Malam ini kondisi Safinah semakin memburuk, keluarga pun belum ada yang menemukan pendonor hingga saat ini.
"Yah, Finah Yah. Dimana lagi kita harus cari donor jantung," racau Talita menangis sedu sedan dari tadi.
"Bun, selamatkan Kak Finah dengan mendonorkan jantung Iren. Please." Untuk kesekian kalinya Shireen berkata seperti itu.
Talita menggeleng. "Jangan," lirih nya pelan.
"Ayah, Bunda, sudah seharian ini Iren cari donor jantung, bahkan sampe dateng ke tiga rumah sakit. Tapi Iren gak ketemu," adunya dengan air mata yang mulai keluar dipelupuk mata.
"Allah menyuruh kita untuk melibatkan-Nya dalam setiap urusan, maka kita serahkan semua kepada Allah," ujar Khalif berusaha untuk tetap tenang dengan tasbih yang sedari tadi melekat ditangannya, membacakan dzikir demi dzikir untuk kesembuhan putrinya.
Sedangkan di dalam ruangan, semua dokter dan suster sedari tadi panik mendapati jantung Safinah yang berdetak sangat lemah, beberapa selang ikut menghiasi wajah cantik Safinah yang kini pucat pasi.
"Dok, jantung pasien berhenti berdetak!" ucap seorang suster melihat monitor yang menampakkan satu garis lurus.
Sontak dokter pun melihat kearah monitor, dan bertepatan dengan itu...
Tuutttttt......
Dokter pun melihat satu persatu suster disana, kemudian menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa usaha yang mereka lakukan gagal.
"Innalilahi wainnailaihi roji'un."
Semua selang dan alat yang melekat pada Safinah pun dicabut, setelah itu dokter menutup wajah Safinah dengan kain putih.
Lekas dari itu, dokter pun keluar menemui keluarga pasien.
"Bagaimana kondisi putri saya Dok?" tanya Khalif dengan wajah khawatir.
"Kakak saya baik-baik saja kan Dok?"
"Anak saya bisa selamat kan Dok?"
"Maafkan kami Pak, Bu."
Talita dengan cepat menggeleng. "Enggak Dok, jangan bercanda!"
"Kakak saya pasti sembuh Dok, jangan ngelawak!" cerca Shireen.
"Sekali lagi maafkan kami, tapi kami tidak bisa menyelamatkan nyawa pasien."
"ENGGAK DOK! ANAK SAYA MASIH HIDUP!"
"DOKTER JANGAN BERCANDA!!"
"Tidak ada gunanya saya bercanda untuk hal seperti ini Bu,"
Dengan segera Khalif, Talita, dan Shireen menerobos masuk kedalam ruang ICU. Tangis Shireen pecah saat melihat tubuh kakaknya yang sudah terbalut kain putih, ia segera memeluk Kakaknya dan menumpahkan semua tangis serta rasa sesaknya.
"Hiks... Hiks... Kak, kenapa Kakak pergi secepat ini?"
"Kalau Kakak gak ada siapa yang nemenin Iren? Siapa yang mengingatkan Iren kalau salah arah?"
"Kakak jahat! Kenapa pergi tanpa pamit!
Tak berbeda dengan Shireen, Talita pun turut memeluk jasad anaknya yang terbujur kaku. Dunianya serasa hancur, seolah langit runtuh diatas kepalanya.
"Safinah bangun sayang, Bunda disini. Bangun Nak, Bunda butuh kamu,"
"Finah sayang, kamu gak mau lagi nemenin Bunda sama Ayah? Kenapa kamu pergi lebih dulu?"
Tanpa terasa Khalif pun ikut menitikkan air mata melihat kepergian putri tercintanya. Ia juga merasakan kehilangan sama seperti anak dan istrinya, namun sebagai laki-laki, tentu ia tidak boleh menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidental Love
Teen FictionSquel Jodoh yang sesungguhnya Arzan Rizwan Al-azhar menyukai salah satu santriwati kembar di pesantren kakeknya. Santriwati itu bernama Safinah. Setelah Arzan menyelesaikan pendidikannya, ia berniat melamar Safinah. Tiga hari setelah niat baiknya di...