Sakra membuka kedua matanya saat merasakan sesuatu mengusik gendang telinganya. Samar-samar ia menoleh ke arah jendela dan kontak terperanjat saat melihat seseorang masuk ke dalam kamarnya melalui jendela. Cowok itu sudah akan berteriak namun seseorang itu segera membungkam mulutnya agar tak bersuara apalagi berteriak.
"Diem lo!" peringat Kavin yang masih membungkam mulut Sakra agar cowok itu tak bersuara.
Sesaat kemudian, Arslan menyusul melalui jendela. Sama seperti yang Kavin lakukan untuk datang kemari. "Bo-nyok lo dimana?" tanya Kavin berbisik.
Sakra mengarahkan jari telunjuknya ke arah bawah. Itu artinya mereka sedang tidak berada di lantai dua saat ini. Setidaknya aman untuk mereka sekarang.
"Gue udah bilang, kan, kalau gue keluar dari Albatros," ujar Sakra begitu Kavin melepaskan tangannya dari mulutnya. Cowok itu jelas tahu maksud kedatangan Kavin dan Arslan kemari.
Kavin yang masih terbawa emosi kontan mengangkat tangannya, hendak melayangkan pukulan namun ia menahannya. Sebagai gantinya ia menepuk bahu Sakra beberapa kali. "Hah, baik banget ya, lo, Albatros jadi nggak perlu repot-repot ngeluarin pengecut yang nggak setia kek lo."
Nada suaranya terdengar manis namun kalimatnya jangan tanyakan lagi seberapa manisnya. Sakra mendengus pelan. "Kalau nggak ada perlu mending lo berdua pergi."
"Emang minta dihajar ya, lo, Sak!" Kavin menarik kerah kemeja Sakra dengan kuat hingga cowok itu bangkit dari duduknya dengan paksa. Kedua netranya menatap tajam kedua manik Sakra yang juga menatapnya. "Hajar aja, kenapa berhenti? Lagian Albatros nggak butuh pengecut kayak gue, kan?"
Cengkraman tangan Kavin di kerah kemeja Sakra kontan mengerat begitu kalimat itu terlontar. Ia sungguh tak habis pikir dengan apa yang Sakra ucapkan. Cowok itu tengah merendahkan dirinya sendiri atau merendahkan Albatros yang saat ini melemah?
"Kavin!" tegur Arslan jengah.
Kavin berdecak pelan lalu melepaskan cengkraman tangannya hingga Sakra terhempas dan kembali duduk di atas kasur. Ia benar-benar ingin memukuli Sakra dengan kuat namun, lupakan. Itu tidak akan menyelesaikan masalah.
"Lo beneran nyerah gitu aja, Sak?" tanya Arslan pelan. Ia memilih untuk bicara baik-baik agar tak memancing amarah dari pihak manapun.
"Gimana lagi, bokap gue temuin keluarganya agar gue tanggung jawab."
"Siapa nama cewek itu?" tanya Kavin setelah bersusah payah meredakan amarahnya.
"Danika."
"Okkay, kita temui cewek itu sekarang juga." putus Arslan yang langsung dihadiahi gelengan kepala pelan dari Sakra. "Percuma, Slan."
Arslan berdecak pelan. Ia mengambil ponsel milik Sakra yang tergeletak di atas nakas. Hal itu kontan mengundang pertanyaan dari Sakra. "Ngapain lo?"
Tak ada jawaban dari Arslan. Cowok itu menurunkan ponsel tersebut dari depan wajahnya. Ia baru saja mengirim sebuah pesan kepada cewek bernama 'Danika' itu melalui ponsel milik Sakra. "Kalau lo nggak mau nemuin dia biar gue sama Kavin."
"Arslan-"
Kalimat Sakra terhenti saat Kavin mendorong tubuhnya untuk tetap duduk. Cowok itu menatap Sakra dengan tatapan penuh selidik. "Atau... jangan-jangan lo beneran suka sama cewek itu dan dengan senang hati lo mau tanggung jawab atas apa yang enggak lo lakuin ke dia."
"Nggak usah asal ngomong, lo!" sentak Sakra tak terima yang kemudian direspon dengan kedikan bahu acuh tak acuh dari Kavin. "Yaudah, sih, kalau lo emang suka sama cewek itu gue sama Arslan kagak jadi temuin dia."
Arslan tersenyum mendengar kalimat yang barusan Kavin lontarkan. "Lagian, masalah lo juga bakal langsung kelar kalau lo nikah sama cewek itu dan... happy ending, maybe," lanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...