidak menganggapmu begitu, untuk apa-"

"Aku menyukaimu, selama bertahun-tahun dan oppa hanya menganggapku sebagai adikmu?" potong Lisa dan kali ini Jiyong merapatkan bibirnya. Saking lamanya mereka tidak mengobrol-selama Lisa pergi keluar negeri-Jiyong sampai lupa kalau Lisa sempat menyukainya. "Lama tidak bertemu membuatmu jadi semakin jahat," susulnya kemudian, menggerutu lalu melangkah ke meja makan, dengan perut yang bergetar.

Lisa berjalan, namun belum sampai gadis itu di meja makan, bunyi ledakan terdengar. Tidak seberapa keras, sebab bunyi ledakan itu datang dari acara yang Jiyong tonton. Film aksi yang sedang Jiyong tonton, dan dalam film itu terjadi sebuah ledakan pada mobil yang melaju-namun bukan adegan itu yang mengejutkan Jiyong sekarang. Ledakan dalam film itu sama sekali tidak membuatnya penasaran, tidak menarik perhatiannya.

Justru Lisa lah, justru reaksi gadis itu lah yang mengejutkannya. Lisa merosot jatuh di lantai, terduduk lemas di sana karena suara ledakan yang tidak seberapa keras dari film di TV. Tidak berhenti sampai di sana, Jiyong melihat nafas gadis itu berhenti, beberapa detik tertahan lalu disusul munculnya genangan air di lantai, urine.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang