*Chapter 19*

2.6K 220 16
                                    

Shino yang melihat tubuh Gara sudah terkulai lemas tidak sadarkan diri menjadi semakin kalut, dengan tubuh bergetar Shino meraih bahu adiknya, lalu sedikit mengguncang tubuh itu mencoba membangunkan tapi nihil. Tubuh Gara tidak bereaksi sedikit pun, netranya juga masih terpejam erat.

Shino membaringkan kembali tubuh Gara, kemudian ia berlari keluar kamar. Tidak memperdulikan lagi rasa takut karena suasana mansion yang gelap dan sepi. Ia menghampiri para bodyguard yang berjaga diluar mansion untuk meminta bantuan. Ia harus segera membawa adiknya ke rumah sakit.

Ajun- bodyguard pribadi Gara langsung segera menelepon ambulance.

Shino yang ikut di dalam mobil ambulance itu terus menggenggam jemari tangan sang adik yang terasa dingin.

Ajun bersama satu teman bodyguard nya mengemudi mobil khusus bodyguard dan mengikuti mobil ambulance dari belakang. Sedangkan bodyguard yang tersisa tidak ikut, mereka tetap berjaga di mansion.

Semenjak Gara di pindah ke ruang rawat, Shino selalu berada di dekat adik nya itu. Duduk di kursi samping ranjang Gara. Sesekali ia melamun merutuki dirinya sendiri yang terlalu bodoh.

Shino menatap sendu adiknya yang terbaring lemah di ranjang pesakitan. Wajah pucat Gara terhalang masker oksigen. Kabel-kabel yang tersambung ke bedside monitor, tertempel di dadanya dan mencuat di balik baju pasien yang dikenakan. Oximeter menjepit ujung jari telunjuk Gara untuk mengukur kadar oksigen dalam darah. Jangan lupakan jarum infus yang menusuk punggung tangan kirinya.

Shino selalu tidak suka penampilan adik nya yang seperti ini.

Kata dokter yang memeriksa tadi, saturasi oksigen nya rendah, detak jantung Gara sangat lemah sehingga tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh, itu menyebabkan fungsi organ tubuh nya menjadi menurun karena tidak mendapat cukup oksigen. Dokter sudah menyuntikkan obat untuk meningkatkan denyut jantung nya. Tapi beliau tidak bisa memperkirakan kapan Gara akan bangun.

Dokter tersebut juga mengatakan akan segera menghubungi dokter Brian selaku dokter spesialis jantung yang menangani Gara untuk berdiskusi mengenai penanganan apa yang akan dilakukan selanjutnya.

"Maafin gue ya, Gar. Gue gak berguna banget jadi abang, gue udah gagal jagain lo. Harusnya gue bisa nolong lo pas lo kambuh tadi. Tapi gue malah gak bisa berbuat apa-apa kayak orang bodoh. Pasti tadi sakit banget, ya? Maafin gue." Shino mengucap maaf pada Gara yang tentu saja tidak bisa menyahutinya. Shino menunduk dan melirik lengan kirinya yang sebelumnya sempat dicengkram Gara. Bekas cengkraman itu nampak memerah dan juga kulit lengannya sedikit mengelupas. Adiknya tadi benar-benar butuh bantuan nya tapi ia justru tidak bisa berbuat apa-apa.

Shino semakin menunduk membiarkan air mata nya terus menetes.

Setelah puas menangis ia kembali menatap wajah sang adik yang masih setia memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian ia teringat bahwa belum mengabari papa dan juga kembaran nya. Ia lantas bangkit, melangkah keluar menghampiri dua bodyguard nya yang berjaga di depan ruang rawat Gara.

"Jun, tolong telpon papa kasih tau kalo Gara collapse terus di bawa kerumah sakit ini juga. Jerry pasti dirawat disini tapi gue gak tau dimana ruang rawatnya." perintahnya pada Ajun setelah pintu ruang rawat ia buka. Shino menyuruh Ajun menelepon karena ia tidak membawa handphonenya. Jangankan handphone, ia bahkan tadi tidak mengenakan sendal atau sepatu saat keluar dari mansion. Untung saat baru tiba di rumah sakit Ajun menyadari, kalau tuan muda nya itu tidak memakai alas kaki apapun. Detik itu juga ia segera pergi membelikan sendal dari toko kecil yang terletak tidak jauh dari rumah sakit dan memberikan nya pada Shino.

"Baik, tuan muda!" Jawab Ajun lalu ia segera menelepon tuan besarnya.

Shino masuk kembali ke ruang rawat Gara. Mendudukkan dirinya lagi dikursi samping ranjang sang adik. Pandangan nya nampak kosong dengan mata sayu dan sembab. Rambut nya juga acak-acakan.

About GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang