*Chapter 1*

10.2K 412 5
                                    

Malam jum'at di mansion keluarga Jhuanno kali ini sedikit mencekam.
Hawa dingin terasa seperti menusuk kulit putih mulus pemuda bernama lengkap Ergara Kanavy Jhuanno.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari tapi pemuda dengan netra indah itu masih terjaga.

Sebenarnya tadi Gara sudah tidur, tiba-tiba terbangun karena merasa haus dan nafasnya sedikit sesak.

Saat ingin meminum obat nya dan ternyata tidak ada air dalam tumbler  yang terletak di atas nakas, Gara pun berdecak, terpaksa harus bangkit dari kasur, lalu melangkah keluar kamar. Dengan nafas berat Gara berjalan tertatih memasuki lift untuk menuju dapur yang berada di lantai satu.

Sebenarnya Gara bisa saja meminta tolong papa atau kedua abangnya yang berada di dekat kamarnya itu, mengingat kamar mereka semua memang berada di lantai 3.
Tapi ini sudah larut malam ia tidak ingin merepotkan.

Sesampainya di lantai satu dengan perlahan Gara berjalan menuju dapur.

Suasana mansion saat ini terasa mencekam. Hampir semua lampu padam, hanya beberapa lampu redup saja yang menyala.

Ketika sudah menekan tombol lampu diruang makan yang memang bersebelahan dengan dapur. Gara dibuat kaget oleh sosok wanita berambut panjang, berbaju putih lusuh dan kotor dengan wajah yang tertutup oleh rambut, berdiri di sudut ruangan.

"Astaghfirullah, aargh.. hah .." Gara mengerang saat merasakan denyut nyeri pada organ dalam, tubuhnya terhuyung bersandar pada dinding. Tangan kanan mencengkram dada kirinya.

Perlahan Gara mencoba melangkah dengan tertatih, lalu mendudukkan diri di kursi ruang makan dan mengatur nafas nya yang sangat tidak beraturan.

Selang beberapa detik saat merasa sedikit lebih baik, ia bangkit mengambil segelas air di dapur merogoh saku celana lalu mengeluarkan obat dalam tabung kecil yang tadi ia bawa dari kamar.

"Huh.. Bisa gak sih jangan muncul tiba-tiba? hobi banget bikin jantung gue jedag jedug." ujar Gara sesudah minum obat nya.

"Pergi sana, jangan ganggu gue!"

Sosok yang diusir bergeming.

"Bodo amat lah, terserah lo."

Setelah itu Gara berlalu pergi dari area dapur, masih sedikit tertatih berjalan memasuki lift kembali ke lantai tiga.

Sesampainya di kamar Gara langsung merebahkan diri di atas kasur king size nya. Menatap langit-langit kamar yang bernuansa navy dengan lampu hias menambah kesan indah saat dipandang.

Rasa nyeri di dada kirinya sudah hilang, nafasnya pun sudah kembali normal.

Gara menghela nafas, dia ingin kembali tidur tapi tidak bisa.
Sosok yang tadi ia lihat di ruang makan mengikuti nya sampai ke kamar.

"Mending gue sholat dulu dah biar tuh setan pergi."

Gara bangkit menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah itu ia mulai melaksanakan sholat malam. Saat sudah membaca takbir, tanpa ia sadari sosok yang berdiri di belakang pintu kamarnya itu perlahan menghilang.

Setelah selesai melaksanakan sholat malam, netra nya menelusuri setiap sudut kamar, lalu menghela nafas lega. Gara lantas kembali merebahkan diri ke atas kasurnya.

"Alhamdulillah udah pergi tuh setan."

"Hoamm.." Gara menguap sembari menutup mulut nya.

Perlahan netra Gara memejam, tak lama terdengar dengkuran halus yang menandakan ia telah kembali menjelajah alam mimpi.

🕔

Alarm subuh berbunyi .
Gara perlahan mengerjapkan netra. Tangannya berusaha meraih jam weker digital guna mematikan alarm yang terus berbunyi. Kemudian ia beranjak dari kasur menuju kamar mandi , berwudhu, lalu melaksanakan shalat subuh.

Setelah selesai, Gara merapikan kembali alat sholat nya dan duduk di tepi ranjang sembari memainkan gawai. Tepat saat itu terdengar suara knop pintu.

"Udah sholat subuh , Gar?" Itu suara Adryan- Papa nya, tepat saat pintu terbuka.

"Udah pa, baru aja selesai," Gara langsung meletakkan gawai diatas kasur.

"Kamu kenapa kayak lemas gitu, hm?" Adryan melangkah menghampiri Gara dan duduk di samping nya.

"Gak apa apa kok, pa. Cuma kurang tidur aja," Jawab Gara sambil tersenyum ke arah Adryan.

Terlampau mengerti mengenai hal apa yang dialami putra bungsu nya itu. Adryan lantas tersenyum sembari mengusak surai sang anak.

"Yaudah, ayo turun kebawah. Sebentar lagi kita sarapan!" ajak Adryan sembari merangkul pundak Gara.

Sesampainya di lantai satu. Adryan melangkahkan kaki menuju ruang kerjanya. Sebelum berlalu ia menyuruh Gara untuk menghampiri kedua abangnya selagi menunggu sarapan yang sedang di siapkan oleh maid.

Gara celingukan sembari berjalan menghampiri dua abangnya yang berada di ruang keluarga.

Bisa dilihat dua pemuda yang terpaut 5 tahun lebih tua darinya itu tengah sibuk dengan gawainya masing-masing. Dua abang nya itu kembar fraternal, wajah mereka berbeda, sifat nya pun juga berbeda, tapi untuk ketampanan sudah pasti sama.

"Bang, liat juju gak?" Tanya Gara setelah sampai di depan dua pemuda kembar yang ia panggil dengan sebutan abang itu.

Pemuda kembar yang bernama Arthaka dan Arshino itu lantas menoleh.

"Abang gak ada ngeliat si juju sih dari tadi." sahut Thaka abang pertama nya.

"Gue juga enggak ada liat. Udah lah biarin aja, gak usah dicari. Ntar nongol sendiri tuh kucing." Shino ikut menyahut, lalu menyuruh adik nya itu duduk.

Gara menghela nafas, kemudian duduk ditengah-tengah dua abang nya.

"Muka kamu kok pucat gitu, dek. Obatnya udah diminum?" Tanya Thaka khawatir pada adik bungsunya itu.

"Belum, bang. Kan belum sarapan," jawab Gara.

"Semalam ada yang ganggu lagi, ya?" Tebak Thaka.

"Iya, biasalah, bang. Tapi yang semalam gak terlalu serem kok karna muka nya gak keliatan, ketutup sama rambut,"

"Hiiiih.. semua setan mah serem kali!" Shino bergidik ngeri. Padahal ia tidak pernah melihat nya secara langsung.

Di keluarga Jhuanno memang hanya Gara dan Adryan saja yang bisa melihat makhluk astral seperti itu. Keturunan dari mendiang kakeknya. Gara sebenarnya sudah terbiasa akan hal itu tapi penyakit nya lah yang selalu membuat ia terlihat lemah.

"Bang Thaka sama bang Shino gak mau buka mata batin gitu? Biar bisa ngeliat juga,"

"Ogah!" Sahut si kembar bersamaan.

"Iih, kenapa? Ayolah, bang, biar kita sekeluarga bisa liat setan, kan seru tuh," Bujuk Gara, menatap abang nya bergantian sembari menaik turunkan kedua alisnya.

"Seru dari mananya coba, Gar? Yang ada ntar gue bisa gila karna gak kuat liat setan terus," Shino tidak bisa membayangkan jika itu terjadi.

"Iya, bener. Buka mata batin harus siap luar dalam, alias fisik, mental, dan iman. Kalo gak siap ya bisa gila. Karena gak semua orang bisa kuat ngeliat yang begituan," Thaka pun tidak mau membayangkan nya.

"Gue juga sebenernya gak kuat, bang. Apalagi jantung gue lemah, Tapi--"
Ucapan Gara terhenti saat maid datang dari arah dapur.

"Maaf mengganggu, tuan muda.. sarapan nya sudah siap."

"Ah iya, terima kasih." Ucap Thaka.

"Ayok, kita sarapan." Ajak Thaka pada Shino dan Gara.

Thaka beranjak dari sofa sembari merangkul pundak adik bungsunya.

Gara pun lantas  mengikuti langkah sang abang.

"Kalian duluan. Gue panggil papa dulu." Shino berlari menuju ruang kerja papa nya. Sedangkan Thaka dan Gara lebih dulu berjalan beriringan menuju ruang makan.

****

*Masih awal jadi segini dulu, ya, semoga suka! 🤗

*Thanks for reading*

*Kalo suka, vote dan komennya jangan lupa ya! 😉

💗💗💗

About GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang