Adakah yang lebih indah dari itu?
Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan?
Benar, semua orang pas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dio menatap room chatt di layar ponselnya dengan hampa. Percakapan yang terjadi melalui nomornya ini tidak ada dalam ponselnya sendiri karena Theo menghapusnya setelah mengirim pesan tersebut. Ponsel yang ia pegang saat ini adalah ponsel milik saudara kembarnya yang telah tiada, Gio. Sedangkan ponsel miliknya sendiri... Ia yakin telah hilang setelah Theo melemparnya ke dalam sungai kala itu.
9 Agustus 2022, adalah hari terakhir ia melihat saudara kembarnya hidup. Benar, pada hari itu... Yang terkena pukulan dengan batu lalu jatuh dan hanyut ke dalam sungai adalah Gio. Bukan dirinya. Namun dengan hebatnya, Dio justru menyembunyikan hal tersebut dan berpura-pura menjadi Gio. Berkedok memiliki kepribadian ganda hanya untuk menutupi kebodohannya sendiri yang tak bisa terus-terusan menjadi Gio. Kepribadian keduanya sungguh bertolak belakang hingga membuatnya kesulitan untuk menyesuaikan.
Kembali ia tatap layar ponselnya yang hampa. Ini semua salahnya. Andai sore itu ia tak datang ke jembatan itu semua ini tidak akan terjadi. Gio tak akan pergi, Theo tak akan mendirikan Galvanize untuk menghancurkan Albatros, dan... Ivanna tak akan mengalami kecelakaan. Ini semua salahnya! Suara-suara berisik dalam kepalanya tak berhenti berteriak bahwa itu semua adalah salahnya. Suara-suara berisik itu menuntutnya agar tak bahagia setelah apa yang terjadi. Suara-suara berisik itu, tak pernah sekalipun berhenti menyalahkan dirinya.
"Tok tok tok!"
"Gio!" seseorang yang baru saja mengetok pintu itu memanggil namanya. Padahal tanpa ia jawab, mereka tetap akan datang masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah hendak bersuara namun urung saat melihat siapa yang membuka pintu kamarnya.
"G-gue masuk, ya." Gadis itu, berkata dengan canggung saat menyadari Dio telah menatapnya. Ia masuk ke dalam kamar Dio dan menutup pintu kembali.
Audrey- gadis yang baru saja memasuki kamarnya itu berjalan ke arah Dio lalu duduk di atas sofa. Berhadapan dengan Dio yang juga duduk di atas sofa.
"Hai, Gio." Audrey menyapa dengan canggung. Menyebut cowok di hadapannya ini dengan panggilan barusan begitu terasa asing baginya. Ia tak pernah sekalipun memanggil nama itu sejak setahun lalu. Namun, ia harus berbicara dengan hati-hati untuk mengatakan maksud kedatangannya kemari. Dan memanggil cowok itu dengan nama 'Dio' pikirnya akan lebih baik untuk membuka percakapan dengannya. Yah, meski tak ada respon dari Dio sedikitpun. Cowok itu membisu dan masih tetap menatap layar ponselnya.
"Gue kesini... Karena gue butuh bantuan lo."
Masih tak ada respon dari Dio dan Audrey memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya. "Kemarin... Muncul isu-isu yang mengatakan kalau Albatros-"
"Pergi," potong Dio tiba-tiba. Cowok itu menatap Audrey dengan tajam. "Kalau cuma mau bicarain itu mending lo pergi. Gue udah nggak ada hubungan sama Albatros."