Langkah kaki Ivanna terhenti begitu ia sampai di kantin. Kedua tangan di samping tubuhnya mengepal erat saat melihat pemandangan tak menyenangkan dihadapannya. Apalagi kalau bukan Dio yang tengah dibully? Disekolah ini tidak ada yang terlalu mencolok kecuali pembullyan pada Dio. Namun herannya, mengapa para guru tak ada yang menghentikannya?
Rambut Dio dan sebagian seragamnya telah basah oleh jus mangga.
"Lihat dia! Kuning-kuning! Udah kek tai beneran. Hahahaha!" Tawa itu seketika tersumpal saat Ivanna menendang kursi kantin dengan keras hingga menimbulkan suara berdebam yang cukup keras. Sontak, gerombolan anak anak yang tengah menatap geli pada Dio teralihkan pada Ivanna.
Randi--cowok yang mengucapkan kalimat tadi-- tersenyum miring saat melihat kedatangan Ivanna. "Apa lo? Mau jadi pahlawan la--"
"Byuurr!"
Kalimat Randi seketika terhenti saat Ivanna tiba tiba menyiramnya dengan es teh yang baru saja ia ambil dari atas meja. Entah milik siapa minuman itu. Ivanna sungguh tak peduli.
"Pantes! Orang ketua kelasnya aja sama sama bajingan!" ujar Ivanna yang kontan saja menyulut emosi Randi.
"Bangsat lo!" umpat cowok itu penuh amarah.
Ivanna berdecak pelan sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Gimana rasanya mandi pakek es teh? Seger ya?" ledeknya.
Randi bangkit dari duduknya. Hendak membalas perbuatan Ivanna namun pergerakannya terhenti saat seseorang telah lebih dulu melakukannya pada Ivanna. Menyiram gadis itu dengan jus jeruk.
Ivanna tersentak. Ia menoleh demi mengetahui siapa yang baru saja melakukan hal itu padanya. Namun belum sempat ia mengetahuinya tubuhnya telah lebih dulu ditarik dengan keras hingga pantatnya menghantam kursi kantin dengan keras. Sejenak memberikan rasa nyeri.
"Gimana rasanya?"
Padahal, belum sampai lima menit berlalu saat ia menanyakan pertanyaan itu pada Randi. Kini, pertanyaan itu justru berbalik padanya bak boomerang. Ibarat kata bahwa roda itu berputar. Dan itu benar terjadi padanya hanya dalam waktu sekejap. Bedanya, bukan Randilah orang yang bertanya padanya. Melainkan seorang Selinay Camellya. Seseorang yang baru saja menyiramnya dengan jus jambu.
"Lo tahu sendirikan sekarang. Gimana rasanya?" Selin mengulangi pertanyaannya barusan. Tak ada jawaban dari Ivanna. Gadis itu hanya diam dengan tatapan yang lurus menatap kearah Selin. Ia hendak bangkit dari duduknya namun kembali terduduk karena Selin mendorong bahunya dengan kuat.
"Nggak kapok juga, lo?" suara itu membuat gerombolan anak anak yang tengah menonton lantas membelah bak amoeba. Menampakkan sosok Theo dan Lagas yang tengah berjalan kearah Ivanna dan Selin berada.
Lagas menyibak sebagian rambut yang menutupi kening Ivanna hingga menampakkan sebuah bekas luka yang belum sempurna kering disana.
"Ck ck ck! Ternyata ini aja masih kurang?" tanyanya yang langsung dijawab decakan pelan dari Ivanna. Gadis itu menepis tangan Lagas dengan kasar. Hal itu membuat Lagas tersenyum miring dibuatnya.
"Gue kasih penawaran baik lo, Van!" Theo bersuara membuat Ivanna memusatkan atensinya pada cowok tersebut. "Mau jadi bullyan kayak si tai atau..." Theo menggantungkan kalimatnya. Kedua netranya menatap manik Ivanna dengan lekat. "Gabung sama Galvanize?"
Ivanna sontak berdecih atas tawaran yang Theo ajukan. Tawaran macam apa ini? "Cih! Mana mau gue gabung sama bajingan rendahan kayak kalian?!" jawab Ivanna yang langsung disambut tamparan keras dari Lagas hingga kepala gadis itu sedikit tertoleh kesamping.
"Bilang sekali lagi!" ujar Theo dingin sembari menarik rambut Ivanna kebelakang hingga gadis itu mendongak secara paksa.
"Auu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Подростковая литератураAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...