Bagian I : 16

1K 170 5
                                    

***

Jatah liburannya belum selesai, namun Jiyong sudah kembali ke barak. Tidak ada seorang pun di sana, sebab semua anggota regunya masih berlibur. Anggota regu satu sampai lima tetap tinggal di barak, senior yang dapat tugas di barak pun tetap tinggal, namun di saat semua orang sibuk, Jiyong tidak punya seorang pun untuk ia ajak bicara. Handphonenya sudah ia kembalikan di pintu administrasi tadi, dan kini ia sedikit menyesali keputusannya.

"Harusnya aku tidak masuk ke sini," gerutu Jiyong, setelah tahu tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara di sana. Namun setidaknya, meski tidak punya teman, apapun yang dilakukannya di sana tidak mengundang komentar netizen, tidak mengundang perhatian reporter dan tidak akan menjadi sebuah berita-G Dragon melakukan ini dan itu di masa wajib militernya.

Ia datang di pagi hari, di hari kedua liburannya. Karena terbiasa bangun awal dan langsung berolahraga, Jiyong tidak tahu apa yang harus ia lakukan di rumahnya. Tentu ia sudah bertukar rindu dengan keluarga dan orangtuanya, namun keesokan harinya ia tidak bersemangat melakukan apapun. "Kemarin aku baru saja putus dengan kekasihku, aku akan kembali ke kamp saja," begitu pamitnya pagi tadi. Lalu ia di antar ayah, ibu, kakak dan kakak iparnya ke kamp militernya.

Ketika tiba di barak, sudah hampir jam makan siang, pukul sepuluh. Karena tidak seorang pun bisa ia ajak bicara, pria itu berjalan-jalan di sekitaran barak. Melangkah di jalur ia biasa lari pagi bersama teman-temannya, sampai langkahnya berhenti karena melihat mobil Lisa melaju mendekat ke arahnya.

"Oppa!" seru gadis itu, menurunkan jendela mobilnya, berhenti tepat di sebelah Jiyong. "Apa yang oppa lakukan di sini? Naiklah, aku akan pergi makan siang," susulnya kemudian.

"Kenapa wajahmu?" tanyanya, heran melihat melihat luka di bibir gadis itu. Bahkan tanpa lipstik, bibirnya sudah merah dan sedikit bengkak karena terluka. Belum lagi memar keunguan di dekat pelipis matanya, juga memar lain di sekitaran lehernya.

"Naik saja dulu," kata Lisa. "Dami eonni menghubungiku, katanya oppa kembali ke kamp padahal masih libur, kemarin oppa bertengkar dengan kekasihmu?" susul Lisa setelah Jiyong duduk di sebelahnya.

"Putus."

"Ahh... Kau baik-baik saja?" tanya Lisa namun Jiyong hanya diam. Tentu pria itu tidak baik-baik saja. "Perlu handphonemu? Ini masih hari liburmu. Kembalikan lagi saja sebelum oppa melapor untuk bertugas besok sore," tawarnya namun Jiyong menolak. Kekasihnya masih terus meneleponnya, sejak semalam dan itu luar biasa mengganggu.

"Kenapa kau terluka?" tanya pria itu sekali lagi.

"Latihan, dengan Kapten Kim," santai gadis itu, tetap mengemudi sampai mobilnya keluar dari kamp militer. "Appa bilang, dia akan mengizinkanku masuk pasukan khusus kalau aku bisa mengalahkannya. Jadi aku berlatih, kemarin Kapten Kim membantuku, karena itu aku tidak bisa menemuimu. Sulit sekali untuk bertemu dengannya dan membuatnya mau meluangkan waktu untukku," cerita Lisa.

"Sakit?"

"Kemarin tidak, tadi pagi sakit sekali, saat bangun tidur. Aku sampai menangis saking sakitnya," kata Lisa.

"Berhenti- tidak... Tidak... Lakukan saja apa yang kau inginkan," ucap Jiyong, sempat ingin menyuruh Lisa untuk berhenti melukai dirinya sendiri, namun segera meralat ucapannya. Ia tidak berhak melarang Lisa melakukan apa yang diinginkannya.

Mereka tiba di rumah dinas Kim Teo dan seorang pelayan menyambut keduanya saat mereka melangkah melewati pintu depan. Jiyong tidak pernah berkunjung ke sana sebelumnya. Bahkan Soohyuk pun tidak pernah datang ke rumah itu. "Bibi sudah menyiapkan makan siangnya?" tanya Lisa, pada pelayanan yang hanya datang di siang hari, untuk membersihkan tempat itu. "Maaf, aku tiba-tiba memintamu memasak," susul Lisa.

Begitu tiba, Jiyong di persilahkan untuk duduk. Pelayan tadi menawarkan beberapa minuman padanya, sedang Lisa naik ke kamarnya di lantai dua. Di sana, Lisa mengganti pakaiannya, dengan baju olahraga yang lebih nyaman-celana olahraga panjang berwarna hitam dengan kaus biru berlengan pendek, rambutnya ia jepit dengan sebuah jepit persegi ke belakang kepalanya. Lalu setelahnya ia masuk ke kamar ayahnya, mengambil sepasang pakaian olahraga berwarna kelabu dan memberikannya pada Jiyong.

"Ganti pakaianmu, oppa. Ini hari liburmu, untuk apa pakai seragam?" katanya, lalu menunjuk kamar mandi di sebelah dapur.

"Ayahmu tidak di rumah?" tanya Jiyong dan Lisa mengangguk.

"Dia pergi kerja hari ini," katanya, sembari duduk di sofa dan menyalakan TV-nya. "Makanannya belum siap, tunggu lah sebentar lagi," susulnya, dan Jiyong melangkah menghampirinya. Ia letakan pakaiannya pada sandaran sofa kemudian duduk di sana, di sofa lain namun tetap berada di sebelah Lisa.

Selain suara TV di depan mereka, tidak ada obrolan lainnya. Lisa menonton TV sedang Jiyong mengedarkan pandangannya, melihat sekeliling rumah itu. Rumahnya di dominasi oleh kayu. Lantai dan dindingnya dari kayu, namun Jiyong tahu itu bukan sembarang kayu. Kayunya kokoh, dan terlihat padat, tidak berderit saat diinjak. Perabotannya pun dibuat dari kayu, sofanya berbahan kayu, meja sampai rak dan nakasnya pun sama.

"Kenapa kau tidak tinggal di sini saja?" tanya Jiyong, sementara lawan bicaranya menguap, bosan dengan acara TV yang baru ia tonton selama beberapa menit.

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin mencoba tinggal sendirian. Latihan kalau nanti aku berhasil masuk pasukan khusus," jawabnya. "Apa yang terjadi? Kenapa oppa datang ke sini sebelum liburanmu selesai?" tanyanya kemudian.

Sebentar Jiyong membisu. Lisa berkata kalau pria itu tidak perlu menceritakan detail kisahnya padanya, namun Jiyong menggeleng. Berkata kalau ia akan memberitahu Lisa apa yang kemarin terjadi. "Aku bertemu dengannya saat konser, kakiku sakit setelah konser dan staff membawaku ke rumah sakit. Aku bertemu dengannya di sana," ceritanya. "Apa tidak apa-apa aku menceritakan ini padamu?" potongnya sendiri, khawatir ia akan melukai gadis itu ketika melanjutkan ceritanya.

"Aku tidak penasaran tentang bagaimana kalian bertemu, bagaimana oppa mencintainya, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi kemarin sampai oppa kembali dihari liburmu. Tapi kalau oppa ingin menceritakan semuanya, silahkan saja," balasnya.

"Kau tidak benar-benar menyukaiku kan? Hanya menyukaiku sebagai idol? Seperti yang lainnya," komentar Jiyong.

"Kalau itu membuatmu lebih nyaman, anggap saja begitu. Aku hanya fansmu, jadi apa yang terjadi kemarin?"

"Dia bilang hubungannya dengan dokter itu sudah hampir satu tahun. Sudah terjadi sebelum aku pergi wamil," kata Jiyong, dan Lisa membulatkan matanya, jelas terkejut. "Dia melakukannya karena aku membuatnya kesepian. Aku sibuk dan dia merasa aku hanya datang saat aku butuh teman tidur. Dia bilang, semuanya terjadi karenaku. Dia memang mengkhianatiku tapi dia melakukannya karenaku, jadi semuanya salahku," cerita pria itu.

"Mau aku peluk?" tawar Lisa, dengan wajah prihatin yang ia buat-buat.

"Kau senang mengejekku? Tertawa saja, tidak perlu membuat wajah menyedihkan itu."

"Tidak," geleng Lisa, yang kemudian mengulas sedikit senyumnya. Hanya sedikit, sebab khawatir Jiyong akan tersinggung karenanya. "Aku tidak bermaksud mengejekmu, hanya saja... Oppa tahu kan kalau dia hanya sedang mencari pembenaran? Oppa tahu kan kalau kau tidak bersalah? Kalau dia kesepian harusnya dia memberitahumu, bukan mencari pria lain. Kalau dia sudah memberitahumu tapi kau tidak berubah, harusnya dia meninggalkanmu, bukan mengkhianatimu, selalu ada jalan lain selain berselingkuh, tapi dia memilih berselingkuh."

"Aku tahu-"

"Lalu kenapa oppa merelakan hari liburmu yang akan sangat jarang nanti karenanya?" potong Lisa. "Padahal hari ini oppa seharusnya bisa pergi berbelanja dengan ibumu, atau menemani ayahmu memancing. Atau setidaknya bersenang-senang dengan dirimu sendiri, daripada berjalan seperti anak ayam kesepian di barak," katanya.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang