***
Kwon Jiyong memejamkan matanya di sepanjang perjalan ke rumah sakit militer. Tangan pria itu di lipat di depan dadanya, berlaga seolah ia terlelap namun Lisa tahu pria itu masih terjaga. Mungkin Jiyong malu-anggap Lisa-setelah tadi mereka menyinggung kekasih pria itu dan sekarang Jiyong tahu kalau dirinya diduakan. Mungkin Jiyong malu, pada gadis yang selama bertahun-tahun ia tolak, sebab ternyata kisah cintanya tidak sebahagia itu.
Lama pria itu diam, lalu suaranya muncul ke permukaan saat Lisa menyalakan radio mobilnya. Ia tidak menyalakan musiknya, sebab hanya ada lagu Big Bang di sana. Rasa-rasanya Jiyong tidak sedang ingin mendengarkan suaranya sendiri sekarang. "Tertawa saja kalau kau ingin tertawa," suara Jiyong terdengar sampai ke telinga Lisa. Jiyong pikir, Lisa menyalakan radio di sana agar gadis itu bisa menyembunyikan kekehannya.
"Apa yang bisa aku tertawakan?" balas Lisa, batal menyalakan radionya. Mematikan lagi benda itu sembari sesekali melirik pria di sebelahnya.
"Haha wanita yang menurutmu lebih baik dariku ternyata berengsek, rasakan itu," kata Jiyong, bicara seolah ia tahu apa yang Lisa pikirkan. Seolah Lisa sungguh-sungguh berfikir begitu. "Kau pasti berfikir begitu," susulnya.
"Oppa berkencan dengannya karena dia lebih baik dariku?" tanya Lisa, tetap mengemudi namun kali ini ia tumpu kepalanya di jendela, dengan tangannya. "Kalau iya, bukankah oppa sama berengseknya dengan wanita itu?" susul Lisa, membuat Jiyong sekali lagi membeku. Tertampar oleh kata-kata yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Apa selama ini ia melakukannya? Mengencani gadis-gadis yang menurutnya lebih baik dari Lisa? Apa selama ini ia menjadikan Lisa sebagai standar kekasihnya? Jiyong tidak pernah merasa melakukan itu, namun ia mungkin saja melakukannya-tanpa sadar.
Begitu tiba, Lisa yang keluar lebih dulu. Akan ia ambilkan alat bantu jalan milik Jiyong, namun pria itu sudah lebih dulu mengambilnya. Ia bahkan melangkah lebih dulu, meninggalkan Lisa yang masih memegang pintu mobil untuknya. "Augh! Terserah!" gerutu Lisa, menutup pintu mobilnya sendiri, lantas melangkah mengekori Jiyong sembari memegangi pinggangnya. Dua jam berangkat, dua jam kembali, sudah empat jam Lisa mengemudi dengan punggung dan bahu memarnya, hanya untuk pria yang ia suka.
Jiyong mengurus pengobatannya sendiri, sedang Lisa hanya mengekor di belakangnya. Sembari sesekali ia menimbang-nimbang, haruskah ia memberitahu kakaknya? Haruskah ia menghubungi Soohyuk dan meminta pria itu datang untuk Jiyong? Berkali-kali ia menimbang, namun akhirnya ia memutuskan untuk tidak melakukan apapun. Lisa sadar, dirinya tidak berhak melakukan apapun.
Selain menjawab pertanyaan penting tentang kondisi kakinya, Jiyong tidak mengatakan apapun. Pria itu baru benar-benar menatap Lisa setelah dokter mengatakan kalau ia perlu di operasi. Jiyong di beri tiga pilihan rumah sakit yang bisa mengoperasinya, salah satunya adalah rumah sakit tempat kekasihnya bekerja. Sedang di dua rumah sakit lainnya, ia perlu menunggu lama untuk operasi itu.
"Biar aku memikirkannya dulu. Beri aku anti nyeri saja," pinta Jiyong, sedang Lisa hanya menghela nafasnya. Ingin berkomentar, namun menahan komentar itu sebab ada orang asing di sekitar mereka-sang dokter.
Selesai dengan dokternya, kini giliran Lisa yang berobat. Begitu keluar dari ruang pemeriksaan dokter sebelumnya, Lisa berkata, "tunggulah di mobil, oppa, aku tidak akan lama," katanya, sembari mengoper kunci mobilnya pada Jiyong.
Namun, alih-alih pergi ke tempat parkir, Jiyong justru mengekor. Masuk ke UGD tanpa mendaftar ke bagian administrasi lebih dulu. "Oppa," Lisa berucap, memanggil seorang pria dengan pakaian birunya yang dilapisi jas putih, khas seorang dokter UGD.
"Oh? Lisa, lama tidak bertemu," sapa pria itu. "Bagaimana kabarmu?" susulnya, berbasa-basi sebab hari ini UGD tidak seberapa ramai.
"Buruk, tapi karena sedang di sini, aku butuh bantuanmu, untuk punggungku," susulnya.
"Kenapa?" sang dokter bertanya. "Kau terluka?" tanyanya sekali lagi dan Lisa mengangguk.
Jiyong tetap mengekor, meski keberadaannya tidak Lisa perkenalkan. Di ruang UGD itu, Lisa diminta naik ke ranjang, menunjukan punggung serta bahunya yang terluka. "Dengan siapa kau berlatih sampai begini?" tanya sang dokter, setelah melihat luka di punggung Lisa. "Denganmu? Oh- Kau G Dragon?" canggungnya, setelah ia sadari siapa pria yang sedari tadi mengekor.
"Jangan mengobrol terus," kata Lisa. "Cepat obati lukaku, aku tidak ingin dia berbekas, meski sedikit," suruhnya membuat sang dokter mau tidak mau harus langsung bekerja, mengobati luka di tubuh Lisa. Dan saat antiseptik dipakai untuk membersihkan lukanya, Lisa mengigit bantalnya, menahan dirinya agar tidak menjerit di sana.
"Bukankah kau harusnya berlatih menahan sakit?" komentar sang dokter. "Hanya perih sedikit, kenapa bersikap begitu? Berlebihan," komentarnya.
Lisa tidak menjawabnya, gadis itu hanya mengerang, menahan perih di punggung dan bahunya, hingga tangis keluar dari matanya. "Siapapun yang berlatih denganmu, dia hebat sekali," kata sang dokter. "Dia memukul di tempat yang sama berkali-kali," susulnya.
"Kau cerewet sekali oppa," komentar Lisa, setelah ia hapus air matanya, begitu pengobatannya selesai.
"Tsk... Kau masih menangis karena luka seperti itu? Cengeng," ejek dokter itu, sedang Jiyong hanya diam di tempatnya berdiri, menunggu Lisa selesai.
"Aku menangis karena sakit," kata Lisa ketus. "Aku sudah menahannya sejak kemarin, aku bahkan bisa menahannya sepanjang perjalananku ke sini, sampai disini aku tidak boleh menangis karena sakit? Jahat," gerutunya. "Aku tidak mau bayar, dokternya cerewet," susul gadis itu, sedang dokter yang ia bicarakan hanya terkekeh.
"Ya ya ya, tidak perlu bayar. Pergi makan malam bersamaku saja," kata sang dokter.
"Lain kali," angguk Lisa, sembari bergerak bangun untuk merapikan kembali pakaiannya. "Aku sibuk," susulnya.
"Kapan?"
"Lain kali, sayang, lain kali," balas Lisa, menepuk-nepuk bahu sang dokter lantas memberi tanda pada Jiyong untuk segera pergi dari sana.
Tiba di mobil, Lisa membantu Jiyong untuk membukakan pintu mobilnya, juga ia bantu pria itu menaruh penyangganya ke kursi belakang. Jam sudah menunjuk pukul empat sore ketika itu, maka sebelum menyalakan mobilnya, Lisa mengajak Jiyong untuk makan siang lebih dulu. Makan siang yang jelas terlambat karena semua pemeriksaan di rumah sakit tadi.
"Sudah hampir jam lima, oppa mau makan lebih dulu? Makan apa?" tanya Lisa, sembari memasang seat beltnya.
"Aku tidak ingin makan, langsung kembali saja," jawab pria itu, membuat Lisa menghela nafasnya.
"Aku tahu oppa patah hati sekarang," kata Lisa. "Tapi aku- baiklah, kita kembali sekarang," susulnya. Ia yang awalnya akan mengeluh karena belum sempat makan apapun sedari pagi, mengurungkan niatnya. Ia telan kembali kata-kata ketus yang sudah dipikirkannya, memilih untuk mengalah dan mengemudi ke barak.
Rumah sakit militer itu tidak seberapa jauh dari barak. Hanya sekitar tiga puluh menit, namun karena rumah sakit militer juga menerima pasien umum, Lisa lebih suka pergi ke gedung kesehatan, yang lebih kecil dan lebih tenang. Pastinya tidak ada antarian.
Tiba di barak, sekali lagi Lisa membantu Jiyong untuk turun. Memastikan pria itu sudah membawa obatnya, lalu menyuruhnya bergegas masuk ke barak. Sedang Lisa kembali ke mobilnya untuk memarkirkan benda itu. "Hhh... Lapar sekali," keluh Lisa, setelah mobilnya akhirnya terparkir rapi di tempatnya.
Ia mengeluh, lapar juga lelah. Namun tubuhnya terlalu malas untuk bisa ia gerakan. Karenanya, alih-alih keluar dari mobil, gadis itu justru mendorong kursinya ke belakang dan berbaring di sana. Memejamkan matanya, mengusir lelah juga rasa sesak yang memenuhi dadanya. Meski tahu kalau Jiyong sedang patah hati, Lisa tidak bisa mengabaikan fakta kalau sepanjang hari ini, Jiyong memperlakukannya dengan buruk.
"Aku tidak tahan lagi," katanya pelan, sembari menutupi matanya dengan lengannya. "Appa... aku tidak ingin ada di sini lagi," pelannya, hampir menangis.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Post It
Fanfiction"Apa G Dragon single?" Kwon Jiyong berkata, mengulang pertanyaan dari Eric Nam yang memandu acara talk show hari ini. Ia mengigit bibirnya, dengan alis bertaut. Bukan karena gugup, bukan karena takut, tidak juga sedang mencari-cari alasan untuk meng...