Chapter 11

1.6K 51 0
                                    

Shireen dan Talita tak berhentinya menangis sedari tadi, mereka telah mengantarkan Safinah ketempat peristirahatan terakhirnya. Rasanya sangat berat menerima semua ini, hati mereka belum benar-benar ikhlas atas kepergian Safinah yang begitu saja bahkan tanpa pamit.

"Hiks... Hiks... Kak Finah barakallah fii umrik," isak Shireen memeluk erat nisan kakak kembarnya.

Ya, ini adalah hari ulangtahun mereka yang ke tujuh belas tahun, lebih tepatnya sweet seventeen. Tapi, ini menjadi hari ulangtahun paling buruk bagi Shireen.

Khalif memeluk putri bungsunya. "Sudah Nak, ikhlaskan Kakak supaya dia bisa pergi dengan tenang."

"Jangan terus menangisi Safinah, agar dia bisa bahagia disana." Ummi Zalfa membantu menenangkan Shireen yang sepertinya benar-benar terpuruk.

"Ummi, Shireen kaya kehilangan separuh nyawa karena Kak Finah."

Syakhira ikut mengelus punggung remaja itu, hatinya ikut merasakan sakit. Sebagai ibu, tentu tidak ada yang mau kehilangan anaknya. "Shireen, kita tidak boleh sedih berlarut-larut. Ini adalah ujian untuk kamu dan keluarga, jadi kamu harus kuat agar bisa melewati ujian ini. Kadang Allah menjemput lebih dulu orang yang sangat kita cintai, supaya kita tidak terlalu berlebihan mencintai mahluknya melebihi cinta kepada-Nya."

Atlan tersenyum saat melihat istrinya sangat bijak menasehati orang-orang. Ya, itu adalah nasehat yang disampaikannya dulu saat Bunda Ginata meninggal dunia.

"Barakallah fii umrik sayang. Untuk kali ini, do'a Bunda berbeda dari yang sebelumnya, semoga kamu tenang ya sayang, semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kamu dan menjadikan kamu penghuni surga-Nya. Sekali lagi selamat jalan sayang," ucap Talita mengusap tanah makam Safinah, sambil kembali menaburkan bunga.

Arzan sedaritadi hanya bisa mengucapkan belasungkawa pada keluarga Safinah. Ia tidak sanggup untuk mengucapkan apa-apa lagi, karena hatinya sangat sesak dan sakit.

"Shireen kamu yang kuat ya, masih ada kita kok. Kamu jangan merasa kesepian nanti, karena aku akan selalu menemani kamu kapanpun. Kecuali kalau aku lagi kuliah," kata Shafia berusaha menghibur sekaligus menguatkan.

"Iya Kak, jangan khawatir. Di pesantren masih banyak kok teman, Fathan juga akan jadi teman Kakak."

Shireen tersenyum tipis. "Terimakasih kalian."

"Oh ya Arzan, saya ingin memberikan sesuatu kepada kamu." Talita berdiri dan menghampiri Arzan.

"Ada apa Tante?"

Talita menyerahkan surat yang kemarin malam dia temui di laci kamarnya. "Ini dari Safinah, dia menulisnya sehari sebelum meninggal. Dan dia menitipkan sebuah pesan untukmu disana."

Arzan menerimanya dan memasukkan kantong celana. "Terimakasih Tante, nanti saya akan membacanya."

...🦋🦋...

Arzan dan keluarganya langsung pulang karena tidak ada urusan lagi disini. Mereka juga memiliki tugas masing-masing di Pesantren.

"Arzan, apa rencana kamu setelah ini?" tanya Atlan.

Arzan menggeleng sambil dengan mata yang fokus menyetir. "Tidak ada Abba, Arzan ingin fokus pada Pesantren saja dulu."

Atlan mengangguk, ia mengerti posisi putranya saat ini. Biarlah Arzan fokus dulu pada Pesantren agar ia bisa perlahan melupakan Safinah.

Hampir dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai juga di pondok. Arzan memarkirkan mobilnya dan keluar bersama yang lainnya.

Syakhira terkejut melihat kedatangan Fatimah bersama Ustadz Affan. "Loh Fat, kamu sejak kapan disini?"

Accidental LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang