*Chapter 42*

1.6K 200 18
                                    

Hari sudah menjelang sore. Oma, Davian, Lina dan Jerry berpamitan untuk pulang. Adryan pun ikut melangkah keluar dari ruang rawat ingin mengantar anggota keluarganya itu sampai ke tempat parkir rumah sakit.

Tersisa Thaka dan Shino yang berada di ruangan itu. Sedangkan pemuda yang sedang di rawat, sudah kembali terlelap dari setengah jam yang lalu.

"Gue mau beli makanan dulu buat ntar malam. Lo disini aja jagain Gara. Jangan kemana-mana!" Ujar Thaka ingin menyusul Adryan, namun dengan arah tujuan yang berbeda.

"Ntar kalo Gara bangun, terus liat gue disini gimana, Tha? Gue takut serangan paniknya kambuh," suara Shino membuat thaka menghentikan pergerakannya yang akan membuka pintu ruang rawat.

"Enggak bakal. Gara dari tadi juga udah tau lo disini. Dia liat lo, tapi gak ada tanda-tanda serangan paniknya kambuh, kan? Gue rasa, Gara itu gak trauma ngeliat lo. Tapi trauma denger suara lo. Jadi, asalkan lo diam aja dan gak bersuara, Gara gak bakal kenapa-napa." balas Thaka, meyakinkan kembarannya.

"Kenapa gak suruh Ajun aja sih yang beli makanan? Lo disini aja temanin gue." Ujar Shino. Ia tidak ingin di tinggal berdua saja dengan Gara.

"Ajun itu tugasnya sebagai bodyguard buat jaga. Bukan buat di suruh-suruh seenaknya. Itu bukan tugas dia. Lagian cuma beli makanan, gue bentar doang. Udah, Lo diem aja disini, jangan berisik!" Thaka kembali melanjutkan pergerakannya, membuka pintu ruang rawat dan melangkah keluar. Tidak lagi menghiraukan Shino yang masih berusaha menahannya agar tidak pergi.

Melihat punggung kembarannya sudah menghilang di balik pintu, Shino lantas menghela napas lesu. Lalu berbalik badan ke arah adiknya yang sedang tertidur di ranjang pesakitan.

Sejak tadi ia menjaga jarak dari ranjang Gara. Karena tidak ingin membuat trauma adiknya itu kambuh.

Shino memutuskan untuk duduk di sofa yang jaraknya agak jauh dari pandangan Gara. Baru saja mendaratkan bokongnya, Shino tersentak mendengar dering handphone miliknya yang diletakkan diatas nakas samping sofa. Shino panik, takut Gara terbangun karena suara berisik dari benda pipih itu. Ia pun segera meraih handphone nya dengan cepat dan melangkah keluar untuk menerima panggilan telepon.

"Titip Gara bentar!" Titahnya pada dua orang bodyguard yang berjaga di depan ruang rawat. Belum sempat Ajun menjawab, Shino sudah berlari menjauh.

◾◾◾◾


Tolooong.... Hiks... Hiks... Hiks...


Gara menggeliat tidak nyaman dan perlahan membuka mata. Lagi-lagi suara makhluk halus mengusik tidurnya. Tapi bukan hanya itu, Gara terbangun juga karena merasa jantungnya yang lagi-lagi berdenyut menyakitkan. Netra Gara yang nampak sayu dengan kernyitan di dahi itu, mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruang rawatnya.

Sepi.

Tidak ada satupun atensi anggota keluarganya disana. Apa mereka sudah pulang? Papa ataupun abangnya juga tidak terlihat. Masa iya mereka berdua juga ikut pulang? Tega sekali mereka meninggalkannya sendirian di ruang rawat. Jika di kamarnya sendiri sih Gara tidak masalah, tapi ini di rumah sakit dan hari sudah mulai gelap.

Tolooong.... Hiks... Hiks....

Suara itu masih saja terdengar di telinganya.
Gara menghela napas. Kemudian mencoba memaksakan tubuhnya untuk mengubah posisi menjadi duduk.

"Pa..pa, bang.. Tha.. " Panggilnya lirih sembari masih berusaha menegakkan tubuhnya untuk duduk. Sedikit kepayahan karena masih sangat lemas dan rasa tidak nyaman di dadanya. Belum lagi badannya yang juga terasa kaku karena sejak kemarin hanya berbaring saja.

About GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang