Suasana sekolah nampak masih senyap saat Ivanna tiba di sana. Gadis itu menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu dua puluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Karena tak ada yang bisa ia lakukan, ia memilih untuk segera menuju ruang kelasnya.
Langkah kaki gadis itu sedikit memelan saat melihat sosok Dio berjalan dari arah berlawanan. Cowok itu hendak masuk ke ruang kelasnya, sama seperti Ivanna. Cowok itu menghentikan langkahnya saat melihat Ivanna dari dari arah berlawanan. Tak lama, Dio membenahi kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya lantas pergi masuk ke dalam ruang kelas tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mengabaikan keberadaan Ivanna disana.
Ivanna pun sama halnya. Gadis itu hanya diam. Mengurungkan niatnya untuk menyapa cowok itu. Ia masih teringat jelas perkataan Dio kemarin. Kalau kamu nggak mau jauhin aku biar aku yang jauhin kamu.
Ivanna bisa apa kalau Dio sendiri yang mengatakan hal tersebut? Sepatutnya ia menghargai keputusan cowok itu. Mau tak mau, ia harus mau menjauhi Dio untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Cowok itu benar. Urusan mereka dengan Galvanize telah selesai maka... Urusannya dengan Gio maupun Dio juga telah selesai.
***
"Hallo Nona... Ivanna."
Sapa seorang wanita paruh baya dengan rambut dicepol begitu melihat Ivanna berjalan di antara keramaian dan kesibukan kegiatan di kantor perusahaan.
"Hai Bu Lana!" Ivanna balik menyapa. Ia kenal siapa wanita yang berdiri di hadapannya saat ini. Dia adalah Sekretaris di Mahendra group yang cukup akrab dengannya. Dan kedatangannya kemari tentu saja mengejutkan wanita itu. Sudah lama sejak Ivanna pergi bersama Aksara ia belum pernah datang ke kantor perusahaan milik Ayahnya ini.
"Astaga! Sudah lama aku tidak melihatmu datang kemari, apa kabarmu Ivanna?"
Ivanna hanya tersenyum sebagai jawaban. Ia keberatan mengatakan kabar karena ia tak bisa berbohong pada Bu Lana. Karena selain menjadi sekretaris di perusahaan ini, wanita itu pernah menjadi pengasuh Ivanna dan Evanna dahulu saat mereka kecil. Ibu kandung mereka dahulu sering sakit-sakitan. Itulah mengapa mereka butuh seorang pengasuh dulu.
"Mmm... Ayah ada nggak?" alih-alih menjawab pertanyaan dari Bu Lana, Ivanna justru bertanya hal lain. Tujuannya datang kemari memang untuk bertemu dengan Ayahnya. Ia jelas butuh kepastian atas perkataan yang Ayahnya ucapkan di kafe kemarin.
"Pak Dito ada di ruangannya."
Ivanna tersenyum. "Kalau begitu saya duluan ya, Bu." pamitnya yang hanya di jawabi dengan anggukan pelan oleh Bu Lana. Gadis itu lantas pergi menuju ruang kerja Ayahnya di lantai teratas di perusahaan ini.
Gadis itu menatap pintu bercat hitam di hadapannya. Menatapnya sejenak lantas mengetuknya. Tak lama kemudian, suara yang begitu familiar menyapa telinganya. Memintanya untuk membuka pintu dan masuk kedalam ruangan.
Lengang sejenak begitu kedua manik Ivanna bertemu dengan kedua manik seseorang yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Dito Mahendra? Laki-laki itu tersenyum tipis lantas menyandarkan punggungnya dengan nyaman.
"Ada apa putriku? Ada gerangan apa yang membuatmu datang kemari, hm?" tanyanya dengan nada yang terdengar begitu menjengkelkan di telinga Ivanna.
Tak ada tanggapan dari Ivanna. Gadis itu tak mau bertele-tele dan langsung mengatakan tujuannya datang kemari. "Aku kesini buat nagih bukti yang Papa bicarakan kemarin."
Dito terdiam sejenak lantas tertawa pelan. "Kamu tidak mau menanyakan kabar Ayah terlebih dahulu?" tanya Dito yang menjurus pada basa-basi. Ia hanya merasa sedikit tidak sreg karena Ivanna yang datang dan langsung mengatakan tujuannya kemari tanpa sedikit berbasa-basi. Toh, ia punya banyak waktu untuk saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Genç KurguAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...