Ruang kamar itu lengang. Aksara menatap Dio dengan lekat dan untuk kesekian kalinya ia lantas tersenyum tipis dan menepuk bahu cowok itu pelan. "Belajarlah buat kenali dan kontrol diri lo sendiri maka lo nggak akan terlihat abnormal di mata orang lain."
Dio menatap Aksara dengan kedua mata sayunya, sejenak ia lantas menunduk kembali. Aksara yang melihat respon Dio barusan hanya bisa menghela nafas pelan. Ia lantas beranjak dan keluar dari kamar Dio. Menghampiri Vanesha yang duduk bersama Hidan di ruang tamu.
"Aku pergi dulu." pamit Aksara pelan. Gadis dengan rambut dicepol itu mengangguk pelan. Membiarkan Aksara mengusap puncak kepalanya dengan halus sebelum benar-benar pergi meninggalkannya bersama Hidan.
Sepeninggalan Aksara dan Hidan, senyum di wajah Vanesha perlahan memudar berganti menjadi lesu dan pergi ke kamar adiknya. Apakah Adik lelakinya itu teramat merindukan saudara kembarnya hingga terlampaui nyaman dengan kepribadian tersebut? Atau karena terlalu banyak masalah, frustasi, dan enggan menampakkan dirinya sebagai Gio kembali? Berniat lari dari masalah atau karena... Seseorang?
Vanesha terdiam sejenak, banyak sekali asumsi yamg berkelebat dalam kepalanya tentang mengapa Dio datang. Memikirkan tentang seseorang, satu nama terlintas di pikirannya. Ivanna Clauryen, apa karena gadis tersebut? Beberapa hari yang lalu Dio sempat berkata bahwa jika ia abnormal, apakah ia pantas memiliki orang yang disukainya? Dan... Tanpa diungkapkan dengan kata-kata pun Vanesha akan tahu. Kalau adiknya menyukai Ivanna? Dan... Apakah karena Ivanna yang mendeklarasikan dirinya sebagai anggota Galvanizelah yang membuat Dio seperti ini?
"Dio..." panggil Vanesha lirih begitu ia duduk berjongkok di hadapan Dio. Menatap adik laki-lakinya yang perlahan mengangkat kepalanya hingga kedua netra mereka saling bertemu.
"Gio dimana? Apa kabar dia?" tanya Vanesha pelan.
"Dia tidur." jawab Dio dengan suara yang lebih pelan dengan suara Vanesha barusan.
"Gimana kabar dia, Di?"
Dio tak menjawabnya. Cowok itu hanya diam dan membisu dalam kesenyapan. Ia tak ingin menjawab pertanyaan Vanesha. Alih-alih bertanya kabar Gio, mengapa Vanesha sendiri tak menanyakan kabar Dio yang semua orang tahu seburuk apa kabar ia saat ini? Ah! Semua orang sudah tahu. Apakah itu termasuk Vanesha sendiri?
"Kamu tahu nggak? Apa Gio cinta sama Ivanna?" tanya Vanesha lagi yang lantas dijawab dengan anggukan oleh Dio.
"Lalu... Apa Gio nggak mau bangun dari tidurnya karena Ivanna?"
Dio kembali membisu. Ia hanya diam dan tak menjawabnya. Bukan karena pernyataan di balik pertanyaan Vanesha salah, melainkan karena ia tak ingin mencintai Ivanna dengan kondisinya saat ini. Apa kata orang kalau mereka tahu kalau ia mencintai seseorang yang kuat dan tangguh seperti Ivanna? Jika dibandingkan dengan dirinya yang abnormal, apakah ia akan terlihat begitu menyedihkan? Selain itu, sudah jelas, bukan, kalau ia tak pantas mencintai seseorang yang hebat? Ia harus sadar diri dan tahu batasan.
Sedangkan Vanesha, dengan segala asumsi yang masih terus berputar di kepalanya nampak mengepalkan tangannya dengan kuat. Jika itu benar, maka jangan salahkan dirinya kalau sebenih kebencian itu mulai tumbuh dalam benaknya.
***
"Apa lo nggak terlalu berlebihan sama Gio?" Hidan bertanya untuk memecah lengang antaranya dan Aksara. Ia teringat sikap Aksara tempo hari saat memindahkan posisi ketua Albatros kepada Arslan secara tiba-tiba dan melihat kondisi Dio saat ini membuatnya berpikir demikian.
Aksara yang duduk di balik kemudi itu menggelengkan kepalanya tanpa ragu. "Kalau orang-orang tahu ketua Albatros di-bully, Albatros bakal dianggap remeh dan terpandang buruk di mata orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...