Adakah yang lebih indah dari itu?
Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan?
Benar, semua orang pas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Apakah kisah kita bisa berakhir adiwarna layaknya sang sandyakala? atau justru berakhir membiru layaknya kelabu?
***
"Santai aja, gue bakal bunuh lo. Tapi tunggu, lo pasti pengen sehidup semati sama Gio, kan?"
"A-apa maksud lo?"
Theo menyeringai. Cowok itu beranjak dari hadapan Ivanna, ia beralih duduk di atas ranjang, menarik rambut Ivanna lalu memposisikan pisau tersebut di hadapan lehernya.
"Theo-"
"BRAAKK!"
Seorang cowok yang muncul begitu pintu itu didobrak dengan keras hingga menimbulkan suara berdebam yang keras itu membuat Theo kembali menyeringai. "Tepat seperti rencana gue."
"Hosh hosh hosh!"
Dengan nafas yang masih terengah-engah, Dio membelalakkan kedua matanya. Melihat tatapan mata sayu milik Ivanna membuat dadanya bergemuruh penuh amarah. Kedua tangannya mengepal dengan kuat hingga buku jarinya memutih. Nafasnya menderu tak beraturan. Suasana yang sama dengan satu tahun lalu di bawah jembatan kala itu, adalah suasana yang begitu ia benci.
"Lo ngapain kesini, ha?!" sentak Ivanna dengan suara bergetar.
Sementara Theo di belakangnya tertawa jahat. Cowok itu menatap Ivanna di bawahnya. "Udah gue bilang, kan? Lo pasti pengen sehidup semati sama Gio, makanya dengan baik hati gue panggil dia kesini buat lo."
Ivanna menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Nggak, harusnya lo nggak kesini, Dio!"
"Kenapa? Bukannya romantis, kalau lo berdua mati disini bersamaan?" Theo tertawa begitu mengucap kalimat tersebut.
"Lepasin Ivanna. Urusan lo sama gue, bukan sama dia." Dio berujar dingin. Kedua matanya menatap Theo tajam.
"Nggak! Biarin gue yang mati, lo jangan, Dio!" pekik Ivanna. Kedua matanya telah berair. Ia tak ingin Dio terluka, tidak bisa!
Dio menatap Ivanna yang menatapnya dengan penuh harap. Ia tahu, gadis itu memang tak menginginkan kehadirannya disini karena gadis itu takut ia akan terluka. Ia tahu, jelas ia tahu apa yang Ivanna rasakan saat ini karena satu tahun lalu, ia lah yang berada di posisi gadis itu. Pasrah dengan sebilah pisau yang siap menggores lehernya kapanpun.
Kala itu, Gio mengambil resiko agar ia bisa terlepas dari tangan Theo. Ia juga harus melakukan hal yang sama saat ini. Ia tak bisa membiarkan Ivanna di tangan Theo begitu saja. Ia tak ingin kehilangan Ivanna setelah kehilangan Gio. Ia lebih memilih dirinya yang terluka bahkan mati sekalipun asal Ivanna selamat. Tapi tunggu, setelah hidup sebagai Gio selama setahun ini, ia bukanlah dirinya yang dulu. Ia tak selemah dirinya saat itu.