Di bawah langit sore yang oranye, mobil yang Sakra kemudikan melaju dengan mulus di jalanan kota yang ramai. Ramai, bukan berarti macet. Beruntung saat pulang jalanan tak macet seperti tadi.
"Jadi, kita kemana sekarang?" tanya Sakra tanpa mengalihkan fokusnya pada kemudi.
"Rumah sakit."
Ivanna menatap ke arah Dio dengan heran. "Buat apa ke rumah sakit?"
"Kamu harus periksa, takut ada apa-apa sama paru-paru kamu," ujar Dio.
Ivanna menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak, aku baik-baik aja, kok,"
"Ekhemm!"
Sakra tiba-tiba berdehem membuat dua orang yang duduk di belakang menatapnya dengan heran. Lain dengan Audrey, ia tahu apa maksud deheman Sakra barusan.
"Iya, lah, jelas lo baik-baik aja orang udah dicium sama ayang," julidnya. "Bener-bener, ya, lo, Gi, manfaatin kesempatan dalam kesempitan."
Dio yang mendengarnya hanya memutar bola matanya dengan malas. Apa-apaan Sakra ini. Ia bahkan tak terlalu mempedulikan hal tadi karena situasinya memang mendesaknya untuk melakukan hal tersebut. Namun diluar dugaannya, Ivanna justru tertawa pelan setelahnya. "Kenapa? Lo pengen juga ya, Sak?"
Sakra berdecak pelan. "Ck! Iya, deh, si paling ciuman."
Ivanna tertawa pelan. "Btw, tadi itu bukan pertama kalinya, loh."
"Hah! Pamer lo!" ketus Sakra yang sudah tak ingin mendengar Ivanna lagi.
Dio menatap Ivanna dengan senyum di wajahnya. Benar, tadi memang bukan pertama kalinya. Melainkan saat di gudang sekolah dulu. Meski secara tanpa sengaja, tetap saja terhitung untuk pertama kalinya, bukan?
"Ivanna, kita ke rumah sakit, dulu, ya..." Melupakan pembahasan mereka, Dio mengalihkan pembicaraan. Ia kembali membujuk Ivanna agar mau periksa. Cowok itu menyentuh luka di pipi Ivanna.
Gadis itu tersenyum, ia mengangkat tangannya dan menggenggam tangan Dio yang terjulur menyentuh wajahnya. "Gue mau ke rumah sakit asal lo periksa juga."
Ivanna menurunkan tangan Dio dari pipinya dan menatap luka goresan di lengan cowok itu. Di banding luka di wajahnya, ia yakin luka di lengan Dio lebih dalam.
Dio menggeleng pelan. Cowok itu menarik Ivanna kedalam pelukannya seolah tak mempedulikan keberadaan dua manusia lain di dalam mobil tersebut. "Nggak, kamu masih hidup aja aku bersyukur banget. Luka ini nggak seberapa, kok," ujarnya.
Dalam pelukan Dio, Ivanna tersenyum penuh arti. "Gue takut, Di, gue masih takut kehilangan lo."
"Aku nggak kemana-mana, kita juga selamat hari ini." Dio membelai rambut Ivanna dengan lembut. Memberi kenyamanan pada gadis tersebut.
"Waktu itu, gue nggak buka hp jadi, gue nggak tahu kalau lo ngelarang gue kesana. Gue minta maaf, Di. Harusnya gue nggak kesana dan kecelakaan itu nggak akan terjadi. Gue nggak akan hilang ingatan dan biarin lo lewatin semuanya sendirian," lirih Ivanna dalam dekapan Dio.
"Semua udah berlalu, nggak papa, asal kamu masih hidup sampai sekarang." Dio berujar dengan lembut. "Itu salah aku. Harusnya aku nggak usah ke tempat itu, harusnya aku juga nggak chatt kamu dan kamu nggak akan kecelakaan. Semua ini nggak bakalan terjadi."
Dio menghela nafas pelan. "Itu salah aku, aku yang terlalu lemah dan-"
"Dio!" Ivanna mendongakkan kepalanya. Menatap kedua mata Dio dengan sendu. "Padahal lo barusan bilang semua udah berlalu, terus ngapain malah nyalahin diri sendiri gini?"
Dio kembali menghela nafas. Lihat, suara-suara berisik dalam kepalanya memang tak pernah berhenti menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Novela JuvenilAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...