"sshh!"
Gio mendesis pelan begitu kapas beralkohol itu mengenai permukaan kulitnya yang terluka.
"Tahan bentar lah! Nggak usah lebay, Lo cowok!" ketus Ivanna yang tengah mengobati luka di wajah Gio. Sedangkan Gio hanya diam menahan kesal. Menunggu sampai Ivanna selesai mengobati lukanya.
Terakhir, gadis itu menutupi luka di pelipis Gio dengan plester. Luka itu hampir saja tak terlihat karena ada anak rambut yang menutupinya.
"Udah!"
Ivanna kemudian memberesi barang yang dipakainya untuk mengobati luka Gio kedalam kotak P3K kembali. Ia juga meletakkannya di tempat semula. Di almari yang terletak di sudut UKS.
"Sama-sama Pak Bos Albatros!" sindir Ivanna pada Gio yang sedari tadi hanya diam membisu di tempatnya. Cowok itu hanya menatap Ivanna tanpa berkata sepatah katapun.
"Gue duluan." pamit Ivanna kemudian pergi dari UKS tanpa menunggu jawaban dari Gio. Cowok itu sendiri hanya menatap Ivanna yang berlalu meninggalkannya di ruang UKS yang senyap ini.
Tak ada apapun setelah kejadian tadi kecuali Ivanna yang memaksa Gio untuk diobati lukanya. Juga tak ada percakapan apapun diantara keduanya.
Hari ini sekolah pulang lebih awal karena para guru yang hendak melakukan rapat bulanan. Mayoritas murid di sekolah ini juga telah berlalu untuk pulang. Entah itu benar-benar pulang ke rumah atau menikmati waktu senggang mereka dengan berjalan-jalan.
Tepat saat Ivanna keluar dari gerbang sekolah, taxi pesanannya datang. Ivanna tersenyum senang. Ia tak perlu berlama-lama dan membuang waktunya hanya untuk menunggu. Gadis itu segera masuk ke dalam taxi dan menyebutkan kemana tujuannya.
Di dalam taxi Ivanna terlihat termenung. Ia teringat akan suatu hal. Percakapannya dengan Arslan tadi pagi.
"Gue makilin Gio buat minta maaf sama lo, Iv!"
Kalimat itu membuat Ivanna mengerutkan keningnya dengan heran. Meminta maaf? Untuk apa?
"Buat apa, kak?"
"Sikap Gio yang kasar sama lo kemarin,"
Sejenak, Ivanna tertawa pelan. Perkara Gio mengatainya mata-mata Galvanize kemarin maksudnya?
"Gue fine-fine aja kok! Nggak usah minta maaf segala!"
Arslan tersenyum tipis begitu mendengar kalimat yang Ivanna ucapkan. Semudah itu Ivanna memaafkan Gio?
"Nggak terlalu gue pikirin kok. Lagian juga, wajar kalau Gio kek gitu sama gue,"
"Tapi itu sama aja air susu di balas air tuba, Iv. Lo udah no-"
"Gue nggak pernah ngerasa nolongin Gio, Kak! Gue cuma nolongin Dio,"
Arslan terdiam. Apa yang Ivanna katakan memang benar. Yang ia tolong adalah Dio, bukan Gio. Tapi bukankah mereka satu orang?
Cowok itu menatap Ivanna lekat. Tapi bukan itu yang sebenarnya Arslan bicarakan dengan Ivanna. Melainkan hal lain.
"Gio itu, selain punya kepribadian ganda... Dia juga xenophobia."
Ivanna terdiam seribu bahasa begitu mendengar apa yang Arslan ucapkan. Xenophobia itu ketidak sukaan seseorang terhadap sesuatu yang asing. Barang asing maupun orang asing. Dan bagi Gio, Ivanna adalah opsi kedua. Orang asing.
Jika diingat-ingat kembali sejak pertama kali dengan Gio,-tepatnya diri Gio sendiri- cowok itu tak pernah sekalipun bersikap baik padanya. Selalu berselisih pendapat dan adu argumen satu sama lain. Tentu saja terkecuali saat pertama kali mereka bertemu malam itu. Pun Gio menolongnya tentu tanpa alasan. Bisa dibilang itu adalah ketidak sengajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...