SERENITY-13

94 35 64
                                    

Kedua netra Vanesha lekat menatap Dio yang duduk disebelahnya. Ada perasaan tak terdefinisikan yang bersemayam dal benaknya. Antara bahagia, sedih yang pastinya bercampur luka. Sudah dua hari dan Gio belum kembali. Dan menatap Dio yang berada dalam diri Gio benar benar membuat hatinya merasa pilu. Saat menatap matanya, ia melihat betapa banyaknya penderitaan dalam diri itu. Namun sayangnya, tak seorangpun yang dapat memahami sesuatu dibalik tatapan mata tersebut. Hanya Dio seorang, karena sikap introvertnya pulalah yang tak membiarkan seorangpun menyelami kehidupannya.

Vanesha tersenyum tipis. Ia mengacak puncak kepala Dio pelan membuat cowok itu menolehkan kepalanya dengan heran. "Hati hati di sekolah. Nggak usah nakal nakal. Awas aja kena skors lagi gue depak lo dari rumah!" Ujar Vanesha seolah memperingati anak kecil yang nakal. Namun dalam mode 'Dio' inilah Vanesha bisa bermanja dan memperlakukan Dio layaknya anak kecil. Menggemaskan.

"Gue ada pemotretan nanti. Lo pulang naik taxi aja" ujar Vanesha.

Dio nampak berdecak pelan. "Kakak bawain mobil gue ke sekolah laah"

"Enak aja lo! Kalau lo nggak diskors kemarin, gue juga nggak perlu repot-repot nurutin permintaan Bunda buat nganter lo!" balas Vanesha yang hanya dijawab lenguhan panjang oleh Dio. Vanesha mengacak puncak kepala Dio lagi. Cowok itu hanya tersenyum tipis kemudian keluar dari mobil Vanesha setelah berpamitan.

Dio terdiam sejenak. Ia membenahi kaca matanya kemudian berjalan memasuki gerbang SMA Canaya. Menuju ruang kelasnya.

Sedangkan Vanesha, gadis itu nampak masih mengamati punggung Dio yang perlahan menjauh darinya. Senyum di wajahnya perlahan mengendur. Ia tidak tahu apa yang tengah adiknya itu hadapi. Kemarin ia menyempatkan datang ke sekolah untuk mencari tahu alasan Dio diskors. Alasannya sedikit jelas baginya. Dio terlibat pertengkaran dengan temannya dan temannya terluka parah. Vanesha tak mau tahu teman mana yang di maksud. Ia hanya ingin tahu kenapa Dio diskors. Itu saja.

Vanesha menghembuskan nafas panjang. Ia lantas meninggalkan pelataran SMA Canaya dengan mobilnya. Ia ada kelas pagi hari ini dan sore nanti ia ada pemotretan. Mungkin hari ini akan cukup melelahkan baginya.

Bermacam macam tatapan langsung Dio dapati begitu ia melangkahkan kakinya memasuki ruang kelasnya.

"Dug!"

Satu gumpalan kertas mengenai wajah Dio. Disusul tiga gumpalan kertas lainnya. Langkah cowok itu terhenti. Ia memberanikan diri untuk menatap teman teman sekelasnya dengan sekilas. Ah! Mungkin mereka tak pantas Dio sebut sebagai teman temannya. Terserah kalian mau menyebutnya apa.

"Haaaah! Si tai ini! Padahal gue udah seneng. Gue kira lo selamanya ngilang dari sini!"

"Gue kira juga gitu. Ternyata enggak!"

"Jadi bau lagi kelas kita gara gara si tai!"

"Ngilang aja dari sini napa sih!"

"Lo aneh!"

"Bikin sumpek tau!"

"Iyaaaa!"

"Huuuuuuuu" gumpalan gumpalan kertas itu kembali menghujani Dio bersamaan dengan suara sorakan yang berisik.

Selin yang sedari tadi hanya diam bangkit dari duduknya. Ia berjalan kearah Dio lantas mendorong bahu cowok itu dengan keras hingga punggungnya menghantam papan tulis di belakangnya. Hal itu menimbulkan suara 'Braak' yang cukup keras.

"Liat aja mukanya! Cupu banget! Laki kok lemah!" cibir Selin sembari menoyor kepala Dio. Selin sendiri, entah dendam apa yang ia miliki terhadap Dio. Yang jelas, kebenciannya kepada Dio begitu kentara.

Gadis itu tersenyum sinis. Ia melepas kacamata yang bertengger di pangkal hidung Dio. Ia mengamati wajah itu lekat. Dan begitu melihatnya, hatinya terasa berdenyut nyeri. "Lo pantes dapat ini semua, Gi!" Lirihnya. Ia mengangkat tangannya tinggi tinggi. Hendak melayangkan satu tamparan diwajah Dio namun aksinya telah lebih dulu terhentikan saat sebuah tangan mencengkram pergelangan tangannya dengan begitu kuat.

SERENITY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang