Semesta memang tak berbaik hati untuk mempertemukan kita hari itu, namun jika takdir tetap ingin menyatukan kita, semestapun hanya bisa diam.
-Dio Arghan Felix
***
Terimakasih telah bertahan untuk membuat kisah ini berakhir bahagia.
-Ivanna Clauryen
***
Sekuntum bunga lily yang barusan diletakkan di atas batu nisan bernama 'Aksara Dipta Mahendra' itu bergerak pelan terkena kesiur angin. Seorang gadis yang semula berdiri di hadapan batu nisan itu perlahan duduk berjongkok dan menatap batu nisan itu dengan tatapan penuh kerinduan.
"Udah tiga tahun, Kak, apa kabar?" suara gadis itu terdengar begitu lirih. Ia yakin, selirih apapun ia berujar, Aksara pasti akan mendengarnya.
"Aku membawa kabar bahagia lagi hari ini," ujarnya lagi. Suaranya yang pelan menyapa udara kosong. Menjumpai kesunyian yang abadi.
"Albatros tetap berdiri dengan kuat sampai hari ini berdampingan dengan Galvanize. Hari itu, Galvanize udah mau bubar. Theo dipenjara, Lagas pergi entah kemana bahkan saat aku masih berada di Galvanize, tapi Zergan mempertahankannya dan membuatnya menjadi lebih baik. Mereka lalu membuat geng baru, namanya Leviathan. Keren, bukan?"
Meski hanya terus mengenai udara kosong, Ivanna tetap melanjutkan kalimatnya. Ia hanya ingin membuat perasaannya menjadi lebih lega. Ia selalu merasa seolah berbicara langsung dengan Aksara di tempat ini. Ia yakin, meski tak pernah mendapat balasan, Aksara pasti mendengar setiap kalimatnya.
Tiga tahun lalu, tepatnya satu minggu setelah Aksara meninggal dunia, Albatros memperbaiki struktur keanggotaan mereka dengan Dio yang tetap menjadi ketua. Lalu, Galvanize yang mulanya hampir benar-benar hancur kembali bangkit dengan Zergan sebagai ketuanya.
Demi menandaskan masa permusuhan dan memulai masa perdamaian, Zergan dan Dio menggabungkan kedua geng ini dengan nama 'Leviathan'.
Namun, dengan begitu bukan berarti mereka menghilangkan Albatros dan Galvanize. Itu hanya sebagai lambang persatuan mereka. Albatros tetap Albatros, dan Galvanize tetaplah Galvanize. Dan sebagai simbol persatuan, mereka adalah Leviathan.
Ivanna menarik seulas senyum di wajahnya. Bukan ini sebenarnya yang ingin ia katakan pada Aksara melainkan hal lain yang lebih penting lagi.
"Aku hampir lupa tujuanku kemari, sebenarnya... Mungkin ini akan terdengar konyol apalagi aku masih kuliah sekarang tapi..." Ivanna menjeda sejenak kalimatnya. Ia menarik senyum yang lebih berarti. "Besok aku akan menikah dengan Dio."
Sedangkan di belahan bumi yang lain di waktu yang sama, Dio juga nampak melakukan hal yang sama. Mengabarkan kabar bahagia tersebut pada angin yang akan membawakan kabar tersebut kepada orang yang telah tiada. Dari atas jembatan, ia menatap arus sungai yang mengalir dengan damai si bawah sana. Lelaki itu tersenyum dan berbisik pada alam.
"Akhirnya aku akan menikah dengan orang yang seharusnya aku temui sore itu," ujarnya.
"Semesta memang tak berbaik hati untuk mempertemukan kita hari itu, tapi semesta tak akan melawan takdir yang membuat kisah kami berakhir bahagia."
Dio tersenyum sembari memejamkan kedua matanya. Ia menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya dengan lembut. Sesaat kemudian, ia menoleh saat melihat seseorang datang menghampirinya.
Kedua senyum manis segera terukir di wajah Dio saat ia melihat kedatangan Ivanna. Lelaki itu menarik Ivanna ke dalam rangkulannya dan menatap ke arah langit oranye di ufuk sana.
"Sudah kuduga, kamu pasti di tempat ini," ujar Ivanna pelan.
"Kita sudah saling berjanji, dan aku tidak akan mengingkarinya."
Ivanna tersenyum lantas membenahi posisinya agar lebih nyaman dan kembali menatap langit oranye di ufuk sana.
Dio dan Ivanna, keduanya sama-sama merasakan kehilangan yang begitu dalam atas kepergian seseorang yang mereka sayangi dan begitu berarti di kehidupan mereka. Karena itu, mereka berjanji satu sama lain bahwa mereka hanya akan datang saat mereka bahagia. Ivanna datang ke makam Aksara hanya saat bahagia, begitu juga dengan Dio, ia hanya akan datang ke tempat ini hanya saat ia merasa bahagia. Mereka tak ingin mengabarkan hal buruk pada mereka yang telah tiada.
Semua memang terasa begitu berat. Tapi percayalah, sang waktu yang akan meringankan beban tersebut. Jikalau tak ada obat yang mutakhir untuk menyembuhkan luka, maka biarlah waktu yang mengobatinya. Waktu akan membiasakan semua hal hingga luka sedalam apapun itu tak akan lagi terasa menyakitkan saat semua telah berlalu.
"Terimakasih, Dio."
"Untuk?"
"Terimakasih telah bertahan selama ini untukku."
Dio tersenyum dengan tulus. "Terimakasih kembali karena telah membawaku untuk bangkit."
Sejenak, lengang kembali menyapa. Hanya ada suara arus sungai yang mengalir dengan tenang di bawah sana. Hingga akhirnya keduanya teralihkan pada suara seseorang yang menyapa.
"Akhirnya, kalian telah mematahkan kisah buruk kalian dan berakhir bahagia. Kalian akan menikah besok, bukan? Selamat ya!"
Dio dan Ivanna tak mampu menahan keterkejutan mereka begitu melihat siapa yang barusan melontarkan kalimat tersebut. Kedua mata mereka membelalak tak percaya lalu sesaat setelahnya, kedua ujung bibir mereka tertarik ke atas dengan perasaan tak percaya yang bercampur haru.
"GIO?!"
***
• THE END •
16 Januari 2024
-
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...