SERENITY-56

66 14 7
                                        

Setiap hari bagi Ivanna dalam setahun ini adalah hari yang begitu berat. Namun hari selasa pada tanggal 5 Desember 2023 ini, adalah hari yang terasa berkali-kali lipat lebih berat dari sebelumnya. Tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya, jika Aksara akan pergi secepat ini. Selama ini ia berpikir Tuhan akan memberikan keberuntungan padanya untuk hidup lebih lama bersama Aksara namun nyatanya, memang benar, manusia tak akan tahu kapan ia akan berpulang kepada Tuhan.

Kedua mata gadis itu menatap nanar gundukan tanah yang masih basah di hadapannya. Ia terlalu menangisi kepergian Aksara sejak tadi hingga kini air matanya terasa kering dan tak lagi keluar.

Satu per satu orang-orang mulai beranjak meninggalkan pemakaman. Sakra, Kavin, Sandra, Audrey, dan Zergan yang tadinya berada disini juga perlahan beranjak pergi meninggalkan pemakaman. Kini hanya tersisa Vanesha, Hidan, Dio, dan Ivanna yang masih berada di tempat itu.

"Waktu itu gue mikir, Kak Aksa jahat banget ya ngerahasiain soal Albatros dari gue tapi, sekarang gue sadar, sebenarnya gue udah tahu hal ini tapi ternyata, gue yang hilang ingatan dan lupain hal-hal tentang dia."

Ivanna membuka suara, memecah lengang. Gadis itu tertawa hambar mengingat betapa konyolnya dirinya selama ini. Dulu, ia sangat tahu akan hal kecil tentang Aksara namun, semua tentangnya terlupakan begitu saja begitu kecelakaan itu terjadi.

Ivanna menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan. "Kak Vanesha, ayo kita pulang," ajaknya.

Vanesha bergeming di tempatnya. Kedua matanya yang basah masih setia menatap batu nisan Aksara dengan nanar. Ia teringat, di suatu sore kala itu, ia pernah menangis dalam dekapan Aksara karena takut akan kehilangan Dio. Segala hal yang membuatnya takut kala itu justru tak pernah terjadi hingga saat ini.

Namun, suatu hal yang bahkan tak pernah sekalipun terbesit dalam pikirannya justru terjadi. Aksara pergi meninggalkan dirinya. Meninggalkan segala rasa sesak dalam dadanya terasa begitu amat menyiksa perasaannya. Jika ia tahu hal ini akan terjadi, ia akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama laki-laki itu. Namun, apalah daya, ia bahkan tak mengetahui tentang penyakit yang Aksara derita dan baru mengetahuinya saat ajal laki-laki itu telah menjemput. Apa-apaan dirinya? Bukankah begitu menyakitkan baginya jika diingat?

Vanesha menyeka pipinya yang basah. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia lalu bangkit berdiri. Ia tak boleh terlihat lemah, Aksara sungguh tak akan menyukainya dan tak akan tenang disana jika ia begitu meratapi kepergiannya. Ia harus bangkit dari segala hal yang membuatnya hancur.

"Ayo, kita pulang."

Ketiga orang yang mendengar kalimat Vanesha barusan kontan tersenyum lega. Meski merasa hancur, Vanesha tak terlihat begitu meratapi kepergian Aksara. Sempat terpikirkan, Vanesha akan menangis selama mungkin di tempat ini dan tidak mau beranjak namun begitu melihat gadis itu mau di ajak pulang, mereka kontan merasa lega. Mereka tahu, Aksara pasti tidak menginginkan semua orang begitu meratapi kepergiannya. Karena bahkan laki-laki itu sendiri menyembunyikan perihal penyakitnya agar tak membuat orang lain khawatir, maka dengan semestinya mereka tak harus membuat diri mereka terlihat begitu menyedihkan.

"Ayo."

Lantas mereka berempat mulai beranjak meninggalkan makam Aksara. Hidan pulang sendiri dengan mobil miliknya sedangkan Ivanna dan Vanesha pulang bersama Dio.

"Sejak kapan lo tahu kalau Aksara bukan kakak kandung lo, Ivanna?" Vanesha bertanya pada Ivanna. Memecah lengang yang ada di dalam mobil.

"Beberapa minggu yang lalu," jawab Ivanna.

"Lalu, apa yang Aksara bilang ke elo setelah itu?"

Ivanna tersenyum tipis. "Kak Aksa bilang kalau itu memang benar, dia minta maaf ke gue karena nyembunyiin hal ini dari gue."

SERENITY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang