Chapter 13

1.5K 47 0
                                    

Keesokan harinya setelah selesai menunaikan ibadah sholat sunnah Dhuha, Arzan langsung pamit untuk kerumah Shireen dengan niat meminta restu untuk meminang putrinya.

Hampir dua jam menempuh perjalanan, akhirnya Arzan sampai dirumah Shireen. Padahal kalau diingat, baru sekitar satu minggu dia kesini, dan sekarang dia kembali lagi ketempat yang sama namun dengan tujuan yang berbeda.

Saat berada didepan pintu, Arzan menarik nafas dalam dan mulai mengetuk pintu rumah.

Tok... Tok... Tok...

"Iya sebentar!" Suara teriakan dari dalam, membuat Arzan menghentikan ketukannya.

Tak lama kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan wanita paruh baya dengan senyum simpul menyambut kedatangannya.

"Nak Arzan kan?"

"Iya Tante."

"Mari masuk!"

"Terimakasih Tante."

"Duduk dulu Nak, saya buatkan minum ya."

Setelah kepergian Talita, Arzan mulai memperhatikan isi rumah Shireen, rumah sederhana dengan nuansa biru itu mampu membuatnya berdecak kagum. Model klasik dan minimalis turut menghiasi rumah ini. Mata Arzan tertuju pada sebuah foto dua gadis kecil yang mungkin berumur lima tahun. Sudut bibirnya terangkat melihat betapa menggemaskannya dua gadis itu.

"Nak Arzan? Kapan datang kesini?" tanya Khalif yang datang dari arah kamar.

"Baru saja tadi Om," jawabnya sambil menyalami punggung tangan pria paruh baya itu.

"Ini Nak, silahkan diminum." Talita menghidangkan secangkir teh di hadapan Arzan.

"Terimakasih Tante."

"Sama-sama Nak."

Arzan meminum sedikit teh itu, kemudian menutupnya kembali.

"Mungkin Om dan Tante bertanya alasan kenapa saya datang kesini, bahkan tidak mengabari sama sekali."

Talita tersenyum tipis. "Iya Nak, kalau boleh tau ada keperluan apa Nak Arzan datang kesini? Apa Shireen membuat kesalahan di Pesantren?"

"Tidak Tante."

"Saya datang kesini berniat meminta restu untuk melamar putri Om dan Tante untuk menjadi istri saya. Semalam saya dan keluarga sudah memberitahu Shireen, dan dia bilang akan menerimanya jika Om dan Tante memberi restu," jelas Arzan.

"Apa karena surat itu?" tanya Khalif.

"Awalnya memang karena pesan dari Safinah, tapi saya memutuskan untuk istikharah dan meminta petunjuk pada Allah. Yang pada akhirnya membuat saya yakin untuk melamar Shireen, bukan karena paksaan atau permintaan dari siapapun."

"Apa kamu sanggup membahagiakan putri saya?" tanya Khalif serius.

"InsyaAllah Om, saya akan membuat Shireen bahagia bersama saya."

"Kamu tidak keberatan walaupun Shireen masih sekolah dan ingin melanjutkan kuliah meski telah menikah?"

"Tidak Om, saya memperbolehkan Shireen kuliah setelah menikah, saya tidak akan menghalangi Shireen untuk menuntut ilmu. Karena nanti dia adalah madrasah pertama untuk anak-anak saya kelak."

Khalif kagum mendengar jawaban Arzan. Pemuda itu sangat dewasa dalam berpikir. "Baiklah, saya merestui kamu untuk menikahi putri saya. Saya percayakan Shireen kepada kamu."

Arzan bernafas lega. "Allhamdulilah terimakasih Om, Tante."

"Nanti kami akan datang ke Pesantren untuk membicarakan tanggal pernikahannya," sahut Talita.

Accidental LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang