***
"Bisa-bisanya aku diusir dari rumahku sendiri," gerutu Jiyong, masih dengan pakaiannya sebelumnya, meninggalkan jaketnya di dalam dan melangkah keluar hanya dengan kunci mobil, handphone serta dompetnya. "Besok aku tidak akan ke sini!" teriaknya kemudian, tanpa peduli Lisa akan mendengarnya atau tidak. Ia lantas melangkah ke dalam lift, berdiri di sana untuk kembali ke mobilnya.
"Awas saja kalau dia menyuruhku datang lagi, gadis jahat," gerutunya di sepanjang langkah menuju mobil.
Kwon Jiyong pulang ke rumahnya—tempat ia tinggal bersama orangtuanya. Kali ini sebuah rumah, dengan pagar menjulang tinggi yang mengelilinginya. Rumah yang dari luar terlihat punya banyak sekali dinding, sangat tertutup bak bunker. Tersembunyi, seolah tempat itu akan jauh lebih aman daripada gedung NIS.
Pria itu memarkir mobilnya di sebelah tiga mobil lainnya, kemudian melangkah ke pintu kaca, menaiki sederetan anak tangga dan membuka lagi pintu kacanya untuk masuk ke rumah. Pintu itu membawanya ke lorong dekat dapur, sebuah nakas diletakan di sepanjang lorong pendek itu dan Jiyong meletakan kunci mobilnya di dalam mangkuk, di atas nakasnya. Mencampur kunci mobilnya, dengan kunci-kunci lainnya. Empat kunci mobil ada di dalam mangkuk itu, orangtuanya ada di rumah.
"Oh! Aku juga sedang menonton itu tadi! Bagaimana kelanjutannya?" komentar Jiyong, yang berjalan menghampiri ayahnya di ruang tengah. Di sana, ayahnya sedang menonton film yang sama dengannya.
"Bukankah kau harusnya ke Paris?" tanya sang ayah, heran karena putranya ada di rumah.
"Batal," santai Jiyong, bergabung bersama ayahnya, menonton film sembari menikmati sepotong pizza. "Ada urusan mendesak kemarin," katanya.
"Ada masalah?"
"Tidak," gelengnya. "Lisa- kemarin Lisa menelepon, katanya dia baik-baik saja di Suriah. Dia mencoba menghubungi Soohyuk tapi tidak bisa, jadi dia menghubungiku. Lalu aku pergi mencari Soohyuk dan dia sedikit sakit-"
"Aku tidak sakit," celetuk Soohyuk, yang tiba-tiba muncul dari belakang punggungnya, membawa sebotol wine dengan dua gelasnya. Ternyata, satu mobil yang Jiyong lihat di garasinya tadi milik Soohyuk. "Lisa tidak menghubungiku, ada apa dengannya? Dia masih ingat padaku?" susulnya, yang sama sekali tidak mengejutkan Jiyong.
Sejak adiknya memutuskan pergi, Soohyuk selalu begitu—kesal pada Lisa yang pergi ke zona berbahaya tanpa peringatan. Berlaga seolah Lisa membencinya, jahat padanya, marah padanya lalu meninggalkannya. Terlebih karena Lisa tidak berusaha menjelaskan apapun padanya dan menjadikan Kwon Jiyong sebagai perantara pesan diantara mereka.
"Ya! Lisa pergi karena itu mimpinya, bukan untuk putus hubungan denganmu, sudah berapa tahun berlalu, tidak bisakah kau melunak sedikit padanya? Kau hanya punya satu adik," komentar Jiyong, yang kemudian penasaran kenapa Soohyuk ada di rumahnya, kenapa Soohyuk ada di sana dan menonton film, makan pizza sampai minum wine dengan ayahnya.
Sejak malam itu, Jiyong kembali pada jadwalnya. Keesokan harinya ia kembali bekerja dan tidak mengunjungi Lisa di Galleria Foret. Managernya datang beberapa jam sebelum jadwalnya, menggerutu karena Jiyong membatalkan jadwal mereka di detik-detik terakhir, bersikeras untuk mendapatkan permohonan maaf dari sang bintang.
Jiyong menurutinya, pria itu meminta maaf atas segala denda yang harus ia bayar karena batal terbang ke Paris. Siang ini jadwalnya pemotretan, dan saat sedang di rias, handphonenya bergetar. Getar pelan yang hanya sebentar, hanya notifikasi dari sebuah pesan baru. "Dana sebesar 100.000 keluar dari rekening..." membaca pesan itu, Jiyong mengerutkan dahinya.
"Apa aku meninggalkan dompetku di rumah? Aku tidak belanja apapun hari ini," herannya, sembari merogoh sakunya. Dompetnya ada di sana, namun kartu debitnya tidak di sana. "Oh! Kartuku!" paniknya kemudian, tangannya bergerak, memanggil managernya mengatakan kalau ia kehilangan kartu debitnya.
Orang-orang panik, namun beberapa detik sebelum Jiyong memblokir kartu debitnya itu, notifikasi lain datang, ada transaksi baru dengan kartu debit itu, namun nominalnya hanya 50.000. "Tunggu," Jiyong menahan managernya yang akan menelepon pihak bank. "Ini aneh," katanya. "Dia bisa memakai kartu debitku, tapi transaksinya kecil sekali. Sepertinya aku meninggalkan kartuku di rumah. Aku akan menelepon ibuku dulu," susulnya.
Jiyong kembali memutar otaknya setelah sang ibu berkata kalau ia tidak memakai kartu debit putranya. Ia ingat-ingat dimana dirinya meninggalkan kartunya dan baru setelah dua puluh menit, pria itu mengingatnya—Galleria Foret. Ia memakai kartunya untuk menonton film semalam, untuk membayar makan malam, sebab ternyata tidak ada uang tunai di dompetnya. Ia pasti meninggalkan kartu debitnya di sana. Untuk memastikan, tentu Jiyong menelepon Lisa, namun sayang handphone gadis itu tidak aktif.
Pesan notifikasi datang lagi, kali ini transaksinya sebesar 150.000. Selesai dirias, Jiyong kembali mendapat notifikasi baru, nominalnya kali ini 100.000. Selesai berganti pakaian, uang dalam rekeningnya kembali keluar, 200.000. Beberapa notifikasi terus masuk disepanjang proses pemotretan hari ini, dan total yang keluar dari rekening Jiyong sebesar 2.000.000.
Bagi Kwon Jiyong, nominal itu tidak lah banyak. Uang itu hanya seujung kuku dari total uang yang ada di dalam rekeningnya. Entah pencurinya bodoh atau orang itu memang tidak berniat mencuri. Namun Jiyong penasaran, apa saja yang pencuri itu beli dengan uangnya. Ia yang sebelumnya berencana untuk tidak datang ke Galleria Foret, akhirnya menginjakkan lagi kakinya di sana, setelah semua jadwalnya selesai.
Jam sudah menunjuk pukul delapan sekarang. Hari sudah malam, meski belum cukup malam bagi G Dragon untuk pulang. "Hari ini aku ingin pulang cepat," kata pria itu setelah kembali ke dalam mobilnya. "Antar aku ke Galleria Foret, lalu pulang lah. Bangun kan aku kalau kita sampai," pintanya kemudian.
"Kenapa ke Galleria Foret? Ada apa di sana?" heran managernya.
"Tidak ada apa-apa, hanya sudah lama tidak ke sana saja," sembari terpejam, pria itu menjawab.
Tiba di Galleria Foret, G Dragon membiarkan managernya membawa mobilnya pergi. Kalau memang harus pulang, ia bisa pergi naik taksi nanti. Melewati lobby, pria itu masuk ke unit apartemennya. Ia berencana untuk langsung membuka pintunya, namun mengurungkan niatnya—khawatir akan mengejutkan Lisa.
Pria itu kemudian menekan bel pintunya, namun tidak ada suara apapun yang keluar. Ia tekan sekali lagi bel pintunya, dan tetap tidak ada suara apapun yang keluar. Maka, ia ketuk pintunya. Pria itu baru membuat dua ketukan, ketika sebuah suara langsung terdengar lewat intercom. "Siapa- oh! Oppa, sebentar," suara Lisa muncul dari kotak di sebelah bel pintu dan tidak berselang lama, pintu di depan Jiyong terbuka.
Lisa membukakan pintu untuknya. Beberapa luka di wajah gadis itu masih terlihat, namun sedikit riasan juga terlihat di sana. Gadis itu mengenakan celana jeans malam ini, dengan kaus lengan pendek yang pas di tubuhnya. Ada beberapa luka dan bekas luka di tangan gadis itu, luka yang sebelumnya tidak Jiyong lihat.
"Cepat sekali," komentar Jiyong. "Kau menungguku, ya?" susulnya, karena Lisa langsung menyadari kedatangannya di ketukan kedua.
"Tidak," geleng Lisa setelah mempersilahkan Jiyong untuk masuk. "Itu kebiasaan, setelah mulai bekerja dengan Kapten Kim," susulnya.
Jiyong mengerutkan alisnya, melangkah masuk ke dalam apartemennya, sedang Lisa mengekor di belakangnya selepas menutup pintu. "Kebiasaan? Kapten Kim rutin mengetuk pintumu? Untuk apa? Kenapa dia mengetuk pintumu? Tapi siapa Kapten Kim?" tanyanya kemudian.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Post It
Fanfiction"Apa G Dragon single?" Kwon Jiyong berkata, mengulang pertanyaan dari Eric Nam yang memandu acara talk show hari ini. Ia mengigit bibirnya, dengan alis bertaut. Bukan karena gugup, bukan karena takut, tidak juga sedang mencari-cari alasan untuk meng...