SERENITY-10

120 40 68
                                    

CAUTION;

Mulai part ini saya akan menggunakan kata 'Dio' untuk kepribadian Gio yang satunya untuk memudahkan dalam menceritakan dan untuk memudahkan dalam memahami cerita. Jadi ... Mudahnya, Dio itu Gio Versi lain. Gio versi Dio.

Thank you very much for your attention:)

Selamat membaca readers 💕

***

"Ting tong!"

Suara bel  itu berbunyi membuat Aksara yang baru saja selesai bersiap-siap untuk berangkat bekerja lantas berjalan ke arah pintu demi mengetahui siapa yang datang. Dalam benaknya ia mengira itu adalah Hidan, temannya. Jika itu Ivanna gadis itu tak akan repot-repot memencet bel terlebih dahulu dan langsung masuk.

"Cklek!"

Aksara terdiam beberapa saat begitu tahu siapa yang datang. Tebakannya salah. Bukan Hidan yang datang, melainkan Arslan dan... Ivanna dalam gendongan cowok itu.

Aksara menatap jengah kearah Ivanna. Ini yang membuatnya kesal dan hampir menyesal telah mengizinkan Ivanna untuk belajar bela diri. Dulu, Ivanna juga sering pulang membawa luka. Bagi seorang gadis itu jelas tak lazim. Namun ketidak laziman itu tidak berlaku bagi seorang Ivanna Clauryen. Ini adalah kesekian kalinya ia pulang dengan membawa luka meski Aksara akui, luka yang kali ini lebih banyak dari yang sudah lalu.

Lelaki dengan kemeja rapi itu membuka pintu lebih lebar, memberi ruang pada Arslan untuk membawa masuk Ivanna ke dalam kamarnya.

"Seneng banget lo bikin Kakak lo sendiri khawatir," ujar Aksara sembari menyentil dahi Ivanna. Gadis itu memberenggut kesal kemudian menarik Aksara untuk duduk di sebelahnya.

Ivanna menyandarkan kepalanya di dada bidang Aksara. Perlahan, sebuah cairan kristal bening meluncur dari kedua pelupuk matanya. Ia menangis tanpa suara.

"Maafin Ivanna, Kak," ujarnya lirih dengan suara parau yang membuat Aksara lantas menghembuskan nafas panjang. Ia memeluk Ivanna dengan erat. Membiarkan gadis itu menangis dalam pelukannya. Sudah lama sekali Ivanna tak menangis seperti ini.

"Kalau mau makan atau minum ambil aja di dapur. Anggep aja rumah sendiri," ujar Aksara pada Arslan.

Cowok yang nampak rapi dengan seragamnya itu tersenyum lantas menggelengkan kepalanya pelan. "Gue mau berangkat sekolah, udah kesiangan," pamitnya.

Aksara mengangguk saja dan membiarkan Arslan untuk berlalu pergi setelah sempat menatap ke arah Ivanna beberapa saat. Ternyata Arslan tak perlu repot-repot menjelaskan pada Aksara apa yang terjadi pada Ivanna karena Aksara sendiri sidah terlalu maklum dengan Ivanna.

"Arslan!" Aksara berseru sebelum si pemilik nama itu benar-benar berlalu pergi. Arslan menatap Aksara dengan salah satu alis yang terangkat. Menatap tanpa suara.

"Siapa biangnya?"

Arslan terdiam sejenak kemudian menjawabnya dengan suara pelan yang nyaris tak terdengar. Sengaja agar Ivanna tak mendengarnya. Namun Aksara jelas dengan mudah tahu siapa yang Arslan maksud dengan gerakan bibirnya barusan. Satu kata yang cukup membuat amarah Aksara mencuat pada pagi itu.

"Galvanize."

***

Tawa Theo terdengar paling keras di antara yang lainnya. Kedua netranya menatap ke arah seorang cowok di hadapannya yang terduduk dengan lemah. Theo meraih gelas cup berisi teh di atas meja dan tanpa membuang waktu ia menumpahkan semua isinya ke atas kepala Dio. Sekali lagi ia tertawa. Puas sekali apalagi tak ada perlawanan sama sekali oleh Dio. Ia lantas membuang gelas cup itu ke sembarang arah.

SERENITY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang