Bagian III : 41

732 134 1
                                        

***

"Dimana kau sekarang?" Soohyuk bertanya pada pria yang ia telepon-Kwon Jiyong, kekasih adiknya. "Lisa bersamamu?" susulnya tanpa berbasa-basi.

"Studio, aku sudah mengantar Lisa pulang tadi sore. Dia tidak di rumah?" tanya Jiyong. "Aku akan meneleponnya, sebentar," kata pria itu kemudian, namun Soohyuk menahannya. Mengatakan dengan singkat apa yang terjadi beberapa menit lalu-kalau Lisa pergi dari rumah dan tidak membawa apapun. "Kapan dia pergi?" setelah menghela nafasnya, Jiyong bertanya. Tentu ia harus berusaha keras untuk tetap tenang saat itu.

"Sekitar tiga puluh menit yang lalu," kata Soohyuk. "Apa kau tahu tempat yang mungkin dia kunjungi?" tanyanya kemudian.

"Aku akan mencarinya, kau tenangkan ibumu dulu. Aku akan menghubungimu lagi nanti," jawab Jiyong, sebab ia juga tidak tahu kemana Lisa akan pergi sekarang. Tidak ada satu pun tempat yang terpikir olehnya sekarang. Satu-satunya yang mungkin ia lakukan adalah pergi ke rumah Soohyuk dan mencari Lisa di sekitar sana. Berharap, gadis itu belum pergi terlalu jauh dari rumahnya.

Lama Jiyong mencari namun tidak ia temukan kekasihnya di sana. Berkali-kali Jiyong mengumpat, kesal karena tidak bisa menemukan gadis itu. Entah dimana ia sekarang, Jiyong bersumpah akan memarahinya, kalau mereka bertemu. Perasaan khawatirnya, pelan-pelan berubah jadi amarah, lalu berubah lagi jadi rasa takut yang luar biasa.

Sementara di tempat lain, Lisa terus melangkah, menjauh dari rumah kakaknya. Ia langkahkan kakinya, tanpa tahu kemana ia bisa pergi sekarang. Tidak ada apapun dalam sakunya. Hanya ia kenakan celana olahraga dan kaus berlengan pendeknya, tidak ada dompetnya, tidak ada handphonenya, tidak ada sepeser pun uang dalam sakunya.

Berjalan jauh bukan masalah baginya. Namun malam ini dadanya terasa begitu sesak. Dunia terasa begitu asing baginya dan ia sendirian di sana. Lama Lisa melangkah, sampai akhirnya tibalah ia di gedung agensi tempat Jiyong bekerja. Mungkin ingatan yang membawanya ke sana-aku akan bekerja di agensi malam ini-begitu yang Lisa dengar dari Jiyong tadi sore.

Dengan tubuh penuh keringat, Lisa menghampiri petugas keamanan gedung itu. Mengatakan alasannya datang-mencari G Dragon. Tidak mudah untuk menemui pria itu, sebab petugas keamanan berkata kalau G Dragon tidak ada di sana. Sekeras apapun Lisa memaksa, petugas keamanan itu tidak mengenalinya, tidak juga punya kewajiban untuk mengenalinya. Maka menyerah lah ia.

Lisa hela nafasnya, menundukan kepalanya kemudian melangkah lagi. Sama seperti sebelumnya, tidak ada tujuan pasti dalam kepalanya. Bahkan untuk berfikir bagaimana caranya menghubungi Jiyong, kepalanya tidak mau bekerja sama. Belum jauh ia melangkah, seseorang memanggilnya. Suara yang familiar, namun sudah lama tidak ia dengar.

"Lisa!" suara seorang gadis menghentikan langkahnya, membuatnya juga berbalik untuk melihat siapa yang memanggilnya. Son Naeun, kekasih kakaknya.

"Oh? Eonni, lama tidak bertemu," kata Lisa, yang justru melangkah mundur ketika Naeun ingin menyentuhnya. "Aku berkeringat," katanya kemudian, menjelaskan penolakannya sebelum Naeun salah paham.

"Kau baik-baik saja?" raut khawatir terlihat dalam tatap gadis itu. Memperhatikan Lisa dari ujung rambut sampai ke kakinya, melihat betapa kacaunya gadis itu sekarang. "Kemana kau akan pergi sekarang?" sekali lagi Naeun bertanya, sebab tadi Lisa tidak menjawabnya.

"Belum tahu," jawab Lisa, setelah beberapa detik ia buat Naeun menunggu.

Seorang gadis lain bersuara, memanggil Naeun. Mungkin managernya, atau penata gayanya. Naeun harus segera pergi sekarang, tapi siapa yang tega meninggalkan seorang kenalan seperti Lisa sekarang? Seorang yang terlihat sangat berantakan dan butuh bantuan.

"Mau aku hubungi oppamu? Agar dia menjemputmu-"

"Tidak," potong Lisa. "Jangan beritahu Soohyuk oppa," susulnya, yang selanjutnya meminta Naeun menghubungi Jiyong untuknya.

"Kwon Jiyong?" tanya Naeun dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Jangan menghubungi oppaku, hubungi Jiyong oppa saja," pinta Lisa dan Naeun melakukannya. Ia telepon Jiyong, memberitahunya kalau Lisa ada di agensi, mencarinya.

Lantas, begitu Naeun selesai melakukan tugasnya, ia ulurkan lagi tangannya. Meraih lengan Lisa, dan dengan hati-hati mengajaknya masuk ke dalam gedung agensi itu. "Sudah malam sekarang," kata Naeun pelan. "Tunggu di dalam saja, Jiyong oppa akan datang sebentar lagi," susulnya.

Sekali lagi Naeun dipanggil managernya. Jadwalnya tidak bisa menunggu lagi, ia harus segera pergi. "Eonni pergilah, aku akan menunggu di sini," kata Lisa, merasa tidak bisa menahan Naeun terlalu lama di sisinya. Semua orang sibuk, Jiyong pun pasti sibuk, sedang yang ia lakukan hanya membuat orang-orang sibuk itu jadi semakin sibuk. Sekali lagi, Lisa ingin menangisi hidupnya. Tapi di depan Naeun, ia tahan air matanya. Tersenyum dan meyakinkan wanita itu kalau ia bisa meninggalkannya.

Kira-kira dua puluh menit setelah Naeun pergi, baru Jiyong muncul di sana. Ia hentikan mobilnya sembarangan di depan agensi, lantas melangkah masuk ke dalam gedungnya. Ia berlari, mencari Lisa yang menunggunya di lobby. Saat datang, ia lihat Lisa tengah menutup wajahnya sendiri dengan lengannya. Duduk di sofa panjang sendirian, bersandar di sudut dengan wajah tertutup.

Sampai ia turun dari mobilnya, Jiyong masih merasa sangat marah, sangat takut. Namun begitu ia melihat Lisa di sana, duduk dengan sepatu dan ujung celana yang kotor, dengan rambut yang berminyak karena keringat dan debu, dengan helaan nafas yang kedengaran berat, amarahnya lenyap. Tanpa mengatakan apapun, Jiyong duduk di sebelah Lisa, mengatur nafasnya sendiri di sana.

Menyadari seseorang duduk di sebelahnya, Lisa membuka tutup wajahnya, menoleh, menatap Jiyong yang juga menatapnya. Bulir keringat terlihat di dahi Jiyong, ia pun terengah-engah sekarang. "Aku pergi ke rumah oppamu tadi, dia meneleponku," kata Jiyong memulai penjelasannya, meski Lisa tidak mengatakan apapun sekarang. "Aku mencarimu di sekitaran rumahnya, lalu pergi ke rumah lamamu, ke taman yang selalu kau datangi setiap kali bertengkar dengan ibumu. Lalu aku pergi ke Galleria, karena kau bilang kau merindukannya, aku hampir pergi ke rumah ayahmu, tapi untungnya Naeun menelepon dan bilang kalau kau ada di sini," ceritanya dan Lisa tetap diam, hanya mendengarkannya.

"Harusnya aku tetap di sini," kata Jiyong kemudian. "Kau merasa lebih baik setelah mendengar suaraku, harusnya aku menunggumu mendatangiku, kau pasti akan mendatangiku, maaf... Aku tidak mengingatnya tadi. Aku hanya berfikir untuk menemukanmu secepat mungkin," susulnya dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Aku baik-baik saja," ucap Lisa kemudian. "Aku sangat marah hari ini, sampai tidak bisa mendengar suara lain di sekitarku. Aku marah sekali, sampai lupa untuk merasa takut di sepanjang jalan ke sini. Tapi sekarang aku baik-baik saja, hanya lelah. Karena berjalan sangat jauh ke sini," susulnya. Ia berjalan lebih dari tiga jam untuk sampai ke agensi itu.

"Kenapa kau sangat marah hari ini?" tanya Jiyong, dengan tangan yang terulur untuk menyingkirkan beberapa helai rambut di wajah Lisa. Menariknya ke samping agar tidak mengganggu pandangan gadis itu.

"Awalnya aku marah karena eomma menghina appa. Tapi setelah itu, hatiku sakit sekali. Rasanya seperti tidak ada tempat untukku di rumah itu. Hidup ibuku sepertinya cukup hanya dengan Soohyuk oppa, dia tidak perlu anak lainnya. Sedari kecil eomma menyediakan semua untuknya. Eomma lebih memilih untuk mengantarnya audisi daripada mengantarku di hari pertama sekolahku. Di hari kelulusanku, Soohyuk oppa harus pergi ke Paris untuk modelingnya dan eomma harus pergi mengantarnya. Eomma lebih senang pergi belanja dengan Soohyuk oppa daripada denganku. Daripada foto keluarga, ada lebih banyak foto Soohyuk oppa di rumah, entah foto yang diambil hanya karena Soohyuk oppa kelihatan tampan atau untuk portofolionya. Eomma, melakukan apapun untuk mendukung Soohyuk oppa, tapi dia tidak bisa melakukan itu untukku. Rasa sayangnya padaku, sepertinya tidak lebih besar daripada kebenciannya pada ayahku."

Lisa bercerita sembari bermain dengan ujung kausnya. Jiyong mendengarkannya, lalu di akhir ceritanya, gadis itu mengeluh. "Augh! Sudah berapa umurku? Kenapa aku masih terjebak dalam perasaan itu? Aku bukan lagi anak sekolah yang kabur dari rumah, aku sudah melakukan banyak hal, aku sudah pergi kemana-mana, tapi... Kenapa aku masih merasa begitu? Seperti anak-anak?" keluhnya dan Kwon Jiyong mengulurkan lagi tangannya, merengkuhnya, lantas memeluknya.

"Tidak apa-apa, berapapun usiamu, kau tetap anak-anak, untuk orangtuamu," tenang pria itu, menepuk-nepuk punggungnya. Dulu Jiyong hanya bisa menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya dari samping, atau membelikannya semangkuk tteokbokki pedas, tapi siapa sangka, kini pria itu berani memeluknya, bahkan mengusap rambutnya yang kotor. Dunia berputar, namun sebagai seorang anak, Lisa masih berada di tempat yang sama. Terjebak dalam luka masa kecilnya.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang