Bagian I : 1

2.4K 239 8
                                    


***

Lalisa ada di sekolahnya, ketika Soohyuk juga sahabatnya menemukannya. Hari sudah pagi saat itu, dan Lisa baru berhasil di temukan, setelah kemarin ia melarikan diri dari rumah. Begitu bertemu, Soohyuk marah. Sangat marah. "Di saat begini, bisa-bisanya kau pergi dari rumah! Apa kau tidak tahu bagaimana eomma dan appa mengkhawatirkanmu?!" marah Soohyuk, sedang gadis yang ia marahi hanya menundukkan kepalanya.

Tanpa bertanya, apa alasan adiknya pergi dari rumah, Soohyuk menarik Lisa. Menyeretnya untuk pulang meski gadis itu sudah menolak. "Aku mau pergi sekolah hari ini," kata Lisa, bersikeras untuk tinggal namun Soohyuk tidak mengizinkannya. Usia mereka terpaut dua tahun. Tidak lama, namun Lisa merasa punya jarak yang sangat jauh dari kakaknya.

Lisa tahu, kakaknya tidak bermaksud jahat. Lisa tahu, kakaknya menyayanginya. Namun Lisa juga tahu, kalau di rumah, ia hanya seorang pemain cadangan, sama sekali tidak dilibatkan. Lelah memberontak, akhirnya Lisa pulang. Disaat teman-teman lainnya datang ke sekolah, Lisa justru diseret menjauh.

Tiba di rumah, apa yang Lisa hindari muncul di depan mata. Ayah dan ibunya ada di rumah, mengkhawatirkannya. Keduanya khawatir, putri bungsu mereka terluka setelah semalaman pergi dari rumah. Lisa tidak terluka secara fisik, namun tidak seorang pun bertanya bagaimana keadaan hatinya sekarang. Hancur, sebab ayah dan ibunya sungguh akan bercerai.

"Kalau keputusannya memang sudah bulat, aku tidak bisa berbuat apa-apa, iya kan? Kalau begitu bercerai saja," kata Lisa, tidak benar-benar menerima perceraian itu namun juga tahu kalau dirinya tidak menyukai keputusannya.

Dari semua orang, hanya Kwon Jiyong yang menyadarinya. Kalau Lisa setuju karena keterpaksaan. Tetangganya itu datang, menekan bel rumahnya. "Soohyuk oppa tidak ada di rumah, pergi dengan eomma," kata Lisa, yang terpaksa harus membukakan pintu.

"Ah... Padahal aku ingin mengajaknya makan odeng," kata Jiyong. "Kau sudah makan? Mau makan odeng?" susulnya, sebab Lisa tidak meresponnya.

Gadis itu kemudian mengangguk. Meski ia di hukum karena pergi dari rumah semalam, namun tidak seorang pun tinggal untuk memastikan ia menerima hukumannya. Entah kemana Soohyuk dan ibunya pergi, namun Lisa ditinggal sendirian di rumah siang itu. "Karena ikut mencarimu semalaman, aku baru bisa tidur tadi pagi," kata Jiyong, melangkah di sebelah Lisa, berjalan ke kedai camilan yang tidak jauh dari sana.

"Maaf," singkat Lisa.

"Kenapa kau pergi ke sekolah?"

"Tidak tahu. Biasanya aku benci ke sekolah, tapi sepertinya semalam aku merasa tinggal di rumah lebih menyebalkan dari itu," jawabnya.

"Harusnya kau memberi petunjuk," komentar Jiyong. "Aku dan oppamu mencarimu sampai ke rumah kekasihmu, siapa itu namanya? Si atlet renang? Nam Joohyuk?" ceritanya.

"Wah... Kami putus minggu lalu. Dia pasti besar kepala sekarang, berfikir kalau aku kabur dari rumah karena terlalu sedih setelah putus darinya," balas Lisa, namun tidak punya tenaga untuk marah.

"Omong-omong soal sedih, kau baik-baik saja? Tentu tidak. Aku tahu kau tidak baik, tapi kalau tidak seorang pun bisa kau ajak bicara tentang perasaanmu, kau bisa bicara padaku. Kalau kau mau, aku juga bisa memberitahu oppamu, tentang perasaanmu," tawar Jiyong namun Lisa justru menggelengkan kepalanya.

"Rasanya canggung diberitahu begitu," jujur Lisa. "Kenapa tiba-tiba oppa bilang begitu padaku? Oppa menyukaiku?" tanyanya.

"Kadang aku penasaran dengan isi kepalamu itu," Jiyong menatap heran, pada gadis yang perlahan-lahan mulai terkekeh itu. "Kau adik temanku, mana mungkin aku berkencan dengan-"

"Oppaku ingin mengencani kakakmu, tapi di tolak," potong Lisa, membuat Jiyong tersedak ludahnya sendiri. "Dami eonni tidak sengaja bilang begitu, saat kami bertemu di toko. Soohyuk oppa tidak bilang apa-apa, saat aku tanya, dia justru pergi sambil berteriak menyuruhku diam. Mungkin malu karena di tolak," ceritanya kemudian.

Hari itu mereka banyak berbincang. Jiyong menemui Lisa karena khawatir, dan Lisa menerima kekhawatiran itu dengan baik. Jiyong mengaku, kalau ia terganggu setelah Lisa memberitahunya tentang Post It tempo hari. Lisa merasa ditinggalkan, Jiyong khawatir gadis itu tidak punya seseorang yang bisa diajaknya bicara, dan jadi semakin khawatir saat semalam Soohyuk menelepon, meminta bantuannya untuk mencari Lisa yang pergi dari rumah.

"Aku tahu rasanya," kata Jiyong. "Aku juga anak bungsu di rumah," susulnya.

"Oh ya? Tapi oppa laki-laki, bukan kah kau pasti dilibatkan? Karena laki-laki?"

"Tidak," geleng Jiyong. "Saat ayahku sakit, aku tidak diberi tahu. Alasannya, jangan beritahu Jiyong, dia sedang trainee, jangan membuatnya khawatir," cerita Jiyong, sembari menikmati odengnya di kedai cemilan. Di sebelah Lisa yang juga menggigit miliknya. "Noonaku yang tinggal di rumah tahu segalanya, bahkan berapa jumlah uang di dompet ibuku, dia tahu. Semua masalah keluarga kami, dia tahu. Dia dilibatkan, untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Tapi mereka tidak ingin aku tahu, tidak ingin aku khawatir. Karena aku si bungsu yang masih kecil, karena menurut mereka aku sudah lelah dengan trainee," katanya.

"Rasanya seperti diberi jarak," aku Lisa. "Rasanya seperti dijauhi. Selama ini eomma tidak menunjukkan perasaannya padaku, lalu tiba-tiba dia meledak. Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap. Aku hanya ingin menghindarinya, dia tidak seperti eomma yang aku kenal. Tapi Soohyuk oppa bilang, itu eomma yang sebenarnya. Eomma yang terluka dari dalam dan tidak bisa menahan lukanya lagi. Lalu appa, dia tidak berdaya. Dia bilang, dia sudah berusaha membujuk eomma, namun gagal. Tiba-tiba semuanya jadi terlalu terlambat untuk diperbaiki, dan bercerai satu-satunya jalan. Soohyuk oppa bilang, itu yang terbaik untuk semuanya. Aku harus belajar menerimanya. Tapi rasanya... Mungkin bagi Soohyuk oppa yang selalu terlibat, masalah keluarga kami seperti sakit keras yang sudah bertahun-tahun berusaha diobati, dia sudah menyiapkan diri untuk situasi terburuknya. Tapi bagiku... Ini seperti serangan jantung, tiba-tiba dan tidak ada waktu untuk menyiapkan diri. Aku hanya diminta untuk menerimanya," ceritanya dan ia mendapat beberapa usapan lembut di puncak kepalanya karena cerita itu. Usapan super lembut yang sialnya justru membuat ia berdebar.

Sejak hari itu, Lisa menyukainya. Sangat menyukainya, pria yang bersahabat dengan kakaknya itu. Usapan lembut yang ia terima waktu itu, membuatnya berdebar. Tatapan penuh kasih yang Jiyong tunjukan siang itu, membuatnya meleleh, bak cinta itu terlalu panas untuk bisa ia terima. Melelehkannya, membuatnya bertekuk lutut.

***

Post ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang