SERENITY-52

52 13 7
                                    

"Astaga, kenapa lo sembunyiin luka ini?" tanya Ivanna segera begitu tahu ada luka bakar di punggung Dio. Gadis itu segera meminta cowok itu untuk melepas kaosnya agar ia bisa mengobati luka tersebut.

"Sshh! P-pelan-pelan, Van."

"Maaf," balas Ivanna pelan. Gadis itu segera membersihkan luka bakar di punggung Dio dan mengobatinya dengan perlahan. Sedangkan dengan lukanya sendiri, Dio telah mengobatinya sebelum ia mengobati luka milik cowok itu.

"Haish! Romantisnya lo berdua. Harus banget ngobatinnya gantian gitu? Padahal pergi ke rumah sakit aja bakalan langsung selesai," cibir Sakra. Cowok itu benar-benar merasa sebal dengan dua manusia di hadapannya ini.

"Yang nggak ngerti rasanya diobatin ayang mending diem." Kavin membuka suara menanggapi kalimat yang Sakra ucapkan barusan.

"Emang lo pernah?" ketus Sakra sebal. Ia yakin kalau Kavin tak memiliki seorang kekasihpun.

"Pernah, ya... walaupun bukan pacar gue, sih," balas Kavin yang kontan dibalas dengan decakan pelan oleh Sakra.

"Kalau gitu mungkin lo suka sama cewek itu." Audrey yang sedari tadi diam membuka suara. Kavin yang mendengarnya terdiam beberapa saat. Ia? suka? Pada seseorang yang mengobati lukanya? Gisel maksudnya? Ah! Tidak, tidak mungkin ia suka pada gadis itu.

"Jadi, lo minta tolong ke Audrey biar Gio mau ke markas Galvanize buat selamatin lo, Iv?" Arslan mengalihkan topik pembicaraan. Cowok itu sudah ingin menanyakan hal ini sedari tadi.

Ivanna yang masih sibuk mengobati luka di punggung Dio kontan menoleh ke arah Arslan dengan kening yang berkerut. "Gue? Apa gue bilang gitu ke elo, Drey?" Gadis itu menatap Audrey dengan bingung. Ia merasa tak pernah meminta Audrey untuk melakukan hal itu. Bahkan saat Dio datang tadi ia terlihat terkejut. Jika memang ia yang meminta Dio untuk datang menolongnya, tak mungkin ia seterkejut itu saat Dio datang.

Audrey seketika merasa gugup saat semua mata di ruangan itu menatap ke arahnya. "Lo chatt gue gitu tadi," jawabnya. Gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempangnya dan memperlihatkan pesan tersebut.

Helaan nafas pelan terdengar dari Ivanna begitu melihat pesan tersebut. "HP gue, gue aja nggak tahu ada dimana."

"Hah? Maksud lo?" Audrey bertanya heran. Itu jelas nomor milik Ivanna. Namun, jika bukan Ivanna yang mengirim pesan tersebut lantas siapa?

"Jadi, kemarin gue dipaksa pulang ke rumah sama Papa. Dia bahkan bawa bodyguard segala buat seret gue pulang, gue nggak tahu HP gue dimana setelah itu. Gue kira Papa yang bawa," terang Ivanna.

"Tapi buat apa juga bokap lo ngirim chatt itu ke gue?"

Ivanna menggeleng pelan. "Setahu gue, Papa sekongkol sama Theo buat bawa gue pulang jadi, masa dia tiba-tiba minta tolong biar gue bisa pergi dari Theo?"

Suasana di ruangan itu mendadak senyap. Setengah dari mereka tak percaya kalau ternyata Dito bersekongkol dengan Theo untuk memaksa Ivanna pulang ke rumah.

"Bentar bentar!" Dio berseru pelan. Cowok itu meraih ponsel dalam saku celananya. Ia teringat akan pesan yang ia dapat sebelum ia pergi ke markas Galvanize tadi.

"Lo pada tahu nggak ini nomor siapa?" tanya Dio. Ia memperlihatkan layar ponselnya pada semua orang di sekitarnya.

"Ini..." Ivanna mengambil alih ponsel tersebut dari Dio. Ditatapnya dua belas digit nomor asing itu dengan lekat. "Ini nomor bokap gue."

"Beneran, Van?" tanya Arslan memastikan.  Ivanna sendiri antara yakin dan tidak yakin. Oleh karen itu, tanpa pikir panjang ia segera melakukan panggilan suara dengan nomor tersebut. Nada dering pertama, seseorang di seberang sana langsung menjawab panggilan tersebut.

SERENITY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang