23.

2.6K 204 25
                                    

San merutuki kebodohannya, setelah kejadian kemarin dimana Hongjoong memutuskan untuk mengusir San dan tidak mengizinkan dirinya bertemu dengan Wooyoung sama sekali.

"Gue bodoh" San mengutuk dirinya sendiri.

Baru 3 bulan menjalani hubungan dengan Wooyoung, dirinya harus rela berpisah karena tak seharusnya San mencintai anak temannya sendiri atau mungkin jika terjadi anaknya sendiri. Tak seharusnya itu terjadi, San benar benar bodoh.

Bekali kali San mengusap wajahnya kasar dan merutuki dirinya sendiri. Ia membuka ventilasi ruangan kerjanya, menyalakan rokok yang sudah lama tak ia sesap.

Pikirannya kalut, ditambah ia tak mengetahui nasib Wooyoung selanjutnya. Ya, dari awal memang apa yang terbaik untuk Wooyoung, San percayakan kepada Hongjoong dan Seonghwa.

Ia menghembuskan asap rokoknya kasar.

"Stress berat banget tuh kayaknya" suara Mingi yang tiba tiba masuk kedalam ruangannya tanpa izin, mengusik rungu San.

"Gws gue denger Bang Hong marah besar banget sama lo" Mingi mendudukan dirinya disofa, manatap San yang masih setia dengan nikotinnya.

"Gue bodoh, ga seharusnya gue--"

"Lo ga bodoh San, cinta bisa datang dari mana aja, tanpa mandang usia" ujar Mingi memotong ucapan San.

"Tapi Wooyoung dulunya--"

"Kan gak jadi, stop mikir aneh aneh. Bukan darah daging lo juga, gue tau dari dulu lo udah tertarik sama Wooyoung sikap lo yang peduli sama Wooyoung gue yakin itu karena lo sebenernya punya perasaan yang dalam ama dia, tapi lo ga tau sama apa yang sebenernya lo rasain. Lo pinter tapi goblok banget dalam hal perasaan"

San menatap tajam Mingi

"Ya maksud gue gitu lah, intinya lo tuh sebenernya udah cinta sama Wooyoung tapi lo tu masih bingung ama perasaan lo sendiri" jelas Mingi.

San mendengus mematikan putung rokoknya, kemudian mendudukan dirinya berhadapan dengan Mingi.

"Gi gue ada masalah"

"Masalah apa?"

San menarik nafasnya panjang "Gue balik ke Swiss 2 minggu lagi"

"Whattt??! Secepet itu?" Mingi tak  menyangka lantaran San bilang ia akan kembali 2-3 bulan lagi.

"Gue juga ga tau. Perusahaan butuh gue lagi, gue pasrahin perusahaan ini ke lo ya Gi"

"Gila, ga mau gue. Kasih ke Jongho aja lah setan. Gue ama kerjaan gue aja udah mumet"
"Terus Wooyoung? Lo bakal ghosting dia gitu?" Sambungnya.

"Nggak gitu lah Gi, gue tetep sayang sama Wooyoung. Apapun yang terjadi Wooyoung tetep milik gue. Makannya gue baru berusaha buat ngebujuk Bang Hong. Tapi telat, Bang Hong udah kepalang marah banget ama gue"

Benar apa yang dikatakan San, Hongjoong benar benar marah padanya hingga Hongjoong mengusirnya dan tidak boleh menginjakkan kakinya dirumah bahkan dihalaman rumah pun Hongjoong tak memperbolehkannya. Persahabatan mereka dipertaruhkan.

"Oh iya, lo pasti bingung kan? Disisi lain lo pengen perjuangin Wooyoung tapi disisi lain juga lo ga mau persahabatan kita retak" Mingi yang notabenya teman bangku San semenjak SMP sudah tau betul apa yang dirasakan sang sahabat.

San menganggukan kepalanya "Gue bingung banget Gi. Baru kemarin gue ngelamar Wooyoung, firasat ga enak gue bener ternyata" San kemudian merebahkan kepalanya pada bahu sofa.

"Apa yang perlu gue lakuin buat bantu lo?" Tawar Mingi, jujur Mingi sedikit khawatir San akan kembali seperti dulu, kembali menjadi sosok yang bukan ia kenali.

"Gue pengen sebelum gue berangkat ke Swiss, gue mau ketemu Wooyoung dulu"

"Gue bantu, lo tenang aja. Gue ama Yunho siap bantu lo sebisa kita"

***

Wooyoung sedari tadi melamun tak bersemangat untuk menjalani harinya, seharian dirinya bergelung pada selimut karena sebenarnya dirinya sudah lelah menangis. Ayahnya tak mengijinkannya keluar rumah, bahkan untuk berangkat mengemban ilmu pun ia tak diizinkan dan Hongjoong meminta pihak kampus untuk Wooyoung mengikuti kelasnya dengan sistem daring.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Seonghwa membawa satu nampan berisikan satu mangkuk sup dan nasi, serata jus buah kesukaan Wooyoung.

"Sayang makan dulu yuk?" Bujuk Seonghwa karena sedari kemarin malam Wooyoung belum juga mengisi perutnya.

Wooyoung tak merespond Seonghwa sama sekali, dirinya malah makin menenggelamkan kepalanya kedalam selimut.

Seonghwa menghembuskan nafas kasarnya "Wooyoung stop abain bunda!" Seonghwa dengan sedikit ketus.

Wooyoung kembali terisak, dadanya sesak. Kebahagiaannya direnggut begitu saja lantaran sang orang tua tak merestui dirinya yang berbahagia dengan San.

Mendengar isakan Wooyoung, Seonghwa lantas mendudukan dirinya ditepi ranjang, berusaha bersabar menghadapi sang putra.

"Sayang...kamu tau nggak kenapa bunda sama ayah marah besar setelah tau hubungan diam diam kamu sama San?" Seonghwa menjeda, menarik nafasnya dalam dalam.

"Karena kamu pantes mendapatkan yang lebih baik dari San. Bunda tau San memang orang baik, tapi gak semuanya orang itu baik dalam segalanya, pasti punya keburukan didalam dirinya. San itu orangnya pekerja keras, bahkan saking kerasnya sampe lupa sama dirinya sendiri, dia hampir gila. Sama dirinya sendiri aja lupa apalagi orang disekitarnya. Bunda cuman khawatir suatu saat nanti kamu sakit hati karena kamu merasa diabaikan, karena bunda tau kamu paling ga bisa kalau diabaikan, makannya bunda ga suka. Maaf ya kemarin bunda marah marah, emang mungkin alasan bunda ga bisa kamu terima tapi apapun ayah dan bunda lakuin itu buat kebaikan kamu sayang" Seonghwa mengelus surai panjang milik sang putra yang nampaknya semakin terisak dalam diam, dilihat dari gerak bahu sang putra yang bergetar berusaha menahan suara tangisnya.

"And one thing...you deserve someone the same age as you, my dear" ucap Seonghwa sebelum berajak keluar dari kamar Wooyoung.

Tangis Wooyoung semakin pecah, ia tak sanggup menahannya lagi. Ia menumpahkan seluruh air matanya.

"Hiksssssss how can it be if my love is only for San"

Wooyoung tak bisa menyalahkan kedua orang tuanya. Namun dirinya juga tak bisa menyalahkan San dan perasaannya, mereka sudah sejauh itu. Sangat disayangkan bila harus berakhir.

Wooyoung mengenggam erat kalung pemberian San, dirinya sangat mencintai prianya. Ia tak ingin semuanya usai begitu saja, ia ingin berada disisi San hingga akhir hayatnya. Seperti janji yang ia ucapkan kala itu.

***

Seonghwa menghampiri Hongjoong yang tengah berkutat dengan laptopnya.
"Honey, can we talk for a minute?"

"Kenapa sayang?" Hongjoong tak melirik Seonghwa sama sekali.

"Tentang Wooyoung..." Seonghwa ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.

"What about Wooyoung? Ga mau makan lagi?" Hongjoong benar benar tak ingin menggubris Seonghwa.

"Enggak...tapi iya, mau sampai kapan Wooyoung kaya gitu sayang, aku gak tega.  Apa kita-"

"Ooh? Kamu mau ngerestuin anak kita yang punya hubungan sama temen kita? Oh atau bahkan bukan temen kita lagi??" Potong Hongjoong.

"Hongjoong!" Ketus Seonghwa. 

Hongjoong beranjak menghampiri Seonghwa "What's wrong honey? Kamu yang pertama marah loh? Kenapa sekarang jadi pro banget di kubu mereka?!?"

Seonghwa menundukkan kepalanya karena Hongjoong sudah menatapnya dengan tatapan intimidasinya.

"But Wooyoung's happiness is more important to us, Joong"

Hongjoong menarik dagu Seonghwa "Mulai saat ini kebahagiaan Wooyoung kita yang atur. We both know apa yang terbaik buat Wooyoung"

"Tapi-"

"Aku mau jodohin Wooyoung sama anak kolega ku" final Hongjoong















Siang🙏🏻

Daddy's Buddy [Sanwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang