***
Ini giliran G Dragon membersihkan ruang latihan. Bersama tiga orang lainnya, pria itu masuk ke dalam ruang latihannya. Ketika datang, pintunya tidak tertutup rapat. Suara samsak yang dipukul berkali-kali terdengar dari pintu masuk. Dua temannya-dari regu lain, Lee Taeyong dan Jung Jaehyun-berdiri menghalangi pintu. Sempat ragu, haruskah mereka masuk atau menunggu seseorang yang ada di dalam melangkah keluar.
Ruang latihan itu cukup luas, dengan berbagai peralatan gym termasuk sebuah ring tinju. Tugas mereka di sana adalah membersihkan seluruhnya, mulai dari membersihkan lantai sampai mengelap setiap alat di dalamnya. "Aku hanya melihat Letnan Kim di dalam," kata Taeyong, yang mengintip dari celah pintu. Berbisik pelan agar gadis di dalam tidak bisa mendengarnya. "Oh, tidak... Ada seorang pria juga," susulnya tetap berbisik.
"Kita tunggu-"
"Masuk saja," potong Jiyong, menghentikan keragu-raguan dua pria di depannya. Mengambil celah diantara keduanya, memakai tangannya untuk mendorong pintu itu kemudian melangkah masuk. Mengejutkan Lee Taeyong juga Jung Jaehyun yang masih terlalu gugup untuk masuk.
Begitu masuk, pria itu melangkah mendekat pada Letnan Kim juga ayahnya. Memberi hormat pada keduanya, mengatakan kalau ia akan bekerja di sana. Akan membersihkan tempat latihan itu. Jendral Kim mengangguk, mengatakan kalau Jiyong juga dua prajurit lainnya bisa masuk dan mulai mengerjakan tugas mereka. Namun ia dan putrinya tidak lantas pergi dari sana. Mereka masih di sana, berdiri berhadapan di sebelah ring tinju.
Raut keduanya tidak terlihat baik. Mereka berselisih, Jiyong bisa merasakan ketegangannya. "Ini perintah," kata Teo, pada putrinya yang kini mengigit bibirnya sendiri. Suaranya pelan, hanya terdengar oleh lawan bicaranya. Namun ketiga prajurit yang harus mulai bekerja tetap bisa merasakan ketidaknyamanan di sana.
"Apa yang akan terjadi kalau aku menolak mengikuti perintahnya?" tanya Lisa, sama kesalnya. Ia adalah Teo kecil, yang kebetulan lahir sebagai seorang perempuan.
"Aku akan memecatmu, Letnan Kim," jawab Teo, sebab siapa pun tahu, dalam kamp militer itu, Lisa tidak diizinkan membantah perintah atasannya.
"Lalu apa bedanya aku menuruti perintahmu atau tidak?" jawabnya kemudian. "Ini penyalahgunaan wewenang, Jendral Kim," balas gadis itu, sama kuatnya dengan sang ayah. Mungkin karena Teo ayahnya, karena Lisa tahu Teo tidak akan mampu menolak keinginannya, ia berani bersikap begitu. "Lebih baik anda pergi, Jendral Kim, ada prajurit lain di sini," susulnya, yang lantas bergerak mundur, memberi jalan pada ayahnya.
Mau tidak mau, Teo melangkah keluar dari sana. Tentu dengan raut kesal yang tidak bisa ia tutupi. Masih sembari berdiri di tempatnya, ia melihat pada tiga prajurit yang ada di dalam sana. Tangan ketiganya buru-buru bergerak, mereka berhenti saling lirik, setelah mendengar Lisa berdeham. "Prajurit Kwon, tolong bersihkan ruang ganti," kata Lisa kemudian. "Kran air di sana bocor," susulnya kemudian.
Jiyong mengiyakannya, dengan gaya militer yang berlebihan. Suaranya keras sekali, hingga Lisa sedikit terganggu mendengarnya. Pria itu tidak bisa berakting sekarang, jelas terlihat kalau ia menyesal sudah menerobos masuk. Harusnya, sama seperti yang Prajurit Jung dan Prajurit Lee lakukan tadi, ia ragu untuk melangkah masuk.
Tidak lama setelah Jiyong menghilang di balik pintu ruang ganti, Lisa kembali berkata, menyuruh dua prajurit lainnya untuk memperbaiki lantai di bawah barbel. Seseorang menjatuhkan plat barbelnya terlalu keras, memecahkan lantai di bawahnya. Hanya retakan kecil, yang bisa ditambal dengan sedikit semen.
Setelah memberi perintah, gadis itu melangkah masuk ke dalam ruang ganti. Tidak ada ruang ganti khusus perempuan ataupun laki-laki di sana. Hanya ada satu ruang ganti, dengan beberapa bilik mandi di dalamnya. Lima shower tanpa bilik, dan lima dengan bilik tertutup. Lalu sederet westafel yang seharusnya untuk mencuci tangan, namun justru sering dipakai untuk mencuci rambut.
Kwon Jiyong sedang membuka dan menutup kran air di atas westafel, memikirkan cara untuk memperbaiki kran yang bocor itu. Meski sudah ditutup, airnya terus menetes. Dari pintu, Lalisa memperhatikannya, bersandar ke ambang pintunya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kau perlu mengganti krannya, oppa," kata Lisa, akhirnya bersuara.
"Augh!" Kwon Jiyong yang tidak menyadari kehadirannya terlonjak di tempatnya berdiri. Terkejut mendengar suara Lisa yang tidak ia duga akan terdengar di sana. Terlebih ketika gadis itu memanggilnya oppa. Membuatnya jadi luar biasa canggung, membuatnya jadi salah tingkah, juga khawatir seseorang mendengar mereka.
"Appa menyuruhku mengundurkan diri. Dia tidak ingin aku masuk pasukan khusus," kata Lisa, tetap bersandar di ambang pintu ruang ganti itu.
"Prajurit Lee dan Prajurit Jung tidak ada di luar?"
"Aku menyuruh mereka mencari semen, untuk memperbaiki lantai," kata Lisa.
Kini Jiyong menoleh. Berhenti bekerja lantas memperhatikan Lisa yang berdiri beberapa meter di depannya. "Sampai mereka berdua kembali, aku bukan anak buahmu, okay?" katanya kemudian. "Sebagai seorang yang sudah mengenalmu dari kecil, kau tidak akan menyerah. Iya kan?" pria itu kembali bicara.
"Hm..." Lisa mengangguk. Namun kemudian ia tidak lagi mengangkat kepalanya. Ia menundukan kepalanya, lantas berucap, "tapi appa marah," katanya. "Karena dia pasukan khusus, appa dan eomma bercerai. Bahkan sampai sekarang, eomma tidak mau bicara padanya. Kalau aku masuk pasukan khusus juga, dan eomma mengetahuinya, hubungan appa dan eomma akan jadi semakin buruk, begitu katanya," cerita Lisa.
"Bisa seburuk apa lagi hubungan mereka?" tanya Jiyong.
"Ya?"
"Mereka tidak bicara lagi sekarang, apa yang lebih buruk dari itu? Tidak mungkin mereka akan saling membunuh kan? Mereka hanya akan jadi orang asing, yang tidak terlalu berbeda dengan keadaan mereka sekarang," katanya.
"Memang benar begitu, tapi-"
"Kalau cita-citamu ingin jadi pasukan khusus, lakukan saja. Usahakan saja. Lebih baik menyesal karena melakukannya, daripada menyesal karena tidak melakukannya," potong Jiyong. "Aku sudah mencaritahu, pasukan khusus tidak seburuk itu. Memang pergi ke daerah konflik, tapi kau tidak akan ikut berperang, iya kan? Hanya membantu di pengungsian, seperti relawan, bukan begitu?" tanyanya, meyakinkan Lisa untuk tetap berusaha mewujudkan keinginannya. Meski ia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di tempat pengungsian itu. Meski ia tidak pernah tahu, apa yang akan Lisa kerjakan jika ia berhasil masuk ke dalam pasukan khusus itu. Meski apa yang ia tahu, hanya sebatas cerita yang muncul di internet, hanya sebatas cerita yang pernah didengarnya dari prajurit-prajurit lain di barak.
"Kenapa oppa tiba-tiba mendukungku?"
"Karena kau terlihat sangat menginginkannya," jawab Jiyong. "Kau ada di sini setiap hari, hampir tidak pernah pulang. Kalau terus begini, kau pasti bisa mengalahkan ayahmu. Mungkin karena ayahmu juga mengetahuinya, jadi dia bersikap seperti tadi. Mau bagaimana pun, tidak akan mudah baginya untuk mengirim putrinya pergi jauh. Mungkin ayahmu khawatir, dengan siapa dia akan tinggal kalau kau pergi? Oppamu tidak mau berkunjung," nilai Jiyong, hanya berdasar pada apa yang dilihatnya.
***
Selamat lebaran buat kalian semua yang ngerayain...
Maaf ya, baru sempat publish. Aku baru balik mudik... Beneran baru banget, jam 9an tadi.
Selama mudik susah banget mau ngetik, sibuk main sama bocil-bocil, terus diajak pergi kesana kemari, gaada waktu kondusif buat ngetik.
Semoga kalian ga lupa ceritanyaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Post It
Fiksi Penggemar"Apa G Dragon single?" Kwon Jiyong berkata, mengulang pertanyaan dari Eric Nam yang memandu acara talk show hari ini. Ia mengigit bibirnya, dengan alis bertaut. Bukan karena gugup, bukan karena takut, tidak juga sedang mencari-cari alasan untuk meng...