22. The Flashback

2.3K 207 21
                                    

Chapter ini berisi flashback
.
.
.
.
.
.

"Pengen nyusul papa sama mama aja gue" San menopang kepalanya dengan kedua tangannya, meremas surainya kuat. Pikirannya benar benar kalut, mengapa semua ini harus terjadi secara bersamaan. Orang orang yang dicintainya satu persatu meninggalkannya, lantas untuk apa ia harus tetap bertahan hidup? Tak ada alasan lagi, jalannya sudah buntu.

Disela sela dirinya yang bergelut dengan pikirannya, seorang anak kecil menarik narik ujung jas hitamnya.

San mengangkat kepalanya, melihat anak kecil dengan menggendong boneka rubah seraya menatapnya sayu.

"Om kenapa nangis?" Tanyanya polos

Walau sedikit kebingungan dengan kehadiran anak kecil yang menghampirinya secara tiba tiba, San lekas mengelap air mata dan ingusnya.

Anak kecil itu mendudukan dirinya dengan disamping San "Woodong duduk sini ya" ujarnya dengan bonekanya.

San memperhatikan tingkah anak kecil yang sudah duduk disampingnya.

"Om ada yang sakit ya?" Tanyanya

San menggelengkan kepalanya

"Kalo enggak ada yang sakit kenapa nangis, ayo jangan nangis. Liat aku habis jatuh tadi disana, tapi aku enggak nangis" clotehnya seraya menunjuk luka yang ada dilutut.

Dilihat dari pakaian anak kecil itu San dapat menyimpulkan bahwa anak itu tak bohong, mengatakan apa adanya.

"Hey anak kecil, dimana orang tua kamu?" San akhirnya membuka suaranya

"Orang tua?" Anak itu kembali bertanya dengan raut kebingungan.

San mengaggukan kepalanya "Iya, ayah ibu kamu"

Anak itu menundukkan kepalanya "Ayah ibu? Wuyo ga punya, ayah ibu Wuyo udah pergi jauh dan bahagia di tempat yang indah banget kata Suster Irene, jadi sekarang Wuyo cuman tinggal sama Suster Irene sama temen temen Wuyo" ucapnya

Seketika hati San terenyuh, jantungnya berdebar mendengar penuturan anak kecil yang dengan polos mengucapkan kata kata yang sangat membuat hatinya semakin sesak.

"Maafkan aku" San kembali menitikan air matanya.

Anak kecil itu panik lantaran San kembali menangis "Aaaaakk!! Jangan nangis lagii" ia kemudian memeluk San kedalam dekapan mungilnya.

Ia melepaskan pelukannya karena teringat ia menyimpan permen pada saku baju overallnya, ia menyodorkannya pada San.

"Om jangan sedih, ayo makan permennya Om...biar bisa senyum kaya gini" ia menunjukkan gigi ompongnya.

San seketika tertawa lepas walau air matanya masih mengalir deras, ia kemudian memeluk anak itu dengan erat dan kembali terisak melepas tangisnya "Maafkan aku...aku jadi lemah karena ditinggal orang orang yang aku sayangi, aku nangis karena mungkin ga ada lagi yang sayang sama aku, aku minta maaf karena nangis didepan anak kuat kaya kamu" ucapnya.

Anak kecil itu mengerutkan dahinya memasang raut marah "Ayo jangan sedih lagi, aku sayang Om. Ada aku yang sayang Om. Jangan nangis lagi"

San terkejut, bagaimana seorang anak yang nampak berumur 5 tahun memiliki pikiran dan emosi sedewasa itu. Dirinya merasa terejek, tak patut dirinya disebut lelaki dewasa, sangat tak patut. Ia malu dengan dirinya sendiri, hanya karena kehilangan orang tua dan wanitanya ia menginginkan menutup jalannya rapat rapat seolah tak ada jalan lain yang harus ia tempuh.

"Wooyoung!! Wooyoung!!" Teriak seseorang

San melepaskan pelukannya karena anak kecil itu mendorongnya.

Daddy's Buddy [Sanwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang