"Terimakasih sudah mau datang kemari untuk Ivanna dan... Maaf telah merepotkan anda atas kelalaian yang saya lakukan."
Kalimat bernada dingin itu tentu saja Aksara lontarkan untuk Lyana. Siapa lagi kalau bukan untuk wanita tersebut?
Wanita itu tersenyum tipis. "Bukankah sudah seharusnya saya melakukan hal ini sebagai seorang wali?" balasnya.
"Apa anda bangga menyebut diri anda sebagai seorang wali saat Ivanna sendiri tidak menerima posisi itu untuk anda?"
Lyana terdiam seribu bahasa atas kalimat yang Aksara ucapkan. Kalimat yang sepintas layaknya sebilah pedang tipis yang secara tak kasat mata mengenai relung hatinya. Membuat perasaanya tercabik atas sebuah kenyataan.
"Sekali lagi saya berterimakasih pada anda dan... Untuk lain kali anda tidak perlu lagi repot-repot datang ke sekolah untuk Ivanna."
Aksara menatap Lyana lekat-lekat, sejenak setelahnya ia pamit pergi. Meninggalkan Lyana sendirian di koridor yang sepi karena pembelajaran yang masih berlangsung. Laki-laki itu segera menghampiri Ivanna yang sudah menunggunya di dalam mobil miliknya. Aksara meminta ijin untuk Ivanna pulang lebih awal untuk menghindari perlakuan buruk yang mungkin akan terjadi pada Ivanna setelah foto-foto tadi tersebar.
Dengan perasaan marah dan kecewa yang bercampur aduk, sedari tadi Ivanna hanya membisu dengan kepala yang tertunduk tak berani menatap wajah tegas Aksara. Saat ini mereka telah berada di ruang tamu apartemen mereka.
"Apa yang lo lakuin di club?" tanya Aksara pelan namun sirat akan penekanan. Ia tak ingin cepat tersulut emosi pada Ivanna sebelum ia tahu dengan jelas alasan Ivanna pergi ke club hingga foto-foto buruk tentang dirinya tersebar.
Laki-laki itu menatap Ivanna dengan tajam. "Jawab gue, Na." tekan Aksara begitu tak ada respon dari lawan bicaranya.
Aksara menghembuskan nafasnya perlahan. Kebisuan Ivanna membuat amarahnya sedikit memuncak. Namun sekuat mungkin ia menahan rasa amarahnya agar tak membentak Ivanna. Membicarakan masalah ini dengan kepala dingin tanpa melibatkan amarah mungkin akan lebih baik.
"Masalah apa yang buat lo frustasi sampai-sampai ngelampiasin dengan minum?"
Ivanna semakin menundukkan kepalanya membuat Aksara menghembuskan nafasnya kasar.
"Gue tahu dulu lo juga suka minum-minum buat ngelampiasin frustasi lo. Bahkan gue kira lo udah buang jauh-jauh kebiasaan itu tapi ternyata... Gue salah."
"Gue nggak marah lo pergi club, Na. Gue marah sama diri gue sendiri yang gagal didik lo dengan baik sampai-sampai lo bisa di jebak dan foto-foto itu tersebar."
Ivanna menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak, Kak... Ini salah gue. Gue sendiri yang nggak bisa jaga diri."
"Maaf, Kak." lirih Ivanna.
Lengang sejenak. Tak ada balasan dari Aksara. Laki-laki itu bangkit dan mengambil segelas air putih dari dapur lalu memberikannya pada Ivanna.
"Kak Aksa..." lirih Ivanna begitu ia menerima segelas air putih itu dari Aksara. Ia mendongak dan saling tatap dengan Kakak lelakinya.
"Hm?" Aksara hanya berdehem pelan sebagai respon.
"Tiga hari ini... Kakak kemana?" Ini adalah pertanyaan yang sedari kemarin hanya berputar-putar di kepala Ivanna. Tiga hari sejak malam itu, ia tak pernah melihat Aksara di apartemen ini barang sedetikpun dan itu tentu menimbulkan pertanyaan di benak Ivanna.
"Lembur."
Ivanna tersenyum tipis. "Kakak beneran lembur atau... Menghindar karena gue udah tahu?"
Aksara menatap Ivanna dengan kedua alis yang saling bertaut. Apa yang telah Ivanna ketahui? Hal apa yang... Apakah ini tentang sesuatu yang selama ini ia sembunyikan dari Ivanna? Laki-laki itu menghembuskan nafas panjang. Ia tak terkejut Ivanna mengetahui akan hal ini. Karena ini adalah kenyataan yang sudah lama ia pendam dan pasti akan terkuak pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...