*Chapter 49*

1.2K 132 8
                                    

Sampai anggota keluarganya sudah berkumpul semua di ruang makan, Adryan dan Shino belum juga muncul untuk ikut bergabung. Hidangan sarapan sudah siap, tapi mereka belum memulai sarapannya karena anggota belum lengkap.

Sepertinya ayat-ayat yang Adryan keluarkan untuk Shino benar-benar panjang. Thaka jadi penasaran apa saja yang papanya itu sampaikan pada kembarannya. Baru saja Thaka ingin menghampiri sekaligus memanggil, terlihat dari ruang makan papa dan kembarannya itu berjalan mendekat dengan wajah yang sulit di tebak. Raut wajah Adryan sih nampak tenang-tenang saja. Tidak terlihat habis mengeluarkan amarah. Tapi kenapa wajah Shino terlihat masam?

Thaka hanya bisa menebak-nebak dalam pikirannya. Tidak ingin bertanya sekarang. Ia akan bertanya setelah selesai sarapan nanti.

Anggota keluarganya yang lain juga tidak ada yang bertanya. Thaka sudah menceritakan perihal Shino yang semalam sudah pulang. Mereka semua tentu senang mendengar kabar itu. Mereka mengucap syukur dan merasa lega karena Shino baik-baik saja.

Shino mendekati Gara dan duduk dikursi sebelah kanannya yang memang kosong. Karena Thaka duduk di kursi sebelah kiri Gara, disebelah oma. Sedangkan Davian, Lina dan Jerry duduk di seberang mereka. Adryan sendiri duduk di kursi ujung, ditengah-tengah antara Oma dan Davian.

"Garaaaaa, gue kangen banget sama lo, dek. Gimana keadaan lo sekarang? Udah enakan? Maaf ya, gue gak nemanin dan jagain lo selama lo koma. Gue bener-bener terpuruk banget waktu itu. Jadi gue butuh waktu buat nenangin diri. Kata Thaka, kemaren lo nyariin gue. Lo kangen juga ya sama gue?"  Shino langsung saja nyerocos saking senangnya bertemu adiknya lagi.

Gara langsung memejam begitu suara Shino masuk ke indra pendengarannya. Suara Shino sedikit nyaring, jadi terdengar berisik. Suaranya itu lagi-lagi langsung membuat tubuh Gara menengang. Seolah-olah suara Shino sudah menghentikan sensor geraknya.

"Gar? Lo marah ya sama gue? Maafin gue dong." Shino kembali bersuara karena Gara tidak menyahut.

Tubuh yang tadinya menegang itu, berganti menjadi gemetar. Gara menunduk, menyembunyikan tangannya yang gemetar di bawah meja makan.

Thaka yang menyadari itu langsung merangkul bahu Gara dan mengusapnya, "Shin, lo bisa diem dulu gak?!" Ujarnya sembari memberi isyarat pada Shino agar tidak lagi mengeluarkan suara. Shino pun langsung mengatupkan bibir.

Dilihat dari respon Gara yang gemetaran saat Shino sedang berbicara, sudah terlihat jelas bahwa Gara masih trauma pada Shino. Atau lebih tepatnya trauma mendengar suara Shino. Mungkin karena takut Shino akan membentaknya lagi.

Mereka semua yang berada disana langsung menyadari itu. Hanya Shino si manusia yang paling tidak peka saja yang tidak menyadarinya dan malah terus mengajak Gara berbicara.

"Gara, kamu gak apa-apa? Kalo masih gak kuat, mau sarapannya di bawa ke kamar aja? Sarapan di kamar, hmm?" Adryan bertanya dengan lembut pada Gara yang duduk agak jauh darinya.

Gara menegakkan kepalanya, lalu berusaha tersenyum ke arah Adryan, "E-enggak, pa. Gara.. e-enggak apa-apa." Jawabnya dengan suara bergetar.

Sebenarnya tanpa Gara menjawab pun, Adryan sudah tahu kalau putranya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Yaudah, kalo gitu sarapannya pelan-pelan aja, ya. Ayo, yang lain juga dimulai sarapannya." Adryan mempersilakan anggota keluarganya untuk memulai sarapan. Kemudian beralih pada Shino."Dan kamu Shino, cepat makan sarapanmu. Jangan banyak omong!" Ujarnya dengan tegas.

"I-iya, pa. Maaf." Shino langsung menciut, lalu mulai memakan sarapannya. Tanpa menoleh lagi ke arah Gara.

Adryan kini beralih pada Oma yang duduk di kursi samping kanannya. Ibunya itu masih memandang Gara, memperhatikan cucunya yang sudah mulai memakan sarapan dengan tangan yang masih terlihat gemetar. Oma ingin menawarkan diri untuk menyuapi Gara, tapi cucunya itu pasti akan menolak.

About GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang