"WHAT IT IS, ABANG?!"
Pekik Amara begitu melihat Gio- ah! Tepatnya Dio- pulang dengan wajah lebam yang begitu kentara. Cowok itu nampak menundukkan kepalanya. Tak berani menatap wajah Bundanya yang menatapnya dengan khawatir. Ia paling benci pada dirinya sendiri jika membuat Bundanya khawatir. Terlebih jika itu karenanya.
"Kamu berantem?" tanya Amara lagi. Ia membawa Dio untuk mengangkat kepalanya. Ditatapnya kedua manik milik putranya itu dengan lekat.
"Abang... Kenapa berantem?" tanyanya lagi dengan suara yang begitu lembut. Namun masih tak ada jawaban dari Dio.
Vanesha yang tengah rebahan santai sembari membaca buku di ruang tamu itu lantas bangkit dan ikut menatap ke arah Dio. Atensinya teralihkan pada sebuah kertas yang ada di tangan Dio.
Gadis itu bangkit dari duduknya, menghampiri Dio dan tanpa ijin darinya ia menarik kertas tersebut hingga beralih ke tangannya. Tak ada respon apapun dari Dio saat Vanesha melakukan itu, hal itu membuat Amara bertanya-tanya apa isi dari kertas tersebut.
"Kamu... Diskors, Gi?" tanya Vanesha begitu membaca keterangan yang ada di kertas surat tersebut. Gadis itu menatap wajah Dio dengan lekat. Dan tak butuh waktu lama, ia tahu kalau ternyata... Ini bukan Gio, ini Dio.
Amara yang barusan mendengar kalimat Vanesha lantas mengambil alih kertas tersebut dan membacanya. Memastikan bahwa ia tak salah dengar. Ia membulatkan kedua matanya setelah memastikannya. "Abang? Kamu ngapain aja di sekolah? Kenapa diskors?" tanyanya. Ia sedikit kesal karena sedari tadi tak ada satupun kata yang putranya itu keluarkan demi menjawab pertanyaannya.
"Abang! Jawab Bunda! Kenapa-"
"Bunda," panggilan serta tepukan pelan dari Vanesha di lengannya membuat kalimat Amara terhenti. Wanita itu beralih menatap Vanesha penuh tanya.
"I- ini bukan Abang, Bun. Ini... Adek," ujarnya pelan. Saking pelannya hampir saja Amara tak dapat mendengarnya dengan jelas. Amara terdiam seribu bahasa. Dan dalam diamnya itu ia kembali menatap putranya lebih dekat dan lebih lekat. Benar,nini Dio.
"A-adek?" panggil Amara pelan. Ia merasa jantungnya berdetak dua kali lebih kencang saat ini.
Laki laki yang dipanggil dengan sebutan 'Adek' itu mendongakkan kepalanya sejenak. Menatap kedua manik Bundanya itu sejenak lantas kembali menunduk.
Amara menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Ini sungguh mengejutkan! Setelah sekian lamanya tak muncul tiba-tiba saja Dio datang. Apalagi dengan kondisi Gio yang mungkin sedang tidak baik-baik saja. Sebenarnya masalah apa yang cowok ini perbuat hingga tiba-tiba Dio muncul?
Amara dan Vanesha tak sampai memikirkannya. Yang terpenting adalah saat ini, sebuah rasa bahagia muncul dalam kedua benak wanita itu. Amara menarik Dio kedalam pelukannya dan tiba-tiba saja ia menangis. "Bunda kangen, Adek," ujarnya parau. Hatinya yang tadinya merasa bahagia kini diliput rasa sesak karena menyadari, kalau sebenarnya Dio hanyalah kepribadian lain dari Gio. Bukan benar-benar Dio. Sekali lagi, Dio hanyalah sisi lain dalam diri Gio.
***
"Nih!"
Vanesha menyodongkan sepiring nasi goreng seafood buatannya pada Dio. Cowok itu menatap Vanesha sejenak, meletakkan ponsel miliknya di atas meja kemudian mulai melahap makanan buatan kakaknya itu.
Sedangkan Vanesha sendiri, gadis itu duduk di hadapan Dio. Menatap wajah adik lelakinya itu dengan lekat. Benar, cowok di hadapannya ini adalah Dio, Bukan Gio. Berkali-kali memastikanpun dia tetaplah Dio. Tatapan Gio yang biasanya dingin itu, entah hilang kemana dan tergantikan dengan tatapan teduh milik cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...