Bagian I : 8

1.1K 202 18
                                    

***

Selesai sarapan pagi, G Dragon ditatap oleh seluruh anggota regunya. Pria itu rasanya tidak melakukan kesalahan apapun, namun ketua regu, Yang Yoseob memanggilnya. "Prajurit Kwon, ikut aku," tegas pria dengan paras manis itu. Membuat Kwon Jiyong yang baru selesai sarapan, mau tidak mau mengekor padanya.

Kwon Jiyong tidak tahu apa yang terjadi diluar sana, namun suasana hatinya tidak begitu baik sekarang. Rasanya seperti akan diadili. Panggilan yang tiba-tiba itu membuatnya gugup, terlebih karena ia dipanggil ke gedung lain. Sebuah gedung di depan lapangan yang katanya tempat para Jendral dan Letnan bekerja. Satu yang pasti, Teo Kim bekerja dari gedung lima lantai itu.

Di dalam lift Sersan Yang menekan tombol menuju lantai tiga, membuat Jiyong sedikit lega sebab mereka tidak ke lantai lima. Ia tidak dapat masalah-yakinnya, sebab bukan Teo Kim yang memanggilnya. Rasanya lift itu bergerak sangat lambat, membuat Jiyong semakin resah, semakin penasaran siapa yang memanggilnya.

Begitu pintu terbuka, matanya membulat sempurna. Sebab dilihatnya Lalisa ada di sana. Gadis itu benar-benar bekerja di sana, padahal Jiyong sudah sangat yakin kalau Lalisa ada divisi kesehatan. "Oh? Hai oppa," sapa Lisa. "Tunggu di ruanganku sebentar, aku harus naik menemui ayahku," katanya, sembari melangkah masuk ke dalam lift, sedang Yoseob mengajak Jiyong untuk keluar.

"Matcha latte milikku, kopinya boleh kalian minum," pesan gadis itu, sembari buru-buru menekan tombol liftnya. Bersikap sangat santai hingga Jiyong menatap heran padanya.

"Apa boleh dia bersikap begitu?" bisik Jiyong, sedang Yoseob melangkah di depannya, masuk ke ruangan yang paling dekat dengan lift.

"Boleh, kalau tidak dalam acara resmi, atau di depan ratusan prajurit baru," kata Yoseob, mempersilahkan Jiyong untuk masuk ke ruang kerja Lisa.

Ruang kerjanya sama seperti yang Jiyong bayangkan, perabotannya dibuat dari kayu-kayu kokoh, meja dan sofanya pun dari kayu, dengan beberapa spons empuk di atasnya. Di atas meja, ada tas jinjing gadis itu, bersebelahan dengan tiga gelas minuman yang sepertinya memang dibeli untuk mereka bertiga. Yoseob memberikan segelas es kopi pada Jiyong, lalu mengambil miliknya sendiri dan duduk di salah satu kursi.

Dengan canggung, Jiyong pun duduk, lalu melihat lagi sekeliling ruangan itu. Komputer, dengan lemari berisi berkas-berkas. Lalu jendela yang langsung mengarah pada lapangan besar tempat Jiyong biasa berlatih. Sembari menunggu, Jiyong bisa membayangkan Lisa berdiri di depan jendela itu, memperhatikannya dari jauh. Menontonnya berlatih, menontonnya kesulitan mengejar pria-pria lainnya.

"Sersan Yang, apa yang Lisa kerjakan di sini?" tanya Jiyong kemudian, setelah ia selesai memindai tempat itu dengan matanya.

"Letnan Kim? Letnan Kim yang membuat materi latihan," jawab Yoseob.

"Maksudnya Letnan Kim yang mengatur jadwal latihan dan sebagainya?"

"Iya," angguk Yoseob. "Letnan Kim yang mengatur jadwal latihannya, jenis latihannya, seberapa berat, seberapa lama, standard yang harus dicapai, kurang lebih seperti Wakil Dekan Satu? Bagian akademik?" jawabnya sekali lagi.

"Apa dia juga akan melatih kami? Dibawah?"

Yoseob mengangguk. "Nanti, sekitar lima bulan lagi," katanya. "Aku pernah dilatih Letnan Kim, dan sebagai bocoran, jangan tertipu wajah manisnya," susulnya.

"Aku sudah pernah tertipu wajah manismu," gumam Jiyong, sangat pelan, sampai Yoseob perlu bertanya apa yang pria itu katakan. Yoseob tidak bisa mendengarnya, meski tahu ucapan itu pasti bukan sesuatu yang menyenangkan.

Lama mereka menunggu di sana, sampai pintu terbuka dan suara tawa yang renyah masuk ke telinga keduanya. "Haha thank you, kirim saja hadiahnya ke rumah baruku, oppa tidak perlu datang. Aku mau selusin tissue," kata gadis itu, bicara pada letnan lain yang ruangannya ada di depan ruang gadis itu. "Oh! Dan soal G Dragon, aku yang akan mengurusnya. Oppa jangan melakukan apapun," susulnya.

"Apa aku membuat masalah yang tidak aku ketahui?" tanya Kwon Jiyong, jelas pada Yang Yoseob karena Lisa masih berbincang di depan ruangannya, dengan pintu yang dibiarkan terbuka.

"Aku tidak tahu," geleng Yoseob.

Lisa akhirnya masuk. Gadis itu tersenyum pada Jiyong juga Yoseob, melangkah mendekati meja kerjanya. Dengan seragamnya, ia terlihat begitu tangguh, namun Jiyong tetap merasa canggung karenanya. Letnan Kim kemudian mengeluarkan beberapa lembar berkas dari lacinya. Lalu mengulurkan berkas itu pada Yang Yoseob.

"Sudah aku setujui. Lakukan dengan benar, aku tidak mau ada kesalahan," kata Lisa setelah Yang Yoseob menerima berkasnya. Gadis itu pun meminta Yoseob untuk meninggalkan mereka, mengatakan kalau Jiyong bisa kembali ke barak sendiri nanti. Yoseob tidak perlu mengasuhnya.

Pria itu pergi, lantas melanjutkan lagi pekerjaannya. Sedang Lisa menghampiri Jiyong. Tersenyum lebar kemudian terkekeh, "Letnan Park di ruang depan ingin tanda tanganmu untuk istrinya," kata Lisa kemudian.

"Akan aku berikan nanti, tapi... Kenapa kau baru muncul sekarang?! Kemana saja kau selama ini?!" seru Jiyong kemudian. "Apa kau tidak tahu kalau aku kebingungan? Aku mencarimu kemana-mana!" protesnya, setelah yakin kalau tidak ada yang menguping.

"Oh-ho! Aku seniormu di sini, jangan berteriak padaku, Prajurit Kwon," tegur Lisa.

"Whoa-"

"Tidak, maksudku sungguhan jangan berteriak padaku, orang-orang diluar bisa mendengarnya dan jadi salah paham," potong Lisa. "Maaf, aku sibuk akhir-akhir ini dan tidak punya alasan pergi menemuimu. Kalau aku turun lalu menyapamu, orang-orang akan mengira oppa dapat perlakuan khusus," katanya.

"Perlakuan khusus apanya. Kau tahu? Aku berani datang ke sini karena kau ada di sini. Setidaknya aku punya teman, aku jadi tidak terlalu khawatir. Tapi yang aku dengar justru-Lalisa Kim itu tidak ada, dia hantu," gerutu Jiyong.

"Padahal namaku ada di bagan struktur organisasi," santai Lisa. "Dan tidak perlu mencariku, aku tidak tinggal di barak lagi," susulnya.

"Kau sungguh pernah tinggal di barak? Kenapa aku tidak pernah melihatmu?"

"Karena aku datang saat kalian sudah tidur dan pergi saat kalian sarapan? Atau bisa juga karena aku tidak pulang ke barak tapi ke rumah ayahku. Dan kamarku ada di lantai paling atas. Hanya satu kamar karena hanya ada lima wanita di sini. Tapi sekarang semuanya keluar. Dua wanita pindah ke barak di sebelah gedung kesehatan, aku pindah keluar markas dan dua lainnya tinggal bersama suami mereka di rumah dinas," cerita Lisa.

Mereka berbincang, sampai Lisa menyinggung mengenai fans-fans Jiyong yang teramat mencintainya itu. Lisa butuh pendapat pria itu sebelum membuat keputusan untuk menyelesaikan masalah mereka. Mereka berbincang, cukup lama sebab Jiyong perlu menghubungi pihak agensinya lebih dulu. Dengan handphonenya yang Lisa ambil dari tempat penitipan barang, Jiyong menyelesaikan masalah surat juga hadiah-hadiah dari fansnya. Membuat sebuah surat buatan tangan, yang berisi pesan tersirat untuk berhenti mengirim surat, mengirim hadiah juga memaksa masuk di hari kunjungan.

Selesai dengan urusan itu, Lisa menyuruh Jiyong kembali pada regunya. Satu jam lagi waktunya makan siang dan sekarang semua orang masih berlatih di bawah terik matahari. "Sebentar lagi jam makan siang," kata Jiyong, sedikit memelas.

"Lalu?"

"Kau tidak mengajakku makan siang?"

"Kenapa aku harus mengajakmu makan siang? Jam makan siangnya masih satu jam lagi," tanya Lisa, membuat Jiyong berdecak sebal. "Kembalilah ke regumu oppa, aku traktir makan malam kalau oppa libur," senyum gadis itu.

"Tidak boleh kah aku tetap di sini? Satu jam saja, hm?" pria itu belum menyerah.

"Tidak boleh."

"Please?"

"Prajurit Kwon, kembali lah ke regumu, sekarang," senyumnya menghilang, menatap dengan tatapan yang tidak pernah Jiyong lihat sebelumnya. Bahkan ketika ia menolak gadis itu, tatapannya tetap terlihat begitu manis, begitu lembut. Sepertinya, apa yang Yang Yoseob katakan tentang Letnan Kim, bukan hanya omong kosong.

"Yes sir."

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang