SERENITY-25

92 29 74
                                    

Akhir pekan yang benar-benar menjengkelkan. Niat awal Ivanna pergi ke panti asuhan agar tak merasa bosan tapi ia malah merasa kesal karena bertemu dengan Gio. Seharusnya ia bertanya terlebih dahulu pada Gisel mengapa panti asuhan ramai. Kalau tahu itu adalah anak Albatros ia tentu tak akan datang ke sana dan memilih untuk berdiam diri di apartemen sampai ia berangkat ke kafe.

Ivanna sendiri sebenarnya merasa heran pada dirinya sendiri. Bukankah tak seharusnya ia merasa sekesal ini hanya karena bertemu dengan Gio? Padahal biasanya Gio yang merasa kesal bertemu dengannya? lalu kenapa justru ia yang merasa kesal sekarang? Apa rasa kesal itu kini menular pada dirinya?

huffft!

Ivanna menghembuskan nafasnya. Mengingat nama Gio kembali membuatnya teringat cerita dari Aksara tentang cowok itu. Dio, nama kepribadian Gio yang lain ternyata adalah nama saudara kembar cowok itu yang telah meningal dunia karena bunuh diri. Dari cerita yang Ivanna dengar, Dio bunuh diri karena depresi atas pembullyan yang cowok itu terima di sekolahnya. Tepatnya SMA Canaya. Dan orang yang melakukan itu adalah Galvanize. 

Namun saat membully Dio dulu, Galvanize belum ada. Geng itu bangkit sejak Dio meninggal dan Gio mengalami kelainan pada dirinya atas meninggalnya Dio. Tujuan utama Galvanize adalah untuk menghancurkan Albatros. Dan bisa jadi itu adalah alasan utama mereka membully Dio dalam dari Gio saat ini. Yang lebih tak Ivanna sangka adalah, Theo dan Zergan yang sebelumnya adalah anggota Albatros. Bukankah itu artinya mereka adalah penghianat?

"Meja nomer dua belas."

Suara itu membuat Ivanna tersadar dari lamunannya. Gadis itu segera mengecek note book di sebelahnya dan menghitung jumlah tagihan yang harus di bayar melalui komputer di hadapannya. 

"Totalnya tujuh pul-" kalimat Ivanna terhenti saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya saat ini. Givandra Hidan, sahabat Aksara, kakak lelakinya.

"Ivanna lo-"

"Totalnya tujuh puluh enam, kak!" ujar Ivanna mengulangi kalimatnya yang sempat terpotong.

Hidan megambil uang dari dalam sakunya dan memberikannya pada Ivanna. Gadis itu dengan cekatan menerima uang tersebut dan memberikan kembaliannya beserta dengan strucknya.

"Terima kasih, kak!" ujar Ivanna dengan ramah.

Hidan menerima uang kembaliannya dan menatap Ivanna dengan penuh tanda tanya. "Kita perlu bicara, Van!" 

"Maaf? ada perlu apa lagi? jika tidak penting bisa dibicarakan nanti ka-"

"Permisi, mbak!"

Kalimat Ivanna terpotong karena Hidan tiba-tiba berseru pada seseorang di belakangnya. Tepatnya seorang waitress yang baru saja kembali setelah mengantarkan pesanan pada pelanggan.

"Saya ada perlu dengan dia." ujar Hidan sembari menunjuk Ivanna dengan ekor matanya. 

"Oh iya, silahkan! Mbak Rissa sebentar lagi dateng kok!" jawab waitress tersebut mempersilahkan. Tak lupa ia sertakan senyum ramah di wajahnya.

Dengan mulut yang terbuka Ivanna menatap Hidan dengan tatapan penuh tanda tanya. Memangnya apa yang perlu ia bicarakan dengan Hidan? Ia merasa sama sekali tak pernah berurusan dengan sahabat kakaknya ini.

Hidan menyunggingkan salah satu ujung bibirnya pada Ivanna. "Ikut gue!"

Ivanna menghela nafas. Mau tak mau ia harus ikut beranjak dari tempatnya dan menuruti Hidan. Cowok itu membawa Ivanna keluar kafe dan duduk di bangku teras.

"Ngapain lo disini?" pertanyaan yang sudah Ivanna tebak dari tadi. Gadis itu hanya mendengkus sebal. "Belum jelas?"

"Ngapain lo ngrepotin diri lo sendiri?" tanya Hidan lagi.

SERENITY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang