Ruang tengah nampak senyap. Ivanna hanya diam tanpa berani menatap ke arah Aksara yang tengah mengobati luka di wajahnya. Vanesha yang baru saja kembali dari dapur dengan membawa tiga cangkir teh panas pun sama halnya. Ia hanya diam dan mengamati Kakak beradik di hadapannya tanpa ingin mengucapkan sepatah katapun. Sebenarnya Vanesha sudah hendak pulang tadi. Namun Aksara menolaknya dan justru memintanya untuk ikut ke apartemen. Ia yang akan mengantarnya pulang nanti.
Aksara menatap Ivanna dengan lekat begitu selesai mengobati luka di wajah gadis tersebut. "Dari mana tadi?" tanyanya.
"Jalan-jalan aja." jawab Ivanna tanpa menatap Aksara. Ini buruk baginya, lebih untung jika tadi saat Aksara menghubunginya cowok itu sudah berada di apartemen. Namun ternyata Aksara justru melihat perkelahiannya dengan Zergan dan Randi tadi. Ivanna tak bisa menjelaskan pada Aksara bagaimana ia bisa berurusan dengan anak Galvanize. Terlebih ia telah berjanji pada Aksara beberapa hari yang lalu kalau ia tak akan membuat masalah apalagi sampai berurusan dengan Galvanize. Tapi mau bagaimana lagi, Galvanize yang selalu mencari masalah dengannya.
Namun bukan itu yang Ivanna prioritaskan sekarang, melainkan persoalan ia yang bekerja paruh waktulah yang harus ia khawatirkan sekarang. Semoga saja Hidan tak memberitahu Aksara tentang hal ini.
"Kenapa nggak bilang?" tanya Aksara lagi.
"Kakak pasti lagi sibuk tadi." jawab Ivanna dengan lirih.
"Seenggaknya kasih tahu, na. Kakak nggak mau kejadian kayak tadi terulang lagi. Untung tadi ada Kavin sama Danny yang nolongin."
Kali ini Ivanna mendongakkan kepalanya. Memberanikan diri untuk menatap Kakaknya. Raut wajah laki-laki itu berada di antara khawatir dan marah. Ivanna tahu jelas hanya dengan menatap matanya. "Kakak kenal sama mereka?"
Jelas Aksara tahu. Saat ia masih berada di Albatros dulu, Kavin telah lama bergabung dan Danny baru saja bergabung setelah posisinya digantikan oleh Gio. Ivanna bertanya hanya sebagai formalitas, ia sudah tahu jawabannya dengan jelas meski Aksara akan berasalan tentang bagaimana ia mengenal Kavin dan Danny.
"Mereka teman Gio, jadi Kakak tahu."
Ivanna menghembuskan nafasnya. "Maaf, kak." ujarnya pada akhirnya.
"Lain kali bilang sama Kakak kalau pulang telat." Aksara tersenyum sembari mengusap puncak kepala Ivanna. Sikapnya barusan membuat perasaan Ivanna sedikit menghangat. Ia tahu Aksara sedikit marah padanya namun, ia lebih tahu lagi kalau Aksara tak bisa semarah itu padanya.
"Minum dulu." Vanesha mengulurkan secangkir teh panas pada Ivanna. Yang kemudian di terima Ivanna dengan seulas senyum tipis di wajahnya. "Makasih, Kak."
Ivanna meminum teh tersebut dengan hati-hati. Sensasi hangat segera terasa begitu ia meminum teh yang Vanesha berikan padanya barusan.
"Gue bakal minta Gio buat lindungi lo."
Ivanna menatap Vanesha dengan alis yang saling bertaut. Untuk apa? Ia tentu saja ragu Gio akan melakukannya padanya. Tentu saja karena saat di sekolah cowok itu adalah Dio. Dan saat Gio ada, cowok itu mungkin membantunya karena rasa benci cowok itu padanya.
"Gue yakin kalau Galvanize bakal tetep ganggu lo lagi," tukas Vanesha menjawab raut wajah Ivanna. Ia tahu kalau Ivanna pasti mempertanyakan hal tersebut.
Ivanna menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak usah, kak." tolaknya.
"Kenapa? tadi aja anak Galvanize masih ganggu lo, apa belum puas buat lo babak belur kayak kemarin? heran deh."
"Kenapa nggak mau?" kali ini Aksara yang bertanya. Ivanna kembali menggelengkan kepalanya. "Gue bisa-"
"Katanya mau jadian sama Gio, sekalian PDKT lah."

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...